Polemik "Jilbab Padang" Mencuat, Islamophobia Kian Menguat
Opini
Oleh : Teti Ummu Alif
(Pemerhati Masalah Sosial)
Mitra Rakyta.com
Di tengah problematika bangsa yang tak kunjung bertepi, masyarakat kembali di hebohkan dengan kasus dugaan "pemaksaan" penggunaan jilbab bagi siswi nonmuslim yang bernama Jeni Cahyani Hia. Polemik itu awalnya mencuat setelah viral video adu argumen antara orang tua siswi nonmuslim di SMK Negeri 2 Padang, Elianu Hia yang menilai putrinya diharuskan berjilbab saat ke sekolah (Suara Sumbar.id 21/01/2021).
Seketika itu pula isu ini menjadi perbincangan hangat di tanah air. Seolah mengubur semua isu besar. Terutama kasus korupsi yang kian menggurita. Juga, Banjir besar di Kalsel akibat eksploitasi alam secara serampangan. Belum lagi sejumlah kegagalan pemerintah dalam menangani pandemi. Dimana kematian nakes tertinggi se Asia. Namun, semua itu seakan terlupakan dalam sekejap.
Banyak pihak yang mengecam tindakan tersebut karena dianggap intoleransi. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim memerintahkan pemerintah daerah setempat memberi sanksi kepada pihak yang terlibat dalam kasus aturan siswi diwajibkan memakai jilbab di SMK Negeri 2 Padang, Sumatera Barat (CNNindonesia.com 24/01).
Tak ketinggalan, Aktivis dari Komunitas Pembela HAM Sumbar Wendra Rona Putra turut bersuara. Ia mengatakan bahwa masalah itu tak lepas dari Instruksi Wali Kota Padang Nomor 451.442/BINSOS-III/2005. Menurutnya, instruksi itu bermasalah jika diterapkan kepada siswi nonmuslim karena tak sesuai syariat agama dan UUD 1945 yang menjamin kemerdekaan hak beragama bagi setiap orang (CNNindonesia.com 27/01).
Disisi lain, Kepala sekolah SMK 2 padang Rusmandi mengaku tak pernah ada aturan yang menyatakan siswi nonmuslim wajib menggunakan jilbab ke sekolah. Dia menyebut pihak sekolah tak pernah memaksa siswi nonmuslim menggunakan jilbab ke sekolah. Aturan tersebut lebih berupa saran, bukan kewajiban. Olehnya Rusmandi siap di pecat jika terbukti ada pelanggaran terkait polemik tersebut (Suara.com 25/01).
Senada dengan hal itu, mantan Wali Kota Padang Fauzi Bahar mengatakan aturan yang mewajibkan siswi di sekolah negeri berpakaian muslimah bukan hal baru. Wali kota yang pernah menjabat dua periode itu, mengklaim bahwa aturan tersebut dibuat justru untuk melindungi kaum perempuan dari potensi kejahatan seksual. Bahkan, kebijakan itu sudah berlaku selama 15 tahun. Mengapa baru sekarang diributkan? (detikcom. 23/01)
Jika dicermati, kejadian di atas bukanlah tirani mayoritas atas minoritas. Sebab, terdapat sejumlah kasus serupa yang korbannya justru umat muslim. Di antaranya, pelarangan penggunaan jilbab bagi siswi muslim dihampir seluruh kota di Bali (Republika.com 21/02/2014). Kemudian ada juga pelarangan jilbab bagi pelajar di Wanokwari yang terjadi pada 2019. Dan masih banyak lagi yang terjadi di daerah lain. Hanya saja, kasusnya tak seheboh saat ini. Semua kalangan seolah diam seribu bahasa. Karena korbannya adalah umat islam. Berbeda halnya, jika korbannya adalah nonmuslim dan kaum minoritas. Seluruh elemen bangsa satu suara langsung menuding intoleran, melanggar HAM, dan merusak kebhinekaan. itulah fakta miris di alam Sekularisme saat ini. Dimana agama dipinggirkan dan di minimalisir sebatas ritual semata.
Sebenarnya, kejadian di atas hanyalah masalah kesalahpahaman yang tak perlu di besar-besarkan. Masih banyak persoalan yang jauh lebih penting dalam dunia pendidikan kita saat ini. Pembelajaran daring selama pandemi merupakan salah satu problem yang masih menunggu untuk dituntaskan oleh Kemendikbud dan jajarannya. Belum lagi masalah seks bebas di kalangan pelajar yang kian merajalela.Sudah semestinya para pemangku kebijakan membenahi dan mengevaluasi sistem pendidikan yang berlaku selama ini.
Dengan demikian, jelas bahwa isu jilbab padang sengaja di hembuskan untuk memojokkan islam dan kaum muslim. Para pengidap islamophobia akut terus bersuara lantang merusak simbol dan ajaran islam.
Polemik Jilbab tak akan terjadi, jika negeri ini di atur dengan syariat dari Sang Pencipta semesta. Sebab, Islam secara tegas telah menetapkan batas-batas penutupan aurat bagi laki-laki dan perempuan. Islam mewajibkan kaum lelaki menutup auratnya dengan pakaian yang sopan, diutamakan dari pusar hingga lutut, sedangkan bagi wanita, diwajibkan menutup seluruh anggota badannya, kecuali wajah dan telapak tangannya. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Quran surat Al Ahzab ayat 59: yang artinya "Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu'min: 'Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.' Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".
Selain itu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga bersabda mengenai batasan aurat wanita. Berdasarkan hadist Abu Daud, dari 'Aisyah radhiallahu'anha, beliau berkata, Artinya: Asma' binti Abu Bakar pernah menemui Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dengan memakai pakaian yang tipis. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun berpaling darinya dan bersabda, 'Wahai Asma, sesungguhnya seorang wanita itu jika sudah haidh (sudah baligh), tidak boleh terlihat dari dirinya kecuali ini dan ini', beliau menunjuk wajahnya dan kedua telapak tangannya.
Sedangkan pakaian untuk wanita nonmuslim yang hidup dibawah naungan daulah, maka islam memberikan dua batasan. Pertama, menurut agama mereka. Jadi diperkenankan untuk mereka pakaian sesuai agama mereka. pakaian agamawan mereka dan agamawati mereka, yakni pakaian rahib dan pendeta juga pakaian rahib wanita. Ini adalah pakaian yang disetujui dalam agama mereka. Maka laki-laki dan wanita mereka boleh mengenakan pakaian ini. Kedua, batasan yang diperbolehkan oleh hukum-hukum syara’. Yaitu hukum-hukum kehidupan umum yang mencakup seluruh rakyat, baik Muslim maupun non Muslim, untuk laki-laki dan wanita. jadi dalam kehidupan umum misal: di pasar, di sekolah, di rumah sakit, di Mall dll maka wanita nonmuslim maka wajib menutup aurat dan tidak bertabarruj. Serta wajib mengenakan jilbab dan kerudung.
Adapun tentang fakta sejarah, maka sepanjang masa Khilafah, para wanita baik muslimah maupun nonmuslimah, mereka mengenakan jilbab, yakni pakaian yang luas di atas pakaian dalam dan mereka menutupi kepala mereka. Sungguh fakta gemilang yang tak terbantahkan. Senantiasa terukir indah dalam sejarah. Peradaban yang pernah berdiri kokoh berpuluh abad hingga menguasai 2/3 belahan dunia. Kapankah peradaban itu tegak kembali?
Wallahu a'lam bisshowwab.