ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN IKN DI BIDANG POLITIK
MR.COM, PASBAR - Presiden Joko Widodo telah membuat suatu kebijakan untuk memindahkan ibukota negara dari Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta ke Kalimantan Timur, tentu kebijakan ini mempunyai pengaruh terhadap bidang IPOLEKSOSBUDHANKAM ( Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya, Pertahanan dan Keamanan ) dan hal ini telah disampaikan pada konferensi pers di istana negara pada tanggal 26 Agustus 2019.
IKN diharapkan dapat menjadi jawaban untuk masalah yang sedang terjadi di DKI Jakarta, yaitu penduduk yang tidak merata dan terjadinya kesenjangan ekonomi serta tidak merata nya pembangunan diluar pulau Jawa. Pemindahan ibukota negara yang bertemakan “Membangun Kualitas Kehidupan Sosial Dan Budaya“ tentu akan memiliki pengaruh yang besar terhadap ekonomi, struktur masyarakat, cara hidup, serta kebudayaan masyarakat.
Lalu, Apa Dampak dari pemindahan ibukota negara di bidang Politik?
Kebijakan Pemindahan Ibukota Negara tidak hanya berimplikasi pada aspek keuangan saja, tetapi kebijakan tersebut juga berpengaruh terhadap politik dan ketatanegaraan. Dalam Undang Undang Dasar 1945 terdapat dua pasal yang membahas tentang ibukota negara.
1. Pasal 2 ayat (2) UUD 1945 menyebutkan: Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di Ibukota Negara.
2. Pasal 23G ayat (1) yang menegaskan Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di Ibukota Negara, dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.
Lembaga lembaga negara sebagai pemegang kekuasaan harus tunduk terhadap undang undang tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) harus melaksanakan sidang di ibukota yang baru. Demikian juga dengan beberapa lembaga lain seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Peta Politik dan kekuasaan akan mengalami perubahan yang sangat signifikan, oleh karena itu kebijakan mengenai pemindahan ibukota negara ini tidak bisa diputuskan sendiri oleh lembaga eksekutif/pemerintah.
Pemindahan ibukota negara haruslah diputuskan bersama sama oleh Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemindahan ibukota negara harus diatur dalam sebuah prodak politik yaitu Undang Undang.
Lalu terdapat implikasi politik yang lain, yaitu mengenai status “khusus” yang disandang oleh Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Pasal 227 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pemeritahan Daerah menyebutkan bahwa:
1) Khusus untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta karena kedudukannya sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia, diatur dengan undang-undang tersendiri.
2) Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara berstatus sebagai daerah otonom, dan dalam wilayah administrasi tersebut tidak dibentuk daerah yang berstatus otonom.
Pasal inilah yang menjadi rujukan awal dikhususkannya atau dikecualikannya DKI Jakarta dibanding daerah lain. Status itu telah memberikan sejumlah kekhususan kepada Jakarta dalam pengelolaan kekuasaan pemerintahan dibandingkan daerah.
Contohnya adalah Daerah Khusus Ibukota Jakarta tidak memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Walikota ditunjuk langsung oleh Gubernur yang sedang menjabat, bukan dipilih oleh rakyat. Jika seluruh kelembagaan negara berpindah ke ibukota yang baru, maka dapat disimpulkan bahwa Kota Jakarta tidak lagi menyandang status “khusus” dan menyandang status yang sama dengan daerah daerah lain.
Maka Kota Jakarta harus tunduk pada Undang Undang Pemerintahan Daerah yaitu Pasal 18 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945:
(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota, yang tiap tiap provinsi, kabupaten dan Kota itu mempunyai pemerintahan yang diatur dengan Undang-Undang.
(2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
(3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
(4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
Dan Undang Undang tentang Daerah Khusus Ibukota Jakarta juga harus direvisi, dan segala kekhususannya juga harus direvisi, misalnya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah juga harus segera dibentuk dan Walikota juga akan dipilih langsung oleh masyarakat Kota Jakarta. Ketika Ibukota Negara berpindah maka akan membuka kemungkinan terjadi perubahan peta politik dan kekuasaan di Kota Jakarta karena ditiap daerah baik Kabupaten maupun Kotamadyanya akan bergeliat menuntut otonomi sama dengan daerah-daerah lain di Indonesia yang selanjutnya akan berdampak terhadap peta politik kekuassaan terutama pada kekuasaan Eksekutif maupun Legislatif.
Namun kita juga dapat menemukan pandangan lain dari seorang pakar hukum tata negara yaitu Refly Harun, ia mengatakan bahwa terjadinya perpindahan ibukota negara tidak otomatis mengubah status kekhususan Kota Jakarta. Keputusan tersebut juga tergantung pada pilihan pilihan politik dan pembentukan undang undang. Tidak menutup kemungkinan bahwa Kota Jakarta tetap menyandang status kekhususan dalam bentuk yang lain/berbeda, hal ini menyangkut alasan alasan historis sebagai daerah bekas ibukota Batavia.
Refly Harun merujuk pada Undang Undang pasal 18B ayat 1 UUD 1945 dimana Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Sehingga selama memiliki status khusus atau istimewa berdasarkan Undang-Undang, secara konstitusional Jakarta bisajadi tidak akan mengalami banyak perubahan peta politik dalam pengelolaan Pemerintahan Daerah.Membandingkan dengan keistimewaan Yogyakarta dan Aceh karena pertimbangan sejarahnya, Jakarta layak tetap menyandang atus khusus atau istimewa sebagai bekas Ibukota Negara pada masa Indonesia merdeka maupun pada masa Indonesia dijajah oleh Belanda.
Namun demikian Refly sepakat bahwa lembaga-lembaga yang menjadi simbol negara memang harus berada di Ibukota Negara dimanapun lokasinya. Pemindahan bisa dilakukan bertahap sesuai pembahasan Pemerintah dengan DPR dan yang harus pindah dulu MPR, DPR, dan DPD, karena diatur dalam pasal-pasal konstitusi.
Kesimpulan dari tulisan saya adalah Pemindahan Ibukota Negara memiliki dampak atau pengaruh yang besar di banyak aspek, termasuk politik. Karena akan mengakibatkan terjadinya perubahan besar terhadap peta politik dan kekuasaan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Dan tentu kebijakan harus dapat dianalisis dengan baik oleh pemerintah pusat karena menyangkut tentang dimana pemerintahan negara Indonesia akan dijalankan, serta apa efek yang akan ditimbulkan di masa depan jika ibukota negara dipindahkan. Apapun bentuk kebijakannya semoga dapat membawa Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sangat kita cintai ini ke arah yang lebih baik.
Penulis :N
NAMA : M Rakha Ichlasul Maula
NIM : 2310832017 Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Andalas