Wajah Buruk Demokrasi
Opini
Oleh: Fatmawati
Pensiunan Guru
Mitra Rakyat.com
Manusia harus selalu berusaha dan berikhtiar. Namun jangan lupa Allah penentu segalanya. Tetap berpijak dengan aturan yang berlandaskan kebenaran dan kebaikan. Terlebih kita berada di sistem kapitalis saat ini harus memiliki keimanan yang kokoh dalam mempertahankan kebenaran.
Seperti halnya yang terjadi baru-baru ini yang dialami oleh Kepala Desa Cibiru Hilir Drs. H.M Yunus Hikam, yang membantah keras telah menerima uang pelicin dari PT Adyawinsa Telecommunication dan Electrical untuk memuluskan proyek pembangunan tiang fiber optik di wilayah desa Cibiru Hilir Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung Jawa Barat. (Zona Priangan.com, 29/7/2020)
Yunus mensinyalir ada pihak-pihak yang sengaja menyebarkan berita bohong untuk menjatuhkan dirinya. "Beredarnya surat berita acara penerimaan kompensasi pemasangan tiang fiber optik di wilayah Desa Cibiru Hilir. Di situ disebutkan saya bersama aparat dan kepala dusun (Kadus) menerima sejumlah uang kompensasi sebesar Rp5 juta," jelas Yunus kepada wartawan di kantor desa Cibiru Hilir.
Namun Yunus membantahnya dengan mengungkapkan, ada beberapa kejanggalan dari surat berita acara yang beredar. Seperti kop surat yang berbeda dengan kop surat resmi desa, tanda tangan kepala desa beserta Kadus yang dipalsukan dan stempel desa yang berbeda dengan stempel resmi yang dimiliki desa. Yunus mengaku pihaknya dan jajaran aparatur perangkat desa merasa sangat dirugikan dengan adanya surat berita acara tersebut.
Suatu hal yang wajar di alam sistem demokrasi kapitalis, kekuasaan menjadi sesuatu yang menggiurkan banyak orang. Terlebih iming-iming limpahan materi menjadi hal yang utama untuk dikejar pada sistem sekuler saat ini. Saling menjatuhkan lawan dengan menyebarkan berita hoax pun sudah menjadi hal yang lumrah seakan tidak berdosa.
Apapun akan dilakukan asal lawan yang dituju jatuh tersungkur dan hancur, sampai dia berhasil mendapatkan apa yang dia mau yaitu kekuasaan.
Praktik kotor yang dilakukan seolah-olah seperti sudah mengakar dalam diri orang yang melakukannya demi kekuasaan, demi uang, demi sanjungan dan lain-lain semua digapai demi tercapainya tujuan. Inilah wajah buruk demokrasi, buah dari diterapkannya sistem kapitalis sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan.
Sehingga merasa bebas melakukan apa saja tanpa ada kontrol dari agama terlebih bilamana negara yang menerapkan sistem buruk tersebut. Sehingga lengkaplah sudah kerusakan yang terjadi baik dari lini masyarakat paling bawah hingga para aparat pemerintahannya.
Berbeda dengan sistem Islam. Suatu jabatan adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat, sekecil apapun amanah itu akan ditanya oleh Allah di yaumul hisab.
Kepemimpinan dalam konteks bernegara adalah amanah untuk mengurus rakyat. Rasulullah saw bersabda:
"Imam (pemimpin) itu pengurus rakyatnya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus."( HR. Al Bukhari dan Ahmad)
Mengurusi kemaslahatan rakyat yang menjadi amanah seorang pemimpin harus sesuai dengan tuntunan Allah Swt dan Rasul-Nya.
Maka seorang pemimpin dalam Islam harus merujuk pada syariah Islam dalam mengurusi rakyatnya. Tidak diperkenankan seorang pemimpin yang sudah diberikan amanah jabatan, mengabaikan amanah yang diembannya.
Karena seyogyanya hal tersebut akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt. Kepemimpinan dalam Islam sudah dicontohkan oleh Rasulullah saw, yang berhasil menegakkan kekuasaan dengan mendirikan pemerintahan Islam (Daulah Islam) di Madinah.
Kemudian diteruskan oleh Khulafaur Rasyidin dengan sistem khilafahnya hingga berlanjut pada masa Khilafah Umayyah, Abbasiyah dan Ustmaniyyah kurang lebih 14 abad. Kekuasaan yang diemban selalu diorientasikan untuk menegakkan syariat Islam secara Kaffah.
Maka jelas, amanah mengurusi rakyat tidak boleh didasarkan pada aturan selain Islam seperti yang terjadi saat ini. Aturan yang ada didasarkan pada aturan kapitalis sekuler yang dasarnya adalah hawa nafsu manusia.
Sejak awal, adanya sistem Islam, antara Islam dan kekuasaan tidak bisa dipisahkan. Keduanya saling berdampingan dan menguatkan. Meraih kekuasaan sangatlah penting. Namun yang lebih penting kekuasaan itu harus diorientasikan untuk mengemban dan memelihara Islam.
Maka kepemimpinan yang amanah hanya bisa didapatkan dalam sistem Islam. Kepemimpinan yang akan mengikuti aturan Islam sehingga akan terhindar dari praktik kotor yaitu bermain curang dalam mendapat kekuasan. Tanpa syariah Islam, mustahil para penguasa dan para pemimpin bisa amanah dalam mengurus rakyatnya.
Wallahu a'lam bi ash shawab
Oleh: Fatmawati
Pensiunan Guru
Mitra Rakyat.com
Manusia harus selalu berusaha dan berikhtiar. Namun jangan lupa Allah penentu segalanya. Tetap berpijak dengan aturan yang berlandaskan kebenaran dan kebaikan. Terlebih kita berada di sistem kapitalis saat ini harus memiliki keimanan yang kokoh dalam mempertahankan kebenaran.
Seperti halnya yang terjadi baru-baru ini yang dialami oleh Kepala Desa Cibiru Hilir Drs. H.M Yunus Hikam, yang membantah keras telah menerima uang pelicin dari PT Adyawinsa Telecommunication dan Electrical untuk memuluskan proyek pembangunan tiang fiber optik di wilayah desa Cibiru Hilir Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung Jawa Barat. (Zona Priangan.com, 29/7/2020)
Yunus mensinyalir ada pihak-pihak yang sengaja menyebarkan berita bohong untuk menjatuhkan dirinya. "Beredarnya surat berita acara penerimaan kompensasi pemasangan tiang fiber optik di wilayah Desa Cibiru Hilir. Di situ disebutkan saya bersama aparat dan kepala dusun (Kadus) menerima sejumlah uang kompensasi sebesar Rp5 juta," jelas Yunus kepada wartawan di kantor desa Cibiru Hilir.
Namun Yunus membantahnya dengan mengungkapkan, ada beberapa kejanggalan dari surat berita acara yang beredar. Seperti kop surat yang berbeda dengan kop surat resmi desa, tanda tangan kepala desa beserta Kadus yang dipalsukan dan stempel desa yang berbeda dengan stempel resmi yang dimiliki desa. Yunus mengaku pihaknya dan jajaran aparatur perangkat desa merasa sangat dirugikan dengan adanya surat berita acara tersebut.
Suatu hal yang wajar di alam sistem demokrasi kapitalis, kekuasaan menjadi sesuatu yang menggiurkan banyak orang. Terlebih iming-iming limpahan materi menjadi hal yang utama untuk dikejar pada sistem sekuler saat ini. Saling menjatuhkan lawan dengan menyebarkan berita hoax pun sudah menjadi hal yang lumrah seakan tidak berdosa.
Apapun akan dilakukan asal lawan yang dituju jatuh tersungkur dan hancur, sampai dia berhasil mendapatkan apa yang dia mau yaitu kekuasaan.
Praktik kotor yang dilakukan seolah-olah seperti sudah mengakar dalam diri orang yang melakukannya demi kekuasaan, demi uang, demi sanjungan dan lain-lain semua digapai demi tercapainya tujuan. Inilah wajah buruk demokrasi, buah dari diterapkannya sistem kapitalis sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan.
Sehingga merasa bebas melakukan apa saja tanpa ada kontrol dari agama terlebih bilamana negara yang menerapkan sistem buruk tersebut. Sehingga lengkaplah sudah kerusakan yang terjadi baik dari lini masyarakat paling bawah hingga para aparat pemerintahannya.
Berbeda dengan sistem Islam. Suatu jabatan adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat, sekecil apapun amanah itu akan ditanya oleh Allah di yaumul hisab.
Kepemimpinan dalam konteks bernegara adalah amanah untuk mengurus rakyat. Rasulullah saw bersabda:
"Imam (pemimpin) itu pengurus rakyatnya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus."( HR. Al Bukhari dan Ahmad)
Mengurusi kemaslahatan rakyat yang menjadi amanah seorang pemimpin harus sesuai dengan tuntunan Allah Swt dan Rasul-Nya.
Maka seorang pemimpin dalam Islam harus merujuk pada syariah Islam dalam mengurusi rakyatnya. Tidak diperkenankan seorang pemimpin yang sudah diberikan amanah jabatan, mengabaikan amanah yang diembannya.
Karena seyogyanya hal tersebut akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt. Kepemimpinan dalam Islam sudah dicontohkan oleh Rasulullah saw, yang berhasil menegakkan kekuasaan dengan mendirikan pemerintahan Islam (Daulah Islam) di Madinah.
Kemudian diteruskan oleh Khulafaur Rasyidin dengan sistem khilafahnya hingga berlanjut pada masa Khilafah Umayyah, Abbasiyah dan Ustmaniyyah kurang lebih 14 abad. Kekuasaan yang diemban selalu diorientasikan untuk menegakkan syariat Islam secara Kaffah.
Maka jelas, amanah mengurusi rakyat tidak boleh didasarkan pada aturan selain Islam seperti yang terjadi saat ini. Aturan yang ada didasarkan pada aturan kapitalis sekuler yang dasarnya adalah hawa nafsu manusia.
Sejak awal, adanya sistem Islam, antara Islam dan kekuasaan tidak bisa dipisahkan. Keduanya saling berdampingan dan menguatkan. Meraih kekuasaan sangatlah penting. Namun yang lebih penting kekuasaan itu harus diorientasikan untuk mengemban dan memelihara Islam.
Maka kepemimpinan yang amanah hanya bisa didapatkan dalam sistem Islam. Kepemimpinan yang akan mengikuti aturan Islam sehingga akan terhindar dari praktik kotor yaitu bermain curang dalam mendapat kekuasan. Tanpa syariah Islam, mustahil para penguasa dan para pemimpin bisa amanah dalam mengurus rakyatnya.
Wallahu a'lam bi ash shawab