Pelaku PETI Pasbar Terancam Hukuman 15 Tahun Penjara
MR.COM, PASBAR - Tim gabungan Polres Pasaman Barat (Pasbar), Polda Sumatera Barat (Sumbar) amankan tiga (3) pelaku penambang emas tanpa izin (PETI) yang dilakukan di kawasan hutan yang berada di Lubuk Baka, Nagari Muaro Kiawai, Kecamatan Gunung Tuleh, Kabupaten Pasbar, Sabtu (29/07).
Hal tersebut disampaikan oleh Kapolres Pasbar AKBP Agung Basuki melalui Wakapolresnya Kompol Chairul Amri Nasution pada kegiatan press release di halaman Polres Pasbar yang didampingi Kasi Humas AKP Rosminarti dan Kanit Tipidter Sat Reskrim Aipda Ilva Yanarida.
Penangkapan ketiga pelaku PETI ini merupakan bentuk komitmen dan keseriusan Polri dalam hal ini Polres Pasbar dalam memberantas segala bentuk aktivitas PETI di wilayah hukum Polres Pasbar.
“Perintah ini langsung dari Kapolri yang diteruskan langsung ke Kapolda Sumbar Irjen Pol Suharyono sebagai bentuk komitmen dan keseriusan kami Polres Pasaman Barat dalam memberantas segala bentuk aktivitas penambangan emas tanpa izin di wilayah hukum Polres Pasaman Barat,” ujar Wakapolres.
Dihadapan puluhan wartawan yang hadir, Kompol Chairul Amri kembali menjelaskan, ketiga pelaku masing berinisial API (29) warga Provinsi Jambi, inisial AS (34) warga Kabupaten Pasaman Barat dan NS (36) warga Kabupaten Dharmasraya ini diamankan pada hari Sabtu (29/07) sekira pukul 03.00 Wib pada saat sedang melakukan aktivitas penambangan emas tanpa izin dengan menggunakan excavator atau alat berat.
“Pada hari Jumat kami mendapatakan informasi dari masyarakat bahwa di lokasi kawasan hutan di Lubuk Baka Nagari Muaro Kiawai, Kecamatan Gunung Tuleh terkait adanya aktivitas penambangan emas tanpa izin menggunakan excavator atau alat berat,” ujar Wakapolres.
Menanggapi laporan masyarakat tersebut, pada hari Jumat (28/07) pukul 23.30 Wib, Kapolres Pasbar memerintahkan Kasat Reskrim AKP Fahrel Haris bersama personel lainnya untuk mengecek kebenaran informasi tersebut, benar saja, dilokasi tersebut, petugas menemukan aktivitas PETI menggunakan excavator atau alat berat.
Selain itu, Polres Pasbar juga mengajak UPTD KPHL Pasaman Raya untuk mengambil titik koordinat lokasi penambangan emas tanpa izin yang masuk dalam kawasan hutan.
AKBP Agung Basuki yang langsung turun bersama tim gabungan, Sabtu (29/07) untuk membawa ketiga pelaku beserta barang bukti berupa satu unit alat berat Excavator Merk HITACHI PC 210 warna orange, satu buah pipa warna biru panjang 2 meter, dua buah dulang yang terbuat dari kayu, tiga lembar karpet warna hijau yang terbuat dari plastic, satu buah timbangan emas warna hitam merk CHQ, Pasir bekas penyaringan box ke Polres Pasaman Barat.
Wakapolres menerangkan, ketiga pelaku ini memiliki peran yang berbeda, pelaku API sebagai operator excavator, sedangkan pelaku AS dan NS merupakan pekerja box, selain itu, kita masih mengejar dua pelaku lainnya yaitu JB (45) yang berperan sebagai orang menyuruh melakukan penambangan sekaligus pemodal dan AD (26) yang berperan sebagai koordinator lapangan.
“Kita sudah terbitkan daftar pencarian orang (DPO) terhadap kedua pelaku yang sudah kita kantongi identitasnya ini, harapannya kedua pelaku ini segera menyerahkan diri atau kami akan lakukan tindakan tegas,” ungkap Wakapolres.
Saat ini ketiga pelaku sudah berada di Polres Pasbar untuk proses hukum selanjutnya, unit Tipidter Polres Pasaman Barat yang menyidiki perkara ini menjerat ketiga pelaku dengan Pasal 158 Jo Pasal 35 Undang-undang RI Nomor 3 tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral batubara dan atau Pasal 89 Ayat (1) huruf a dan b Jo Pasal 17 Ayat (1) huruf a dan b Undang-undang RI Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan sebagaimana telah diubah dalam pasal 37 angka 5 ayat (1) huruf a dan b Jo Pasal 39 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dengan ancaman hukuman pidana penjara maksimal 15 tahun serta pidana denda paling banyak Rp. 10 Milyar. (DDR)