Masudi: Retak Tidak Pengaruhi Kekuatan Struktur Jembatan, Diduga Proyek Dibawah Satker PJN Wil 1 Kerap Pakai Material Ilegal
Masudi melalui bidang Komunikasi Publik (Kompu) yang ada di lingkungan Satker PJN Wil 1 Sumbar tersebut mengatakan, kalau keretakan terjadi pada plat deck yang berfungsi sebagai bekisting.
Berita sebelumnya: Diduga Labrak Aturan dan Spesifikasi Teknis, Mahdiyal: Proyek Jembatan Salibawan Lagi-lagi Rapor Merah Kasatker PJN Wil 1 Sumbar
"Kerusakan berupa retak itu tidak mempengaruhi struktur kekuatan jembatan. Keretakan terjadi bukan pada struktur lantai jembatan, melainkan pada plat deck,"jelas Masudi lewat Kompu pada Jum'at(23/2/2024) via WhatsApp 0821-7073-5xxx.
Terkait material batu yang diduga Ilegal karena tidak memiliki izin, masih lewat Kompunya, Masudi mengatakan material yang dimaksud tidak ilegal karena dipasok dari quarry yang memiliki izin.
Namun sayangnya Masudi tidak serta merta menjelaskan nama perusahaan yang katanya sudah memiliki izin quarry dimaksud.
Penggunaan material ilegal pada proyek negara yang dikelola Satker PJN Wil 1 Sumbar, sepertinya sudah hal biasa menjadi konsumsi publik. Selain pembangunan jembatan Salibawan, ditahun yang sama hal serupa diduga juga pernah terjadi.
Baca juga : Proyek Penanganan Longsor BPJN Sumbar oleh PT. Pasindo Diduga Tidak Sesuai Speks Teknis dan Labrak Aturan
Penggunaan material batu ilegal diduga juga terjadi pada pekerjaan bronjong penanganan longsor batas Kota Padang Panjang-Sicincin. Bronjong tersebut dikerjakan PT.Pasindo Prima Kreasi sebesar Rp 2.868.104.500 dan masih dibawah pengawasan PPK 1.1, Satker PJN Wil 1 Sumbar.
Tidak bisa menyebutkan nama perusahaan pemegang izin quarry, tetapi Masudi mampu mengatakan material tersebut tidak ilegal, itu sama juga bohong, kata Mahdiyal Hasan SH pada hari yang sama menanggapi hal itu.
"Seharusnya Masudi saat menjelaskan kalau material itu tidak ilegal disertakan dengan nama perusahaan pemegang izin. Jadi apa yang dikatakannya sesuai dengan kebenaran yang ada,"cecar Mahdiyal.
Dijelaskannya, penggunaan material ilegal, apalagi pada proyek negara sangat bertentangan dengan Undang - Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 04 Tahun 2009 tentang Pertambangan, Mineral dan Batu Bara (Minerba).
"Bahkan, berdasarkan UU nomor 4 Tahun 2009 dalam Pasal 161 itu sudah diatur bahwa yang dipidana adalah setiap orang yang menampung atau pembeli, pengangkutan, pengolahan, dan lain lain. Bagi yang melanggar, maka pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar," tegasnya.
Selain itu, lanjut Mahdiyal, untuk masyarakat yang memiliki usaha galian C, harus memiliki izin usaha sesuai dengan UU nomor 4 tahun 2009, tentang Minerba, serta PP nomor 23 tahun 2010 tentang, pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan Minerba, UU nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi.
Apabila ada indikasi suatu proyek negara menggunakan material dari penambangan tidak berizin, maka kontraktornya beserta pihak instansi juga bisa dipidana, tegasnya lagi.
Jika di negara ini hukum masih berlaku bagi semua kalangan, maka sudah sepatutnya Aparat Penegak Hukum untuk melakukan penyelidikan dan penindakan terhadap terduga pelaku pengguna material ilegal ini, pungkasnya.
Media masih upaya mengumpulkan data-data serta konfirmasi pihak-pihak terkait lain sampai berita ini ditayangkan.(cr/tim)