Menyoal Protap Inkonsisten, Pemerintah Berpihak Pada Siapa?
Opini
Ditulis Oleh:Anhy Hamasah Al Mustanir, S.Pd
(Pemerhati Media)
Mitra Rakyat.com
Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diputuskan oleh pemerintah sejak awal pertengahan April lalu, sebagaimana akan sama-sama telah diketahui dan dirasakan, maka akan menyebabkan rakyat semakin terhimpit oleh beban hidup yang semakin hari semakin terasa berat.
Apalagi, bantuan pemerintah belum tersalurkan dengan merata.Tengok saja, bagaimana nasib sebagian besar rakyat negeri ini akibat kebijakan tersebut. Salah satunya, seorang ibu di Banten yang menahan lapar dengan hanya meminum air galon isi ulang selama dua hari dan akhirnya meninggal dunia pada Senin (24/4/2030).
Bukan saja itu, kedatangan 49 TKA China di Sultra Maret lalu telah membuat suasana batin masyarakat merasa was-was dan kemudian terselesaikan dengan di karantinanya 49 TKA China itu.
Namun sampai sekarang kewaspadaan pemerintah dan masyarakat Sultra tetaplah masih membekas. Bekas waspada itu pun kini menyeruak kembali ketika muncul wacana baru pemerintah pusat untuk mendatangkan 500 TKA China di Konawe, Sulawesi Tenggara. Bahkan Kementerian Ketenagakerjaan juga tidak bisa menolak kedatangan 500 TKA asal China karena hal itu telah diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM nomor 11 tahun 2020 pasal 3 ayat (1) huruf f dimana menyebut orang asing yang akan bekerja pada proyek strategis nasional tidak dilarang masuk Indonesia selama pandemi Covid-19. Ujar Plt Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja, Aris Wahyudi.
Meskipun, hal tersebut adalah bentuk keprihatinan pemerintah terhadap krisis ekonomi yang sewaktu - waktu terjadi. Namun sayang rasa keprihatinan itu tidak sejalan dengan realita yang ada. Saat PSBB diterapkan maka rakyat pribumi lah yang paling merasakan kebijakan tersebut.
Berbeda halnya, dengan warga negara Asing, Misalnya saja TKA asal China yang kini sedang diwacanakan kedatangannya di Indonesia. Mereka datang untuk bekerja sementara disisi lain para pekerja lokal banyak yang dirumahkan dan bahkan sebagian besar di PHK diberbagai sektor tempat mereka bekerja.
Berangkat dari hal itu, maka patut dipertanyakan mengapa pemerintah membuat regulasi aturan yang tidak konsisten. Sebagaimana, aturan itu ada untuk ditaati bukan diakali walaupun dengan alasan apapun.
Jika memang untuk kepentingan ekonomi Indonesia sehingga pemerintah terpaksa melonggarkan aturan PSBB untuk para pekerja investor asing maka hal itu sangat ambigu ditengah rakyat. Mengingat amanat Undang-undang dan sistem demokrasi yang diterapkan sangat menjunjung tinggi kemaslahatan rakyat. Apalah arti dari sebuah negara yang kaya akan kekayaan Alam namun dimiliki oleh sektor swasta dan asing.
Maka Pandemi ini telah membongkar wajah buruk tatanan sistem yang selama ini gembar- gemborkan. Oleh karen itu, hal yang wajar jika dalam sistem ini jika ekonomi lebih berharga daripada ribuan nyawa yang mungkin akan melayang. Masihkah berharap pemerintah akan mengutamakan kepentingan rakyat ketimbang investor asing?
Sudah hal yang populer diketahui bersama, bahwa utang luar negeri memang menjadi salah satu biang kerok krisis yang ada. Sumber Daya Alam (SDA) memang dikeruk seenaknya. Namun, benarkah hasilnya untuk kepentingan rakyat? Sebagian besar justru dinikmati oleh asing dan swasta.
Padahal, hakikatnya semua SDA itu adalah milik bersama rakyat, bukan milik pemerintah, apalagi swasta terlebih lagi pihak asing. Namun apa yang dilakukan pemerintah justru menyerahkan SDA dan aset rakyat kepada swasta yang sebagian besar swasta asing.
Kenyataan demikian memunculkan pertanyaan: sebenarnya kebijakan yang dibuat pemerintah selama ini memihak pada siapa? Kita tidak perlu susah-susah mencari jawabannya, karena diakui oleh pemangku kekuasaan bahwa kebijakan yang diambil khususnya kelonggaran PSBB memang tidak populis. Kalau begitu, memihak siapa?
Melihat kenyataan demikian, sangat pantas apabila rakyat merasa geram. Hasil dari survei yang dilakukan pada 24 Maret 2020 yang diikuti oleh 10.199 orang lebih dalam dua hari pelaksanaan, melalui daring mengenai penanganan Covid-19 yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Terlihat bahwa responden survei lebih memberi penilaian positif terhadap kerja yang dilakukan oleh BNPB dan Kepada Daerah daripada Presiden dan Menteri Kesehatan, ujar Manajer Kampanye Change.org Indonesia Dhenok Pratiwi. (Kompas.com, 2/4/2020)
Selain itu, pakar kebijakan publik dan ekonomi Ichsanuddin Noorsy mengatakan bahwa hampir semua protap pemerintah dalam menangani Covid-19 adalah protap inkonsisten. Misalnya saja,muncul larangan mudik tapi pulang kampung boleh, inkonsisten. Melarang penerbangan domestik, tapi penerbangan internasional boleh. Melarang kedatangan orang (asing), tapi mendatangkan TKA (tenaga kerja asing)," tambah dia. (Kompas.com,Rabu (6/5/2020)).
Oleh karena itu, maka memang benar adanya bahwa gambaran seburuk-buruk penguasa yang digambarkan oleh Rasul saw dalam sabdanya:
Seburuk-buruk pemimpin kalian adalah pemimpin yang kalian benci dan mereka membenci kalian, kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian. (HR Muslim).
Gambaran Rasul tersebut tepat sekali. Ketidakpedulian penguasa kepada rakyat menunjukkan secara samar kebencian dan sikap kejam yang ada dalam hati mereka kepada rakyat.
Islam sesungguhnya telah memberikan tuntunan yang begitu jelas mengenai hal kekuasaan dan bagaimana kekuasaan itu harus dikelola. Islam juga telah menjelaskan sistem yang mewadahi pengelolaan kekuasaan tersebut. Islam sekaligus juga memberikan serangkaian petunjuk bagaimana seorang penguasa harus menjalankan kekuasaan yang notabene adalah kepunyaan rakyat yang diamanatkan kepadanya.
Dalam politik Islam, tugas dan tanggung jawab penguasa adalah menerapkan Islam di dalam negeri serta menyebarkan dakwah ke luar negeri melalui dakwah dan jihad. Salah satu tanggung jawab penguasa di dalam negeri adalah mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya.
Islam telah menggariskan bahwa seorang penguasa adalah penanggung jawab atas berbagai urusan rakyat yang dipimpinnya. Ia akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah kelak pada Hari Akhir. Rasulullah saw. bersabda:
Seorang imam adalah pemimpin dan penanggung jawab (atas urusan rakyatnya) dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya. (HR al-Bukhari dan Muslim).
Dengan kekuasaan yang ada di tangannya, segala ucapan, kebijakan, dan tindakan seorang penguasa akan berdampak pada rakyatnya keseluruhan.
Penguasa yang baik, kebaikannya pasti akan menyebar dan seluruh rakyat akan merasakannya. Penguasa seperti ini kelak pada Hari Kiamat akan dinaungi oleh Allah di bawah naungan-Nya, yaitu pada hari ketika tiada naungan kecuali naungan-Nya.
Bahkan, Rasul mengabarkan bahwa penguasa yang adil dan baik merupakan salah satu golongan dari penduduk surga.
Beliau bersabda:
"Penduduk surga ada tiga golongan: penguasa yang adil dan baik; seseorang yang pengasih dan penyayang terhadap kerabat dan Muslim lain; orang miskin yang punya tanggungan keluarga tetapi tetap menjaga kehormatannya (dari harta haram dan meminta-minta). "(HR Muslim).
Sebaliknya, penguasa yang buruk/zalim, keburukan/kezalimannya juga meliputi rakyatnya. Azab neraka sangat sesuai sebagai balasan bagi penguasa yang bertindak sebaliknya. Mereka tidak akan diacuhkan oleh Allah kelak pada Hari Akhir. Rasulullah mengabarkan yang demikian itu dalam sabdanya:
Siapa saja yang dijadikan Allah memegang urusan kaum Muslim, kemudian ia tidak mau peduli dengan kepentingan, kebutuhan, dan kefakiran mereka, Allah pasti tidak akan mempedulikan kepentingan, kebutuhan, dan kefakiran mereka pada Hari Kiamat kelak. (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi).
Sesungguhnya ketika rakyat mempercayakan kekuasaan kepada penguasa, hal itu dimaksudkan agar penguasa tersebut mengurusi kemaslahatan rakyat dan selalu memperhatikan kepentingan mereka. Namun kenyataan yang ada menunjukkan bahwa jangankan mengurusi rakyat, yang terjadi, penguasa saat ini justru bersekongkol dengan para kapitalis dan pihak asing untuk menguras dan mengekploitasi rakyat.
Solusi yang diambil oleh pemerintah adalah solusi yang lahir dari sistem kapitalis sekular yang bertentangan dengan tuntunan Islam. Sikap yang demikian adalah sikap mengabaikan petunjuk Allah dan berpaling dari ayat-ayat-Nya.
Dalam hal ini, Allah SWT berfirman:
"Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku, sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta. "(TQS Thaha : 124).
Sesuai dengan firman Allah di atas, semua solusi yang berpaling dari peringatan Allah, yaitu berpaling dari tuntunan Islam, jelas hanya akan menghasilkan penghidupan yang sempit.
Allah SWT juga berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul jika Rasul menyeru kalian pada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kalian." (TQS al-Anfal: 24).
Seruan Allah dan seruan Rasul pada faktanya adalah berupa syariat Islam. Artinya, Allah memerintahkan kepada kita untuk segera menerapkan syariat Islam yang akan memberikan kehidupan kepada kita semua.
Jadi, masihkah kita percaya pada solusi-solusi yang lahir dari sistem kapitalis sekular untuk menyelesaikan krisis yang terjadi? Ketentuan siapakah sesungguhnya yang lebih baik? Tentu saja, ketentuan dan hukum-hukum Allah yang lebih baik.
Allah SWT berfirman:
"Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? Siapakah yang lebih baik hukumnya daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?." (TQS al-Maidah: 50).
Walhasil, sesungguhnya hanya syariat Islamlah solusi bagi penyelesaian secara tuntas Covid-19 dan krisis ekonomi yang akan terjadi tanpa harus mengorbankan keselamatan rakyat. Islam telah terbukti selama berabad-abad mampu mewujudkan kehidupan yang sejahtera bukan hanya bagi kaum Muslim, tetapi juga non-Muslim. Karena itu, menjadi tanggung jawab dan kewajiban kita bersama untuk segera mewujudkan tegaknya syariat Islam.Wallahu a’lam bisshawab
Ditulis Oleh:Anhy Hamasah Al Mustanir, S.Pd
(Pemerhati Media)
Mitra Rakyat.com
Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diputuskan oleh pemerintah sejak awal pertengahan April lalu, sebagaimana akan sama-sama telah diketahui dan dirasakan, maka akan menyebabkan rakyat semakin terhimpit oleh beban hidup yang semakin hari semakin terasa berat.
Apalagi, bantuan pemerintah belum tersalurkan dengan merata.Tengok saja, bagaimana nasib sebagian besar rakyat negeri ini akibat kebijakan tersebut. Salah satunya, seorang ibu di Banten yang menahan lapar dengan hanya meminum air galon isi ulang selama dua hari dan akhirnya meninggal dunia pada Senin (24/4/2030).
Bukan saja itu, kedatangan 49 TKA China di Sultra Maret lalu telah membuat suasana batin masyarakat merasa was-was dan kemudian terselesaikan dengan di karantinanya 49 TKA China itu.
Namun sampai sekarang kewaspadaan pemerintah dan masyarakat Sultra tetaplah masih membekas. Bekas waspada itu pun kini menyeruak kembali ketika muncul wacana baru pemerintah pusat untuk mendatangkan 500 TKA China di Konawe, Sulawesi Tenggara. Bahkan Kementerian Ketenagakerjaan juga tidak bisa menolak kedatangan 500 TKA asal China karena hal itu telah diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM nomor 11 tahun 2020 pasal 3 ayat (1) huruf f dimana menyebut orang asing yang akan bekerja pada proyek strategis nasional tidak dilarang masuk Indonesia selama pandemi Covid-19. Ujar Plt Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja, Aris Wahyudi.
Meskipun, hal tersebut adalah bentuk keprihatinan pemerintah terhadap krisis ekonomi yang sewaktu - waktu terjadi. Namun sayang rasa keprihatinan itu tidak sejalan dengan realita yang ada. Saat PSBB diterapkan maka rakyat pribumi lah yang paling merasakan kebijakan tersebut.
Berbeda halnya, dengan warga negara Asing, Misalnya saja TKA asal China yang kini sedang diwacanakan kedatangannya di Indonesia. Mereka datang untuk bekerja sementara disisi lain para pekerja lokal banyak yang dirumahkan dan bahkan sebagian besar di PHK diberbagai sektor tempat mereka bekerja.
Berangkat dari hal itu, maka patut dipertanyakan mengapa pemerintah membuat regulasi aturan yang tidak konsisten. Sebagaimana, aturan itu ada untuk ditaati bukan diakali walaupun dengan alasan apapun.
Jika memang untuk kepentingan ekonomi Indonesia sehingga pemerintah terpaksa melonggarkan aturan PSBB untuk para pekerja investor asing maka hal itu sangat ambigu ditengah rakyat. Mengingat amanat Undang-undang dan sistem demokrasi yang diterapkan sangat menjunjung tinggi kemaslahatan rakyat. Apalah arti dari sebuah negara yang kaya akan kekayaan Alam namun dimiliki oleh sektor swasta dan asing.
Maka Pandemi ini telah membongkar wajah buruk tatanan sistem yang selama ini gembar- gemborkan. Oleh karen itu, hal yang wajar jika dalam sistem ini jika ekonomi lebih berharga daripada ribuan nyawa yang mungkin akan melayang. Masihkah berharap pemerintah akan mengutamakan kepentingan rakyat ketimbang investor asing?
Sudah hal yang populer diketahui bersama, bahwa utang luar negeri memang menjadi salah satu biang kerok krisis yang ada. Sumber Daya Alam (SDA) memang dikeruk seenaknya. Namun, benarkah hasilnya untuk kepentingan rakyat? Sebagian besar justru dinikmati oleh asing dan swasta.
Padahal, hakikatnya semua SDA itu adalah milik bersama rakyat, bukan milik pemerintah, apalagi swasta terlebih lagi pihak asing. Namun apa yang dilakukan pemerintah justru menyerahkan SDA dan aset rakyat kepada swasta yang sebagian besar swasta asing.
Kenyataan demikian memunculkan pertanyaan: sebenarnya kebijakan yang dibuat pemerintah selama ini memihak pada siapa? Kita tidak perlu susah-susah mencari jawabannya, karena diakui oleh pemangku kekuasaan bahwa kebijakan yang diambil khususnya kelonggaran PSBB memang tidak populis. Kalau begitu, memihak siapa?
Melihat kenyataan demikian, sangat pantas apabila rakyat merasa geram. Hasil dari survei yang dilakukan pada 24 Maret 2020 yang diikuti oleh 10.199 orang lebih dalam dua hari pelaksanaan, melalui daring mengenai penanganan Covid-19 yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Terlihat bahwa responden survei lebih memberi penilaian positif terhadap kerja yang dilakukan oleh BNPB dan Kepada Daerah daripada Presiden dan Menteri Kesehatan, ujar Manajer Kampanye Change.org Indonesia Dhenok Pratiwi. (Kompas.com, 2/4/2020)
Selain itu, pakar kebijakan publik dan ekonomi Ichsanuddin Noorsy mengatakan bahwa hampir semua protap pemerintah dalam menangani Covid-19 adalah protap inkonsisten. Misalnya saja,muncul larangan mudik tapi pulang kampung boleh, inkonsisten. Melarang penerbangan domestik, tapi penerbangan internasional boleh. Melarang kedatangan orang (asing), tapi mendatangkan TKA (tenaga kerja asing)," tambah dia. (Kompas.com,Rabu (6/5/2020)).
Oleh karena itu, maka memang benar adanya bahwa gambaran seburuk-buruk penguasa yang digambarkan oleh Rasul saw dalam sabdanya:
Seburuk-buruk pemimpin kalian adalah pemimpin yang kalian benci dan mereka membenci kalian, kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian. (HR Muslim).
Gambaran Rasul tersebut tepat sekali. Ketidakpedulian penguasa kepada rakyat menunjukkan secara samar kebencian dan sikap kejam yang ada dalam hati mereka kepada rakyat.
Islam sesungguhnya telah memberikan tuntunan yang begitu jelas mengenai hal kekuasaan dan bagaimana kekuasaan itu harus dikelola. Islam juga telah menjelaskan sistem yang mewadahi pengelolaan kekuasaan tersebut. Islam sekaligus juga memberikan serangkaian petunjuk bagaimana seorang penguasa harus menjalankan kekuasaan yang notabene adalah kepunyaan rakyat yang diamanatkan kepadanya.
Dalam politik Islam, tugas dan tanggung jawab penguasa adalah menerapkan Islam di dalam negeri serta menyebarkan dakwah ke luar negeri melalui dakwah dan jihad. Salah satu tanggung jawab penguasa di dalam negeri adalah mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya.
Islam telah menggariskan bahwa seorang penguasa adalah penanggung jawab atas berbagai urusan rakyat yang dipimpinnya. Ia akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah kelak pada Hari Akhir. Rasulullah saw. bersabda:
Seorang imam adalah pemimpin dan penanggung jawab (atas urusan rakyatnya) dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya. (HR al-Bukhari dan Muslim).
Dengan kekuasaan yang ada di tangannya, segala ucapan, kebijakan, dan tindakan seorang penguasa akan berdampak pada rakyatnya keseluruhan.
Penguasa yang baik, kebaikannya pasti akan menyebar dan seluruh rakyat akan merasakannya. Penguasa seperti ini kelak pada Hari Kiamat akan dinaungi oleh Allah di bawah naungan-Nya, yaitu pada hari ketika tiada naungan kecuali naungan-Nya.
Bahkan, Rasul mengabarkan bahwa penguasa yang adil dan baik merupakan salah satu golongan dari penduduk surga.
Beliau bersabda:
"Penduduk surga ada tiga golongan: penguasa yang adil dan baik; seseorang yang pengasih dan penyayang terhadap kerabat dan Muslim lain; orang miskin yang punya tanggungan keluarga tetapi tetap menjaga kehormatannya (dari harta haram dan meminta-minta). "(HR Muslim).
Sebaliknya, penguasa yang buruk/zalim, keburukan/kezalimannya juga meliputi rakyatnya. Azab neraka sangat sesuai sebagai balasan bagi penguasa yang bertindak sebaliknya. Mereka tidak akan diacuhkan oleh Allah kelak pada Hari Akhir. Rasulullah mengabarkan yang demikian itu dalam sabdanya:
Siapa saja yang dijadikan Allah memegang urusan kaum Muslim, kemudian ia tidak mau peduli dengan kepentingan, kebutuhan, dan kefakiran mereka, Allah pasti tidak akan mempedulikan kepentingan, kebutuhan, dan kefakiran mereka pada Hari Kiamat kelak. (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi).
Sesungguhnya ketika rakyat mempercayakan kekuasaan kepada penguasa, hal itu dimaksudkan agar penguasa tersebut mengurusi kemaslahatan rakyat dan selalu memperhatikan kepentingan mereka. Namun kenyataan yang ada menunjukkan bahwa jangankan mengurusi rakyat, yang terjadi, penguasa saat ini justru bersekongkol dengan para kapitalis dan pihak asing untuk menguras dan mengekploitasi rakyat.
Solusi yang diambil oleh pemerintah adalah solusi yang lahir dari sistem kapitalis sekular yang bertentangan dengan tuntunan Islam. Sikap yang demikian adalah sikap mengabaikan petunjuk Allah dan berpaling dari ayat-ayat-Nya.
Dalam hal ini, Allah SWT berfirman:
"Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku, sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta. "(TQS Thaha : 124).
Sesuai dengan firman Allah di atas, semua solusi yang berpaling dari peringatan Allah, yaitu berpaling dari tuntunan Islam, jelas hanya akan menghasilkan penghidupan yang sempit.
Allah SWT juga berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul jika Rasul menyeru kalian pada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kalian." (TQS al-Anfal: 24).
Seruan Allah dan seruan Rasul pada faktanya adalah berupa syariat Islam. Artinya, Allah memerintahkan kepada kita untuk segera menerapkan syariat Islam yang akan memberikan kehidupan kepada kita semua.
Jadi, masihkah kita percaya pada solusi-solusi yang lahir dari sistem kapitalis sekular untuk menyelesaikan krisis yang terjadi? Ketentuan siapakah sesungguhnya yang lebih baik? Tentu saja, ketentuan dan hukum-hukum Allah yang lebih baik.
Allah SWT berfirman:
"Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? Siapakah yang lebih baik hukumnya daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?." (TQS al-Maidah: 50).
Walhasil, sesungguhnya hanya syariat Islamlah solusi bagi penyelesaian secara tuntas Covid-19 dan krisis ekonomi yang akan terjadi tanpa harus mengorbankan keselamatan rakyat. Islam telah terbukti selama berabad-abad mampu mewujudkan kehidupan yang sejahtera bukan hanya bagi kaum Muslim, tetapi juga non-Muslim. Karena itu, menjadi tanggung jawab dan kewajiban kita bersama untuk segera mewujudkan tegaknya syariat Islam.Wallahu a’lam bisshawab