Proyek Tanggap Darurat BWSS V Padang Jadi Sorotan, Mahdiyal: Rajut Kecurigaan Publik Pelaksanaan Sarat KKN
MR.com, Padang| Pelaksanaan proyek tanggap darurat Tarantang, Kecamatan Lubuk Kilangan, Kota Padang oleh Satker OP SDA, BWS Sumatera V Padang menuai sorotan berbagai kalangan. Ada yang mengatakan kalau proyek tersebut sangat berpotensi menjadi ladang korupsi bagi oknum-oknum tertentu.
"Timbul kecurigaan masyarakat adanya indikasi korupsi pada proyek tanggap darurat yang berlokasi di aliran sungai Tarantang, bukan tanpa alasan ," ujar Mahdiyal Hasan,SH pada Rabu(20/9/2023) di Padang.
Diduga, tidak transparan terhadap seluruh informasi, bekerja disinyalir tidak sesuai aturan, terindikasi secara sengaja mengabaikan UU tentang K3, menggunakan material setempat yang IUP nya juga diragukan, merajut kecurigaan publik kalau proyek tersebut sarat KKN, ujar Aktivis Anti Korupsi Sumatera Barat itu.
Baca berita sebelumnya: Proyek Tanggap Darurat BWSS V Padang Diduga Labrak Aturan, Kasatker Ida: Kami Akan Cek Dulu
Walaupun sifatnya tanggap darurat, namun anggaran yang digunakan masih bersumber dari uang negara. Artinya, masih ada hal yang harus dipertanggungjawabkan kepada negara dan masyarakat, lanjut Mahdiyal.
"Sepatutnya, pelaksanaan pekerjaan mesti tetap harus mengacu pada aturan dan segala ketentuannya, baik secara undang-undang atau secara spesifikasi teknisnya,"tegasnya.
Menurut Mahdiyal, potensi korupsi tidak hanya pada saat fase bencana terjadi, tetapi juga sebelum dan sesudahnya. Jadi ada tiga titik rawan yang harus diwaspadai. Pertama, fase prabencana.
"Pada fase ini, sasaran korupsi adalah proyek pengadaan atau pelatihan terkait dengan mitigasi bencana," ujar Alumni Fakultas Hukum Unand itu.
Kedua, lanjut Mahdiyal, fase saat bencana tengah terjadi atau fase tanggap darurat. Pada fase ini, menurutnya, fase yang paling rawan, karena proyek atau kegiatan dilakukan di tengah kesibukan membantu korban bencana.
"Pengadaan-pengadaan harus dilakukan secara cepat dan masif. Pola-pola korupsi seperti penggelembungan (mark-up) harga dan manipulasi penerima bantuan mudah untuk dilakukan,"papar Mahdiyal.
Mahdiyal masih menguraikan, ketiga, pascabencana atau fase rehabilitasi. Pada fase ini pun, kata Mahdiyal, potensi korupsi sangat besar. Sebab, melibatkan uang yang begitu banyak, terutama untuk kegiatan rehabilitasi atau pembangunan fasilitas umum, tidak terkecuali bisa saja terjadi diproyek Ditjen SDA ini.
Selain suap seperti dalam kasus yang pernah melibatkan pejabat di Kementerian PUPR, modus korupsi lainnya adalah mark up, pembangunan fiktif, atau pengurangan spesifikasi.
"Potensi korupsi tidak hanya pada saat fase bencana terjadi, tetapi juga sebelum dan sesudahnya.," ujarnya
Kemudian menurut Advokat muda itu, minimnya pengawasan merupakan penyebab utama yang membuat bantuan terkait bencana begitu rentan diselewengkan.
"Apalagi banyak yang meyakini bahwa tidak akan ada orang yang tega dan berani mencari keuntungan dari bencana. Kondisi tersebut ditambah informasi mengenai bantuan bencana yang cenderung tertutup,"ungkapnya lagi.
Selain pengawasan, faktor lain adalah keleluasaan bagi pemerintah melakukan penunjukan langsung dalam pengadaan bantuan, khususnya pada fase tanggap darurat, ulas Mahdiyal.
Mekanisme ini bisa dengan cepat merespons kebutuhan korban jika dibandingkan proses tender, tetapi sangat rawan penyelewengan. "Tanpa ada pengawasan, kolusi dalam penentuan pemenang, mark up harga, ataupun manipulasi distribusi bantuan sangat mungkin terjadi,".
"Jadi, sangat jelas, korupsi memperburuk dampak bencana dan memperberat derita para korban. Praktik tercela itu menjadi biang keladi atas kegagalan upaya meminimalkan kerusakan dan jumlah korban. Termasuk menghambat proses rehabilitasi pascabencana, terutama dalam pembangunan fasilitas umum, tandasnya.
Masyarakat berharap ini, kecurangan seperti itu tidak terjadi pada proyek tanggap darurat yang sedang dilakukan BWS Sumatera V Padang ini saat ini melalui Satker OP SDA, pungkasnya.
Sementara, Dian Almakruf sebagai Kepala BWS Sumatera V Padang, hingga berita ini ditayangkan disinyalir masih enggan memberikan penjelasannya. Demikian juga Ida, selaku Kepala Satker OP SDA yang baru menjabat juga belum bisa memberikan keterangan.
Media masih menunggu dan upaya konfirmasi pihak-pihak terkait lainnya hingga berita ini ditayangkan.(cr)