Diduga Diperjualbelikan Oknum KAN , Suku Koto Batua Parak Siap Pertahankan Tanah Pusako di Rawang Keladi
MR com, Padang| Kaum suku Koto Batua Parak "Turun Gunung" siap pertahankan dan kuasai fisik tanah ulayat pusako tinggi mereka yang berlokasi di Rawang Keladi, Kelurahan Ikut Koto, Koto Panjang (IKP) seluas kurang lebih 19 hektar.
Hal ini disampaikan oleh Syaukani, pewaris dari almarhum Tinta yang sebelumnya diwariskan oleh almarhum Gombak saat berada dikediamannya, pada Ahad(14/7/2024) waktu lalu.
Dia menjelaskan bahwa tanah pusaka tinggi milik kaumnya itu saat ini sudah diperjual belikan diduga oleh oknum-oknum yang ada di KAN Koto Tangah.
"Tanah pusaka tinggi kami sudah diperjualbelikan oleh oknum-oknum yang ada di KAN tanpa sepengetahuan kami, sejak Penghulu suku kami(Suku Kito Batua Parak.red) wafat pada tahun 2022 silam," ujar Syaukani.
Kaum Suku Koto Batua Parak saat melakukan pemagaran pada tanah ulayat mereka
Sementara menurut Syaukani, pihak KAN mungkin sudah tahu kalau tanah yang ada di Rimbo atau Rawang Keladi merupakan milik kaum suku kami.
Sebab, pada tanggal 10 September 1984, waktu itu KAN Nagari Koto Tangah telah memutuskan melalui surat keputusannya dengan nomor SK-08/KAN/KT/1984.
Salah satu isi dari beberapa poin yang diputuskan KAN ialah, saudara Tinta adalah orang yang berhak mewarisi harta peninggalan dari almarhum Gombak yang terletak di Rimbo/Rawang Keladi, Perintah Kelurahan Ikut Koto, Kecamatan Koto Tangah.
Kemudian Syaukani juga menjelaskan bahwa, tanah tersebut ditahun 1984 juga telah dilakukan pengukuran serta penunjukan batas-batas tanah oleh pihak Agraria/BPN dan selanjutnya mengeluarkan surat ukur dan gambar situasi(GS) yang ditandatangani oleh Desri Zen sebagai Kepala Kantor Agraria dan diketahui oleh Yusri P. Sutan sebagai Lurah Ikut Koto masa itu.
"Selain itu masih banyak lagi surat-surat lain yang menguatkan kepemilikan kami pada tanah yang berada di Rawang Keladi seluas 19 hektar tersebut," tegasnya.
Mirisnya, tanah kami itu saat ini sudah banyak yang menggarap tanpa sepengetahuan kaum suku kami, ujarnya.
Menurut dugaannya, tanah mereka diperjualbelikan oleh oknum-oknum yang ada di KAN, dengan istilah pembayarannya ganti rugi "silih jarih" dengan memakai tenaga masyarakat yang dikehendaki KAN dengan membekali warga tersebut sepucuk surat yang biasa disebut SK KAN.
Namun, Syaukani menegaskan bahwa dia bersama anak kemenakannya akan kembali menguasai dan mengambil hak mereka yang sudah dijual ataupun yang masih kosong.
"Saya bersama-sama anak kemenakan akan merebut dan menguasai kembali tanah pusaka kami secara hukum adat dan hukum negara," tegasnya.
Sebelumya, pada Sabtu(22/6/2024) media sudah pernah melakukan konfirmasi kepada salah satu penghulu yang ada di KAN Koto Tangah bernama Syaril.
Terkait jual beli tanah yang ada dirawang Keladi tersebut, Syaril menjelaskan bahwa tidak pernah ada terjadi transaksi jual beli terhadap tanah yang ada dilokasi itu.
" Tidak ada jual beli tanah didaerah itu. KAN hanya memberikan SK kepada warga yang ingin menggarap tanah disitu, dengan syarat tanah tersebut tidak ada yang memiliki atau menggarap," jelas Syaril.
Selanjutnya, KAN pun untuk mengeluarkan izin penggarapan tanah itu tidak semudah yang dibayangkan. Ada beberapa mekanisme yang harus dikerjakan, tambahnya.
Diantaranya, KAN akan melakukan pengecekan terlebih dahulu kelokasi untuk memastikan apakah lahan sudah ada yang memiliki atau masih kosong.
Kemudian, kalau lahan itu kosong baru KAN akan mengeluarkan surat keputusan (SK) untuk masyarakat yang dikehendaki untuk menjaga, melakukan penertiban terhadap tanah ulayat yang ada diwilayah KAN Koto Tangah.
"Kemudian masyarakat yang ditunjuk itu bisa memberikan izin penggarapan kepada masyarakat lain yang ingin mengagarap dengan membayar uang yang disebut sebagai pengganti "silih jarih" terang Syaril.
Dengan syarat, apabila tanah tersebut tidak dimanfaatkan selama enam bulan sejak terjadinya pergantian uang silih jarih oleh pihak penggarap. Tanah tersebut akan kembali ke KAN, tegas Penghulu itu.
Jadi kembali ditegaskannya bahwa tidak ada kegiatan jual beli tanah didaerah tersebut, karena tidak ada bukti surat jual beli seperti kwitansi. Yang ada hanya pergantian uang silih jarih, pungkasnya.
Hingga berita ini disiarkan, media masih dalam mengumpulkan data-data dan upaya konfirmasi pihak terkait lainnya.(cr)