MR.com,SolSel| Bangunan bronjong yang ada di sungai Batanghari Nagari Abai, Sangir, Kabupaten Solok Selatan diduga menjadi proyek "Siluman" negara, akhirnya menuai sorotan tajam publik Sebelumnya, media sudah mengkonfirmasi pihak Satker OP SDA, BWSS V Padang. Apakah pekerjaan bronjong masuk dalam kegiatan mereka, tetapi pihak tersebut mengatakan bronjong itu bukan pekerjaan Satker OP SDA, Selasa (27/8/2024) via telepon +62 813-1880-0xxx.
Selain itu, media juga sudah mengkonfirmasikan hal yang sama kepada Roy Praja selaku PPK 2.5 di Satker PJN II Sumbar. Karena, bronjong juga berada di wilayah kerja PPK 2.5 itu dihari yang sama via telepon +62 812-9093-0xxx.
Baca berita terkait : Diduga Proyek "Siluman" Pembangunan Bronjong di Jalan Nasional Sangir, Gunakan Material Ilegal
Namun, hingga berita lanjutan ini ditayangkan, Ray Praja masih belum bisa memberikan penjelasannya menyangkut hal tersebut sebagai PPK 2.5 di Satker PJN II Sumbar.
Menanggapi hal itu, aktivis dan praktisi hukum Mahdiyal Hasan,SH. mengawali statementnya dengan mengatakan ada apa dengan PPK 2.5,mengapa bungkam..?.
Dia menduga pelaksanaan proyek bronjong yang berada dalam wilayah kerja PPK 2.5 itu banyak labrak aturan.
Tetapi mereka yang terlibat tidak inginkan hal tersebut menjadi perhatian publik. Jadi karena itu mereka lebih memilih diam saja, cecarnya.
Mahdiyal Hasan, SH. Aktivis Anti Korupsi dan Praktisi Hukum Sumatera Barat Tidak tertutup kemungkinan kalau bangunan bronjong tersebut merupakan kegiatan dari PPK 2.5, kata Mahdiyal.
Sebab, ada rambu-rambu peringatan ada yang terpasang disekitar lokasi pekerjaan, ulasnya.
"Menggunakan material tidak memiliki izin merupakan perbuatan melawan hukum. Begitu juga sebaliknya, pihak yang menerima dan kemudian membayar material tersebut bisa disebut penadah," ujar Mahdiyal Hasan, pada Ahad(1/9/2024) di Padang.
Advokat muda dari kantor hukum Demitra Law Office itu mengatakan, perusahaan maupun perorangan yang membeli material tambang galian C ilegal dapat dipidana sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Menurutnya, tidak hanya pelaku galian C tanpa izin yang bisa dipidana, tapi juga para penadah yang membeli hasil galian C tersebut. Karena apa, dia menjelaskan, galian C inikan ilegal, otomatis barang yang dihasilkan juga ilegal.
"Sesuai pasal 480 KUHP, barang yang dibeli atau disewa dari hasil kejahatan itu dapat dipidana. Nah, itulah kategori dari penadah, ancaman hukumannya bisa 4 tahun kurungan penjara," jelas Mahdiyal.
Kemudian sebagai pejabat publik, dia menilai Ray Praja selaku PPK 2.5 tidak kooperatif terhadap konfirmasi media.
Mahdiyal menuturkan, kalau memang bronjong tersebut bukan kegiatannya, mustinya dia harus bisa menjelaskan kepada media karena ini masuk kepentingan publik.
Tetapi apabila bronjong tersebut masuk dalam kegiatannya, namun dia tidak mau menjelaskan, kata Mahdiyal, "Itu artinya Ray Praja diduga secara sengaja telah mengangkangi UU Nomor 14 Tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP)".
Seterusnya Mahdiyal juga menyinggung tentang peraturan terkait Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang diduga juga dilanggar pada pelaksanaan proyek itu.
Karena, terciduk dilokasi para pekerja diduga tidak difasilitasi dengan alat pelindung diri (APD) lengkap yang sesuai standarisasi.
Katanya, ada beberapa Undang-undang menyangkut K3 itu diduga telah dilanggar pihak kontraktor dan instansi terkait.
Mahdiyal menguraikan diantaranya, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Selain itu, lanjut Mahdiyal, ada juga peraturan pemerintah yang mengatur K3, yaitu, Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja(SMK3.
Kemudian, Permenaker No 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, juga Permenaker No 4 Tahun 1987 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3).
Dia menjelaskan, K3 bertujuan untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat, sehingga dapat mengurangi risiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kelalaian.
Terlepas dari spesifikasi teknis pekerjaan yang diduga tidak sesuai di RAB, Mahdiyal Hasan menduga kuat kalau proyek tersebut terindikasi labrak aturan dan tentu ada konsekuensinya.
Oleh karena itu tentunya masyarakat berharap kepada Aparat Penegak Hukum (APH) yang ada di provinsi ataupun di pusat supaya mau menindaklanjuti dugaan perbuatan melawan hukum yang diduga dilakukan oknum-oknum tertentu, pungkasnya.
Bagaimanakah tanggapan dan penjelasan Kasatker PJN II,serta Kepala BPJN Sumbar..?
Hingga berita ditayangkan media masih upaya mengumpulkan data-data dan konfirmasi pihak terkait lainnya.(cr/tim)