Opini
Ditulis Oleh : Khusnawaroh (Komunitas Peduli Umat)
Mitra Rakyat.com
Harapan besar agar virus mematikan covid-19 di bulan suci ini cepat berakhir nampaknya masih jauh dari kenyataan. Jumlah kasus terinfeksi sudah mencapai angka 10,118 per 30 April 2020, bahkan korban meninggal selalu bertambah yakni 792 jiwa. Ini menunjukkan, bahwa dibutuhkan dana besar untuk biaya menanggulangi covid 19 ini, dan solusi pemerintah salah satunya yaitu hendak memangkas anggaran dan merelokasikan setiap anggaran demi program pencegahan virus mematikan itu termasuk anggaran pendidikan.
Ikatan Guru Indonesia (IGI) mengkritisi langkah pemerintah yang memotong tunjangan guru hingga Rp3,3 triliun. Keputusan tersebut muncul dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2020. Selain itu, pemotongan anggaran di sektor pendidikan juga dilakukan terhadap dana Bantuan operasional Sekolah (BOS), bantuan operasional penyelenggaraan PAUD, bantuan operasional pendidikan kesetaraan, serta bantuan operasional museum dan taman budaya. (republika.co.id, 21/4/2020). Selain itu, melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1/2020, dana abadi pendidikan berpotensi dijadikan sumber anggaran untuk penanganan Covid-19.
Hal ini bisa saja dikatakan solusi yang tepat untuk dijadikan sumber anggaran penanganan covid-19. Namun, jika kita menelisik kembali sebagaimana yang sedang gencar diperbincangkan oleh sebagian masyarakat, tentang rencana pemindahan ibu kota, kemudian pengusaha ruang guru yang merupakan stafsus presiden mendapat proyek triliunan dari dana kartu prakerja, demikian pula porsi APBN untuk haji lebih dibidik untuk dialihkan sebagai dana penanggulangan wabah dibanding dana belanja pemerintah.
Dari sini dapat terfikir dan menimbulkan pertanyaan tentunya, mengapa harus memangkas anggaran pendidikan?. Berkaitan dengan ini, Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia ( IGI) Muhammad Ramli, menganggap bahwa perubahan postur dan APBN Tahun anggaran 2020 alokasi anggaran untuk tunjangan guru dipangkas, " dapat merugikan sejumlah pihak yang justru sebetulnya membutuhkan dukungan lebih dari pemerintah ditengah situasi penyebaran virus corona ( senin, 20/4)
Tunjangan itu tentunya harapan para guru, apalagi ditengah kondisi ekonomi sulit akibat pandemi corona. Mengingat bahwa para guru memiliki peranan besar dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Penguasa seharusnya memperhatikan pendapatannya, bukan justru memangkas haknya. Pasalnya pemotongan anggaran tersebut berimplikasi sangat besar bagi kesejahteraan pahlawan tanpa tanda jasa tersebut. Merekalah yang senantiasa dengan kesabarannya mendidik, mengajar, berhadapan berinteraksi dengan anak- anak bangsa yang beraneka ragam karakternya yang nantinya akan menjadi generasi peneru bangsa. Dengan kurangnya gaji guru, bisa jadi para guru beralih untuk tidak memproritaskan melakukan pembelajaran terhadap siswa. Karna guru juga akan sibuk mencari pendapatan tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, apalagi disaat ekonomi sedang sulit. Dalam hal ini kesejahteraan guru harusnya senantiasa diperhatikan dan dipertahankan. Agar mereka lebih memaksimalkan tugasnya dalam rangka untuk mencerdaskan anak bangsa.
Padahal, dana sebesar 5,6 Triliun, untuk proyek Stafsus Presiden Joko Widodo, dan dana rencana pemindahan ibu kota bisa dialihkan sementara guna memutus mata rantai penyebaran covid-19 ini. Jika ditilik dana kartu pra kerja pun yang diberikan kepada Stafsus Joko Widodo, bias dibilan tidaklah berguna. Mengingat, system kerja kartu pra kerja hanya pelatihan, sedangkan rakyat butuh bantuan langsung tunai (BLT) untuk saat ini.
Sungguh sangat tidak adil, disaat rakyat mendapat fasilitas kesehatan minim dan ancaman kelaparan, anggaran malah di alihkan untuk segelintir orang yang tidak jelas fungsi dan tugasnya. Berkaitan dengan ini, fraksi dari PAN pun menilai pengangkatan stafsus itu bisa membuat gemuk birokrasi dan tidak sejalan dengan prinsip efisiensi yang sering digaungkan oleh Jokowi .
" Saya simpatik dan mengapresiasi bahwa yang diangkat adalah kalangan milenial, namun begitu perlu penjelasan terkait tugas dan fungsi yang akan mereka emban, sebab diluar mereka sudah banyak pembantu presiden lainnya" kata Wasekjen PAN Saleh Partaonan Daulay ( jum,at 22/11/2019).
Jelas ini dapat dikatakan pemborosan dan sangat tidak efisien, sebab bukankah sudah banyak pembantu Presiden, mulai dari para Mentri, Wakil Mentr, Staf Kepresidenan, Juru Bicara , Staf Rumah Tangga Kepresidenan, itu semua mestinya sudah cukup untuk urusan internal di istana kepresidenan, tanpa harus menghadirkan staf khusus yang dipupuk dengan 5,6 T. Inilah salah satu bukti kerusakan sistem kapitalis demokrasi, bukan mementingkan rakyat, namun segelintir orang saja.
Sangat miris, di negeri ini, kebijakan-kebijakan penguasa banyak merugikan rakyat dan hanya menguntungkan oligarki, ketidak adilan semakin terlihat terang, kebijakan anggaran rezim kapitalis tidaklah tersalur sebagaimana mestinya.
Mengapa ini semua dapat terjadi?. Jawabannya adalah, sebab kita berada dalam cengkraman sistem yang rusak yakni sistem yang telah memisahkan agama dari kehidupan. Sistem yang tidak dapat memanusiakan manusia sebagaimana fitrahnya. Sehingga, masyarakat hanya akan bisa merasakan kesejahteraan ketika masyarakat mulai menyadari, memahami dan mau membuang sistem yang rusak itu dan bersama- sama menggantinya dengan sistem yang mulia yakni sistem Islam, yang berasal dari sang pencipta kehidupan.
Masyarakat harus menyadari, bahwa berbagai kebijakan yang lahir di negeri ini, akibat sistem politik demokrasi dan ekonomi kapitalis yang diterapkan. Sistem berpengaruh sangat besar dalam tatanan kehidupan, jangan kita beranggapan bahwa kerusakan itu dilakukan tergantung individu- individu semata , tanpa adanya peran sistem.
Pada faktanya sistem kapitalis demokrasi tak ada maslahat apapun yang di rasakan rakyat, para penguasa dan pemilik modal saja yang sejahtera. Teori dan praktiknya bisa dimanipulasi sesuai dengan kehendak penguasa, dan penerapan ekonomi saat ini membuat krisis ekonomi negara, kekayaan alam yang terbentang luas sebagai anugrah Allah swt, di kelola swasta, utang yang menggelora, akibatnya rakyat diperas melalui pajak, BBM, Listrik dll.mahal. Apalagi di tengah pandemi corona melanda saat ini, jelas negara tak bisa banyak berbuat apa-apa, selain menumbuhkan utang, dan memangkas anggaran hak rakyat, dan anehnya anggaran yang seharusnya layak dipangkas, namun tidak dilakukan. Haruskah sistem yang seperti ini kita pertahankan.
Seandainya sistem Islam dalam bingkai Khilafah Islamiyah hadir di tengah-tengah kita, rakyat tak akan takut tak terurus dengan baik, sebab penguasa dalam sistem Islam akan mengurus, menjaga, melindungi dengan segenap jiwa raganya. Karena kepemimpinan adalah amanah Allah swt semata, bukan mengharap balas jasa, apalagi hanya untuk meraih keuntungan. Dalam Islam kepemimpinan dinilai sebagai amanah berat, keteguhan tanggung jawab dan kesungguhan dalam amanah telah jelas dicontohkan oleh suri teladan kita Muhammad Saw, beserta para sahabatnya, dan para pejuang- pejuang Islam pada kejayaannya silam. Rasa takut kepada Allah Swt, menjadi modal utama dalam mengemban amanah kepemimpinan, sehingga tak heran kepemimpinan di dalam Islam terdapat hubungan rasa kecintaan karena Allah, antara penguasa dan rakyatnya.
Kesejahteraan rakyat terpancar terang, walaupun pada masa kekhilafahan pernah terjadi pula musibah wabah, mengalami krisis. Namun solusi yang diberikan sangatlah tepat, sehingga rakyat pun mampu memahami dengan kebijakan yang diberikan, sebab dalam mengelola anggaran pun tersalur dengan sebaik- baiknya yang diprioritaskan hanya untuk kesejahteraan rakyat.
Yakni prinsip dasar dan kaidah- kaidah penyusunan sangat berbeda dengan prinsip penyusunan APBN dalam ekonomi konvensional (sistem kapitalis). Perbedaan prinsip yang paling mendasar antara APBN konvensional dan APBN dalam sistem Islam adalah menyangkut sumber utama pendapatannya maupun alokasi pembelanjaannya.
Sumber- sumber penerimaan ( kas baitul Mal ) dalam Islam, sama sekali tidak mengandalkan dari sektor pajak, bahkan negara sedapat mungkin tidak memungut pajak rakyatnya. Sumber-sumber utama penerimaan kas baitul Mal yang telah digariskan oleh syariat Islam yakni terdapat 3 sumber utama : Pertama, Sektor kepemilikan individu seperti sedekah, hibah, zakat. Kedua, sektor kepemilikan umum seperti : pertambangan , minyak bumi, gas, batu bara, kehutanan. Ketiga, sektor kepemilikan negara seperti : jizyah, kharaj, ghanimah , fai dll.
Kemudian konsep dan kaidah pembelanjaannya jelas, bahwa seorang pemimpin ( khalifah ) memiliki kewenangan penuh untuk mengatur pos- pos pengeluarannya.Bbesaran dana yang harus dialokasikan dengan mengacu pada prinsip kemaslahatan, dan keadilan bagi seluruh rakyatnya. Berdasarkan ketentuan yang digariskan oleh syariah Islam, agar jangan sampai harta itu hanya berputar dikalangan orang - orang kaya saja, sehingga politik Islam akan memastikan kekayaan tidak dikuasai oleh segelintir orang (oligarki), sehingga saat negara dilanda wabah penyakit, negara memiliki keuangan yang cukup untuk mengatasinya.
Alhasil, untuk meraih kesejahteraan di dunia hingga sampai di akhirat, umat butuh dan wajib diatur oleh hukum-hukum Allah Swt, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh baginda besar kita Muhammad Saw, dan para sahabat- sahabatnya. Allah Swt. berfirman : " Maka demi rabbmu mereka ( pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya”. ( Qs. An- Nisa : 65).
Menerima dan ridho dengan ketentuan hukum- hukum Allah Swt adalah bukti keimanan dan ketakwaan kita kepadanya, dan sebaliknya ketika kita menolaknya sekaligus membencinya maka sesungguhnya itulah orang-orang yang sangat merugi. Wallahu a'lam bissawab .