Penggunaan Material Ilegal Untuk Pembangunan Infrastruktur di Sumbar diduga Sudah Merajalela
MR.com, Sumbar| Perusahaan konstruksi maupun perorangan yang membeli meterial tambang galian C ilegal dapat dipidana sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Bukan hanya itu, pihak instansi terkait pun bisa terjerat hukum, apabila terbukti secara sengaja membiarkan mitra kerja mereka melakukan hal tersebut.
Namun, untuk berurusan dengan penegak hukum bagi mereka yang melakukan, sepertinya sudah tidak lagi menjadi hal yang menakutkan. Faktanya, masih banyak proyek-proyek strategis negara menggunakan material yang dibeli dari quarry dicurigai tidak memiliki izin usaha pertambangan (IUP) lengkap (ilegal).
"Membeli material seperti batu, pasir, tanah clay, dan jenis lainnya dari tambang ilegal adalah merupakan perbuatan melawan hukum. Karena itu sama halnya dengan membeli barang curian, siapa yang membeli barang curian bisa dikenakan dengan pasal sebagai penadah barang curian," kata Yatun,SH., pada Ahad (24/9/2023) di Padang.
Namun sayangnya perbuatan melawan hukum itu sepertinya bukan sesuatu yang menakutkan lagi bagi sekelompok oknum tertentu. Intinya, asal sama-sama menuai keuntungan, hukum pun rela dikesampingkan, ujarnya.
Dijelaskan Yatun, sesuai dengan pasal 480 KUHP, barang yang dibeli atau disewa dari hasil kejahatan, itu dapat dipidana dengan tuduhan penadah barang ilegal.
"Kalau pihak instansi pengelola proyek negara mengetahui dan mereka pun membiarkannya, ada dugaan telah terjadi persekongkolan dalam menggunakan barang ilegal tersebut,"tegasnya.
Advokat yang terkenal tegas itu menuturkan, jika ada indikasi suatu proyek pembangunan menggunakan material dari penambangan (quarry) ilegal, tetapi berjalan lancar tanpa tersentuh penegak hukum, dapat dicurigai ada indikasi kongkalingkong terhadap pelaksanaan proyek tersebut.
Sebab, tidak tertutup kemungkinan ada oknum penegak hukum atau oknum lainya yang ikut terlibat didalam kegiatan ilegal itu, ungkap Yantun.
Menurutnya, ini menjadi persoalan krusial yang tengah menerpa pembangunan di Sumbar, baik dibidang Sumber Daya Air (SDA) ataupun Bina Marga, yang menggunakan anggaran APBN pusat maupun APBD daerah.
Berdasarkan UU No 4 tahun 2009, dalam pasal 161, diuraikannya, bahwa yang dipidana adalah setiap orang yang menampung atau pembeli, pengangkutan, pengolahan dan lainnya. Bagi yang melanggar maka dipidana paling lama 10 tahun, denda 100 miliar.
Ia menilai, pembangunan yang sekarang ini berjalan dengan memakai material ilegal terkesan sudah merajalela. Penegak hukum seakan telah kehilangan marwahnya. Ada apa dibalik semua itu..?, tuturnya.
Sementara undang-undang jasa kontruksi nomor 2 tahun 2017 mengatakan bahwa setiap pekerjaan kontruksi harus menggunakan material yang didatangkan dari Quarry galian C yang memiliki IUP lengkap.
Tidak hanya pelaku atau pengelola tambang (tanpa izin resmi-red.) saja yang bisa dipidana. Pembeli yang membeli hasil tambang itu juga bisa dijerat hukum sebagai tersangka penampung barang Ilegal (penadah), tegasnya lagi.
Ia berharap, praktek-praktek yang melanggar undang-undang tidak lagi terpelihara di bumi Sumatera Barat ini. Karena itu dia mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) agar mengambil langkah hukum untuk menindak para kontraktor yang menggunakan material ilegal untuk pembangunan infrastruktur di Sumbar.
"Negara kita ini, negara hukum. Artinya, bagi siapapun yang telah melanggar undang-undang, mestinya APH segera bertindak tanpa pandang bulu, institusi, jabatan dan karena hal lainnya," pungkas Yatun.
Hingga berita ditayangkan, media masih upaya konfirmasi pihak-pihak terkait lainnya.(cr/tim)