MR.COM, PASBAR - Pemungutan Suara Ulang (PSU) DPD RI 2024 di Kabupaten Pasaman Barat memberikan gambaran mengejutkan tentang rendahnya tingkat partisipasi masyarakat. Dari total pemilih yang terdaftar, hanya sekitar 36% yang menggunakan hak pilihnya. Angka ini jelas menjadi sinyal alarm bagi proses demokrasi kita, terutama di daerah-daerah yang secara tradisional memiliki hubungan kuat dengan politik lokal. Apa penyebabnya?
Menurut saya, salah satu penyebab utama rendahnya partisipasi masyarakat di Pasaman Barat adalah kinerja Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang kurang terasa dampaknya oleh masyarakat. Banyak warga merasakan bahwa wakil-wakil DPD yang mereka pilih tidak berkontribusi signifikan terhadap kesejahteraan mereka. Peran dan fungsi DPD, yang seharusnya memperjuangkan kepentingan daerah di tingkat nasional, sering kali dirasa hanya formalitas tanpa perubahan nyata yang dirasakan oleh masyarakat lokal.
DPD Sebagai Lembaga yang Dilupakan Oleh Masyarakat?
Sejak pertama kali dibentuk, DPD diharapkan menjadi representasi kuat daerah-daerah di Senayan, memperjuangkan aspirasi lokal yang sering kali luput dari perhatian DPR. Namun, seiring berjalannya waktu, fungsi DPD tampaknya tenggelam dalam hiruk-pikuk politik nasional. Masyarakat daerah seperti di Pasaman Barat, yang menjadi basis penting bagi DPD, merasa keterlibatan mereka dalam pemilihan anggota DPD tidak membawa dampak signifikan. Tidak adanya kebijakan yang langsung menyentuh persoalan kesejahteraan masyarakat, pembangunan infrastruktur, atau peningkatan kualitas hidup, membuat kepercayaan warga terhadap DPD semakin pudar.
Kritik terhadap kinerja DPD bukanlah hal yang baru. Banyak kalangan menilai bahwa DPD kurang mampu menjalankan fungsinya sebagai penghubung antara pemerintah pusat dan daerah. Akibatnya, isu-isu lokal seperti pendidikan, infrastruktur, dan kesejahteraan ekonomi sering kali tidak tertangani dengan baik. Jika perwakilan yang dipilih tidak memperjuangkan kepentingan daerahnya dengan efektif, maka tidak mengherankan jika masyarakat mulai apatis terhadap proses pemilihan.
Sibuknya Masyarakat Dengan Rutinitas Harian
Selain kinerja DPD yang dipertanyakan, terdapat faktor sosial lain yang semakin menggerus partisipasi politik, yaitu apatisme masyarakat yang merasa tak peduli lagi terhadap proses politik. Bagi sebagian warga, terutama di daerah seperti Pasaman Barat, mereka melihat pemilu hanya sebagai formalitas tanpa dampak nyata dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan politik dirasa jauh dari urusan mereka, sehingga banyak yang lebih memilih fokus pada rutinitas harian.
Banyak warga yang sibuk dengan kegiatan sehari-hari, seperti bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga atau mengurus usaha kecil, sehingga tidak melihat manfaat langsung dari terlibat dalam pemilihan. Mereka merasa bahwa suara mereka tidak akan membawa perubahan nyata di tingkat kebijakan atau kesejahteraan hidup mereka. Akibatnya, partisipasi politik menjadi prioritas yang semakin rendah di tengah kesibukan yang mereka hadapi. Ini menambah lapisan tantangan bagi demokrasi lokal, di mana semakin banyak orang yang merasa bahwa suara mereka tidak berpengaruh, makin banyak pula yang memilih untuk bersikap acuh tak acuh.
Kurangnya Pendidikan Politik di Pasaman Barat
Kurangnya pendidikan politik di Pasaman Barat juga menjadi salah satu faktor utama rendahnya partisipasi. Banyak warga yang mungkin tidak memahami sepenuhnya peran DPD atau bagaimana lembaga tersebut dapat mempengaruhi kehidupan mereka. Pendidikan politik yang lemah membuat masyarakat cenderung mengabaikan pemilu karena mereka tidak melihat pentingnya menggunakan hak pilihnya.
Minimnya sosialisasi mengenai pemungutan suara ulang (PSU) juga bisa menjadi penyebab rendahnya partisipasi. Tanpa kampanye yang jelas dan masif, banyak warga yang mungkin tidak mengetahui adanya PSU atau meremehkan urgensinya. Hal ini memperkuat apatisme politik, terutama di kalangan pemilih muda yang kurang terlibat secara aktif dalam proses politik.
Rendahnya partisipasi politik tentu membawa dampak besar bagi demokrasi di tingkat lokal. Sebuah pemilu yang sehat seharusnya melibatkan partisipasi luas dari masyarakat sebagai bentuk legitimasi bagi wakil-wakil yang terpilih. Ketika hanya 36% warga yang menggunakan hak pilihnya, legitimasi hasil pemilu menjadi dipertanyakan. Wakil DPD yang terpilih mungkin saja dianggap tidak benar-benar mewakili suara mayoritas masyarakat Pasaman Barat.
Rendahnya partisipasi ini bisa mengikis kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi itu sendiri. Jika terus dibiarkan, kondisi ini dapat berujung pada semakin jauhnya masyarakat dari politik, dan pada akhirnya, kepentingan daerah tidak lagi diperjuangkan dengan baik di tingkat nasional.
Apa Yang Harus Dilakukan Pemerintah?
Untuk meningkatkan partisipasi politik di masa depan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, kinerja DPD harus diperbaiki. Wakil DPD harus lebih aktif terlibat dengan masyarakat, mendengarkan aspirasi mereka, dan menunjukkan bahwa peran mereka di Senayan dapat membawa perubahan nyata bagi daerah. Masyarakat perlu melihat bahwa wakil-wakil DPD mereka benar-benar berjuang untuk kepentingan daerah, bukan sekadar menduduki kursi tanpa kontribusi yang berarti.
Dan perlu adanya pendidikan politik yang lebih luas dan mendalam di kalangan masyarakat. Sosialisasi mengenai peran dan fungsi DPD harus diperkuat, sehingga masyarakat memahami pentingnya peran lembaga ini dalam memperjuangkan kepentingan mereka. Dengan begitu, mereka akan lebih termotivasi untuk menggunakan hak pilihnya.
Pemerintah dan penyelenggara pemilu perlu melakukan kampanye yang lebih efektif untuk meningkatkan kesadaran politik masyarakat. Sosialisasi PSU harus dilakukan secara menyeluruh, dengan memanfaatkan berbagai media, termasuk media sosial yang saat ini menjadi saluran komunikasi yang sangat efektif.
Menurut saya, rendahnya partisipasi masyarakat Pasaman Barat dalam PSU DPD RI 2024 merupakan refleksi dari rasa kekecewaan, apatisme, dan kesibukan masyarakat yang lebih memilih fokus pada kebutuhan sehari-hari daripada terlibat dalam proses politik. Untuk memperbaiki kondisi ini, dibutuhkan perbaikan kinerja wakil-wakil DPD, pendidikan politik yang lebih baik, serta kampanye sosialisasi yang efektif. Demokrasi hanya bisa berjalan dengan baik jika partisipasi masyarakat terjamin, dan inilah yang harus menjadi perhatian Pemkab dan Pemerintah Pusat.
Ditulis Oleh : M. Rakha Ichlasul Maula (Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Andalas)