"Manusia gurun" pendiri Universitas Pertama di Dunia
Opini
Oleh. Andi Sriwahyuni,S.Pd (Pemerhati Pendidikan)
MR.com| Universitas adalah institusi pendidikan tinggi yang didalamnya dicetak para intelektual dengan kapabilitas mumpuni dibidangnya masing-masing. Di tempat ini diharapkan akan lahir ilmuwan-ilmuwan cerdas yang membawa perubahan dari kerusakan peradaban menjadi peradaban yang gemilang.
Namun, miris para cendekiawan hari ini justru tidak terlihat sebagai pembawa perubahan melainkan menjadi pemicu konflik di tengah-tengah masyarakat.
Guru Besar ITK Balikpapan, Prof Ir Budi Santoso Purwokartiko viral di sosial media karena postingan status di akun Facebook miliknya.
Tulisan tersebut menuai berbagai kecaman dari netizen lantaran dianggap mengandung unsur SARA. "Jadi 12 mahasiswi yang saya wawancarai, tidak satupun menutup kepala ala manusia gurun. Otaknya benar-benar open minded. Mereka mencari Tuhan ke negara-negara maju seperti Korea, Eropa Barat, dan US. Bukan ke negara yang orang-orangnya pandai bercerita tanpa karya dan teknologi."
Perkataannya dinilai sangat merendahkan kehormatan identitas kaum Muslimah karena hijab merupakan syariat Islam apatahlagi hukum mengenakannya adalah wajib.
Dengan sigap menanggapi postingan Prof Budi Santoso yang dianggap merendahkan syariat agama Islam dan mencerminkan perbuatan rasis dan xenofobia, Pengurus Wilayah (PW) Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Kaltimtara telah mempolisikannya di SPKT Polda Kaltim (Detik Sulsel, 6/5/22).
Dipihak yang sama dengan opini umum, Mantan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Prof Dr Suteki juga mengatakan bahwa pendapat tersebut merupakan penistaan agama (Suara.com,12/5/22).
Postingan Prof Budi Santoso secara tidak langsung mengatakan bahwa mahasiswa yang diseleksi untuk lulus beasiswa LPDP lebih baik daripada mahasiswa yang suka demo dan menggunakan kata-kata langit serta menutup kepala ala manusia gurun.
Opini yang bermakna membanding-bandingkan tersebut apalagi menyinggung agama tertentu tak selayaknya keluar dari lisan seorang Profesor yang seharusnya menjadi teladan dengan posisinya sebagai pendidik.
Namun, melihat sistem hari ini yang diimplementasikan yakni sekuler (pemisahan agama dari kehidupan), pendapat tersebut merupakan hal yang dianggap biasa. Di Indonesia, sekuler termasuk di dalamnya demokrasi adalah paham yang digunakan untuk mengatur kehidupan rakyatnya.
Salah satu nilai yang paling diagungkan dalam demokrasi adalah kebebasan berpendapat. Sehingga, bentuk opini apapun yang dikeluarkan seseorang tak menjadi sesuatu yang bermasalah terlebih jika memicu konflik dengan agama Islam.
Sedangkan, pendapat yang dianggap mengancam eksistensi penguasa/negara yang berpaham sekuler membuat para aparat yang memiliki wewenang dalam hukum segera bertindak untuk membungkam lisan para intelektual kritis. Potensi Cendekiawan Muslim Mahasiswa/para intelektual muslim memiliki potensi besar dalam mewujudkan kembali peradaban Islam di dunia.
Dengan kebangkitan Islam, maka segala problematika ummat mampu teratasi. Tidak hanya dalam persoalan perlindungan manusia dari diskriminasi namun menyelesaikan segala aspek yang terkait dengan konflik kehidupan baik menyangkut pertikaian akibat perbedaan agama,suku dan ras, ketidakmerataan pendidikan, tingginya kemiskinan, buruknya kesehatan, resesi ekonomi, dan sebagainya.
Lantas, bagaimanakah upaya yang ditempuh oleh intelektual muslim untuk menghilangkan keterpurukan ummat?
Dalam kondisi saat ini, berbagai upaya telah dilakukan intelektual muslim salah satunya ialah bersungguh-sungguh untuk menuntut ilmu baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Dengan harapan, ilmu yang dimiliki mampu memberikan sumbangsih besar terhadap bangsa dan negara. Mereka memiliki tingkat percaya diri yang tinggi dan semangat pantang menyerah walaupun tak sedikit latar belakang mereka dari keluarga yang kurang mampu.
Namun, dengan kegigihannya diantara mereka ada yang menuntut ilmu tanpa biaya atau mendapatkan beasiswa, seperti yang disediakan oleh LPDP.
Universitas terbaik di negeri-negeri maju menjadi tempat studi idaman para pelajar. Mereka berharap dengan fasilitas modern nan canggih yang didapatkan bisa memberikan kontribusi besar bagi negeri ini.
Tapi, apakah ilmuwan muslim yang seperti ini sudah benar-benar berkontribusi demi ketinggian sebuah peradaban? Sedangkan, disisi lain mereka tak berani mengkritisi kebijakan-kebijakan para penguasa diktator? Bukankah ilmuwan adalah ujung tombak perubahan?
Intelektual mengecap pendidikan tinggi harusnya mampu menalar adanya kerusakan, punya strategi atau keberanian melakukan perubahan.
Akan tetapi, hari ini pendidikan sekuler menjadikan pelajar terkotak-kotak dengan bidangnya masing-masing. Sehingga, dianggap aneh jika ada yang ahli kesehatan/pun lainnya berbicara agamanya. Mereka mengidap penyakit islamophobia dan menganggap agama sebagai penghalang kemajuan suatu bangsa dan negara. Dalam sebuah dalil dikatakan, "jika kau mau menguasai dunia maka belajarlah agama" .
Terbukti, Islam pernah menguasai dua per tiga dunia selama 1.400 tahun. Institusi itu bernama Daulah Khilafah yang mampu menyatukan seluruh kaum muslim di seluruh dunia dengan pemimpinnya disebut Khalifah. Dalam Daulah Islam, pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap ummat yang hidup dibawah naungannya.
Sehingga, negara memiliki andil yang besar agar ummat bisa mengakses pendidikan secara gratis dan berkualitas. Prestasi Unggul "Manusia Gurun". Dalam Daulah Islam pulalah, lahir para cendekiawan yang unggul dan berprestasi. Salah satunya ialah Fatimah Al Fihri. Beliau menjadi pendiri Universitas al-Qarawiyyin.
Beliaulah permata mahkota dan simbol kuat aspirasi perempuan serta pemimpin kreatif dalam sejarah muslim.
Universitas tersebut didirikan pada tahun 859 (100 tahun sebelum pendirian Al Azhar di Kairo, Mesir). Letaknya berada di Medina Tua Fez, Maroko. Fakta ini diakui oleh Guinness Boom of World Records sebagai lembaga tertua di dunia yang beroperasi sebagai universitas pemberi gelar akademik.
Dan masih banyak lagi para ilmuwan muslimah cerdas lainnya seperti Aisyah binti Abu Bakar ra (Periwayat hadis terbanyak), Maryam Al Ijlia Al-Asturlabi (Astronom Perempuan), Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad, dan Maryam.
Urgentnya Kekuasaan Islam
Para intelektual muslim seharusnya menyadari bahwa negeri yang mayoritas memeluk agama Islam ini tidak akan bisa bangkit dari segala keterpurukan tatkala agama masih dipisahkan dari kehidupan.
Dalam penerapannya, saat ini agama Islam hanya sebatas ritual peribadatan tanpa menjadi aturan dalam bernegara. Padahal, Imam Syafi'i mengatakan bahwa agama Islam ibarat pondasi dan kekuasaan negara adalah penjaga. Apapun yang tidak ada pondasinya akan runtuh dan apapun yang tidak ada penjaganya akan hilang.
Sehingga, para intelektual muslim sudah sepatutnya memiliki ambisi yang besar untuk melibatkan diri dalam perjuangan untuk mengembalikan kembali kekuasaan Islam dengan mengikuti metode dakwah Rasulullah SAW tanpa takut dengan musuh-musuh Islam.
"Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara api" (HR.Tirmidzi). Wallahu a'lam bis shawab.