Solusi Wabah Covid-19: Kembalilah Pada Islam
Opini
Ditulis Oleh: Nuni Toid
Pegiat Dakwah dan Member Akademi Menulis Kreatif
Mitra Rakyat.com
Di tengah wabah virus Covid-19, rakyat dibuat bingung oleh kebijakan yang dibuat negara. Belum lama negara melakukan pembatasan sosial (social distancing). Tidak lama kemudian diganti menjadi physical distancing. Sekarang diubah menjadi PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Pemberlakuan PSBB sudah diterapkan di beberapa wilayah di Indonesia termasuk Jakarta dan beberapa wilayah di Provinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta, yaitu Bekasi, Depok, dn Bogor. Wilayah Bandung Raya yang meliputi Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kota, Cimahi, Jabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Sumedang menyusul akan menerapkan PSBB di tanggal 22 April 2020. Keputusan untuk memberlakukan PSBB di wilayahnya pun akan diajukan oleh beberapa Kepala Daerah lainnya.
Pemberlakuan PSBB di Kabupaten Bandung tidak berlaku secara total, sebagaimana dilansir dari Bisnis.com, Rabu (15/4/2020). Pemerintah Kabupaten Bandung melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 akan mengajukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), namun secara parsial. Bupati Bandung Dadang M Naser, menjelaskan pembatasannya bukan di seluruh wilayah Kabupaten Bandung, keputusan itu, menurutnya telah disepakati setelah adanya koordinasi dengan Gubernur Jawa Barat Ridwal Kamil. "PSBB yang akan diberlakukan selama 14 hari tersebut, tidak akan dilakukan di seluruh wilayah Kabupaten Bandung. Kami akan melakukan PSBB parsial," kata Dadang.
Dilansir oleh laman yang berbeda detikcom, Rabu (15/4/2020) pemerintah Kabupaten Bandung akan mengajukan tujuh kecamatan untuk penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Tujuh kecamatan ini menjadi titik lokasi terjadinya kasus positif Covid-19. Pemerintah Kabupaten Bandung tidak akan menerapkan PSBB secara penuh, melainkan PSBB parsial. Kabupaten Bandung akan mengikuti PSBB Bandung Raya bersama dengan empat Kabupaten dan kota lainnya yakni kota Bandung, kota Cimahi, Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Sumedang.
Berubah-ubahnya kebijakan dalam mengatasi pandemik wabah Covid-19, mulai penetapan social distancing, kemudian physical distancing hingga akhirnya penetapan PSBB yang itu pun tidak berlaku secara nasional, menujukkan betapa negara terkesan abai, cuek dan meremehkan akan wabah virus Covid-19. Negara justru membuat kebijakan yang tidak sesuai dengan harapan rakyat. Tuntutan rakyat agar diberlakukan karantina kesehatan dan karantina wilayah atau lockdown tidak diindahkan oleh negara. Walau sudah banyak rakyat yang menjadi korban terpapar virus Covid-19. Negara tidak bergeming dengan keputusannya dengan tetap tidak memberlakukan lockdown atau karantina wilayah. Pupus sudah harapan rakyat untuk lockdown karena akhirnya negara menetapkan opsi baru yaitu dengan memperlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam menghambat lajunya penularan Covid-19 di Indonesia.
Negara memutuskan menerapkan PSBB berdasarkan UU No. 6 tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan. PSBB merupakan respon dari status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat. Berdasarkan kondisi demikian, pemerintah pusat juga dapat menetapkan karantina wilayah. Jika terjadi keadaan yang abnormal, negara menyatakan akan menerapkan darurat sipil.
Pernyataan dan penggunaan istilah yang berubah-ubah ini membuat masyarakat bingung. Padahal seharusnya dalam menangani wabah ini sudah diatur jelas dalam UU Kekarantinaan Kesehatan. Dan tuntutan berbagai pihak agar negara melakukan karantina wilayah atau lockdown juga sesuai dengan UU tersebut.
Tetapi negara tidak menerapkan sistem karantina wilayah (lockdown), karena bila hal itu diterapkan negara harus memenuhi semua hak-hak rakyatnya. Terutama pemenuhan hak atas kebutuhan dasar yakni kecukupan terhadap pangan. Hal itu telah diatur dalam pasal 55 ayat (1) Undang-Undang tentang Kekarantinaan Kesehatan dan masih banyak lagi kebutuhan-kebutuhan rakyat yang harus dipenuhi oleh negara. Karena pertimbangan faktor ekonomi yang membuat negara tidak menerapkan karantina wilayah atau lockdown. Hal itu terkesan jelas negara kurang peka, abai dan lamban akibatnya banyak nyawa rakyat yang menjadi korban terpapar virus Covid-19. Tercatat hingga Minggu sore, 19 April 2020 berdasarkan keterangan juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona di Indonesia, Achmad Yurianto, jumlah paien yang dinyatakan positif berjumlah 6.575 pasien, yang sembuh 686 orang, sedangkan yang meninggal dunia berjumlah 582 pasien. (pikiran-rakyat.com)
Begitulah yang terjadi dalam sistem kapitalisme-sekuler. Di mana dalam menangani wabah ini melihatnya dari segi keuntungan dan kerugian. Padahal kewajiban negara adalah mengurusi urusan rakyatnya serta wajib memenuhi semua kebutuhan-kebutuhan pokok rakyatnya. Begitupun negara harus menyediakan pelayanan kesehatan dan melayani setiap rakyatnya yang mau berobat atau sekedar memeriksakan kesehatannya.
Maka wajar bila negara tidak mau menerapkan karantina wilayah (lockdown) karena semua akan menjadi beban dan tanggung jawab negara selama masa karantina kesehatan rakyatnya dalam memenuhi segala kebutuhan pokok rakyatnya. Melihat hal ini jelas kita sangat membutuhkan pemimpin yang bisa mengurusi, melindungi, dan peduli dengan keadaan rakyatnya. Kelambanan, pengabaian dan ketidakseriusan negara dalam menangani wabah virus Covid-19 membuktikan bahwa sistem kapitalisme-sekuler adalah sistem yang rusak. Karena bersumber dari aturan manusia yang penuh keterbatasan dan kekurangan.
Sedangkan Islam adalah agama yang lengkap dengan seperangkat aturan yang bersumber dari wahyu illahi. Semua bisa terselesaikan tanpa harus mempertimbangkan asas manfaat, untung atau rugi. Karena pemimpin dalam Islam, dalam hal ini adalah seorang khalifah yang akan pemimpin dengan penuh bijaksana dalam mengurusi urusan rakyatnya. Di bawah ini beberapa kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh khalifah dalam menangani wabah yang melanda wilayahnya, sebagai berikut :
1. Mengisolasi wilayah yang terkena wabah. Penduduk wilayah tersebut dilarang keluar, sementara penduduk luar wilayah dilarang masuk.
2. Di dalam wilayah wabah diberlakukan social distancing agar orang sakit tidak menulari orang yang sehat. Masjid tetap dibuka. Bagi orang yang sakit tidak boleh salat berjama'ah di masjid, yang sehat boleh salat berjama"ah di masjid.
3. Adanya pelayanan pemeriksaan kesehatan bagi rakyat. Orang yang sakit harus dirawat di rumah sakit dengan kualitas pelayanan terbaik, sedangkan orang sehat harus menjaga pola hidup dan pola makan dengan menjaga kesehatan.
4. Negara menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya yang terisolasi. baik sandang, pangan, kesehatan, dan keamanan.
5. Negara dalam menangani wabah mengambil pendanaannya dari baitulmal. Meskipun demikian negara juga mengijinkan jika ada individu kaya yang mau menyumbangkan (bershadaqah), namun negara tidak tergantung padanya.
6. Negara menyeru rakyatnya untuk bertakwa, melakukan amar ma'ruf nahi mungkar, menjauhi maksiat, dan memperbanyak taqarrub ilallah.
7. Negara boleh menerjunkan militer untuk menjaga keamanan dari pihak-pihak yang berniat buruk. Begitupun dengan kepolisian harus diterjunkan juga untuk membantu distribusi makanan dan obat-obatan pada rakyat.
Adapun dalam Islam, sumber-sumber keuangan negara di peroleh dari berbagai pos pemasukan, seperti al-fa'i dan usyur, ghanimah, jizyah, harta kepemilikan umum dan shadaqah yang disimpan dalam baitul mal. Semua harta tersebut digunakan untuk memenuhi segala kebutuhan rakyatnya.
Maka begitulah lengkapnya Islam. Bukan hanya sebagai agama ritual saja. Tetapi Islam adalah sebuah ideologi yang sahih yang mampu menyelesaikan semua permasalahan dalam segala aspek kehidupan, tidak terkecuali dalam menangani wabah virus Covid-19 ini. Rakyat akan merasa terlindungi, terjaga, dan terjamin akan semua kebutuhan hidupnya. Maka sudah saatnya kita kembali kepada aturan Islam. Dengan menerapkan syariat-Nya dalam bingkai daulah khilafah ala minhajj nubuwwah.
Wallahu a'lam bishshawab
Ditulis Oleh: Nuni Toid
Pegiat Dakwah dan Member Akademi Menulis Kreatif
Mitra Rakyat.com
Di tengah wabah virus Covid-19, rakyat dibuat bingung oleh kebijakan yang dibuat negara. Belum lama negara melakukan pembatasan sosial (social distancing). Tidak lama kemudian diganti menjadi physical distancing. Sekarang diubah menjadi PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Pemberlakuan PSBB sudah diterapkan di beberapa wilayah di Indonesia termasuk Jakarta dan beberapa wilayah di Provinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta, yaitu Bekasi, Depok, dn Bogor. Wilayah Bandung Raya yang meliputi Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kota, Cimahi, Jabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Sumedang menyusul akan menerapkan PSBB di tanggal 22 April 2020. Keputusan untuk memberlakukan PSBB di wilayahnya pun akan diajukan oleh beberapa Kepala Daerah lainnya.
Pemberlakuan PSBB di Kabupaten Bandung tidak berlaku secara total, sebagaimana dilansir dari Bisnis.com, Rabu (15/4/2020). Pemerintah Kabupaten Bandung melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 akan mengajukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), namun secara parsial. Bupati Bandung Dadang M Naser, menjelaskan pembatasannya bukan di seluruh wilayah Kabupaten Bandung, keputusan itu, menurutnya telah disepakati setelah adanya koordinasi dengan Gubernur Jawa Barat Ridwal Kamil. "PSBB yang akan diberlakukan selama 14 hari tersebut, tidak akan dilakukan di seluruh wilayah Kabupaten Bandung. Kami akan melakukan PSBB parsial," kata Dadang.
Dilansir oleh laman yang berbeda detikcom, Rabu (15/4/2020) pemerintah Kabupaten Bandung akan mengajukan tujuh kecamatan untuk penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Tujuh kecamatan ini menjadi titik lokasi terjadinya kasus positif Covid-19. Pemerintah Kabupaten Bandung tidak akan menerapkan PSBB secara penuh, melainkan PSBB parsial. Kabupaten Bandung akan mengikuti PSBB Bandung Raya bersama dengan empat Kabupaten dan kota lainnya yakni kota Bandung, kota Cimahi, Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Sumedang.
Berubah-ubahnya kebijakan dalam mengatasi pandemik wabah Covid-19, mulai penetapan social distancing, kemudian physical distancing hingga akhirnya penetapan PSBB yang itu pun tidak berlaku secara nasional, menujukkan betapa negara terkesan abai, cuek dan meremehkan akan wabah virus Covid-19. Negara justru membuat kebijakan yang tidak sesuai dengan harapan rakyat. Tuntutan rakyat agar diberlakukan karantina kesehatan dan karantina wilayah atau lockdown tidak diindahkan oleh negara. Walau sudah banyak rakyat yang menjadi korban terpapar virus Covid-19. Negara tidak bergeming dengan keputusannya dengan tetap tidak memberlakukan lockdown atau karantina wilayah. Pupus sudah harapan rakyat untuk lockdown karena akhirnya negara menetapkan opsi baru yaitu dengan memperlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam menghambat lajunya penularan Covid-19 di Indonesia.
Negara memutuskan menerapkan PSBB berdasarkan UU No. 6 tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan. PSBB merupakan respon dari status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat. Berdasarkan kondisi demikian, pemerintah pusat juga dapat menetapkan karantina wilayah. Jika terjadi keadaan yang abnormal, negara menyatakan akan menerapkan darurat sipil.
Pernyataan dan penggunaan istilah yang berubah-ubah ini membuat masyarakat bingung. Padahal seharusnya dalam menangani wabah ini sudah diatur jelas dalam UU Kekarantinaan Kesehatan. Dan tuntutan berbagai pihak agar negara melakukan karantina wilayah atau lockdown juga sesuai dengan UU tersebut.
Tetapi negara tidak menerapkan sistem karantina wilayah (lockdown), karena bila hal itu diterapkan negara harus memenuhi semua hak-hak rakyatnya. Terutama pemenuhan hak atas kebutuhan dasar yakni kecukupan terhadap pangan. Hal itu telah diatur dalam pasal 55 ayat (1) Undang-Undang tentang Kekarantinaan Kesehatan dan masih banyak lagi kebutuhan-kebutuhan rakyat yang harus dipenuhi oleh negara. Karena pertimbangan faktor ekonomi yang membuat negara tidak menerapkan karantina wilayah atau lockdown. Hal itu terkesan jelas negara kurang peka, abai dan lamban akibatnya banyak nyawa rakyat yang menjadi korban terpapar virus Covid-19. Tercatat hingga Minggu sore, 19 April 2020 berdasarkan keterangan juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona di Indonesia, Achmad Yurianto, jumlah paien yang dinyatakan positif berjumlah 6.575 pasien, yang sembuh 686 orang, sedangkan yang meninggal dunia berjumlah 582 pasien. (pikiran-rakyat.com)
Begitulah yang terjadi dalam sistem kapitalisme-sekuler. Di mana dalam menangani wabah ini melihatnya dari segi keuntungan dan kerugian. Padahal kewajiban negara adalah mengurusi urusan rakyatnya serta wajib memenuhi semua kebutuhan-kebutuhan pokok rakyatnya. Begitupun negara harus menyediakan pelayanan kesehatan dan melayani setiap rakyatnya yang mau berobat atau sekedar memeriksakan kesehatannya.
Maka wajar bila negara tidak mau menerapkan karantina wilayah (lockdown) karena semua akan menjadi beban dan tanggung jawab negara selama masa karantina kesehatan rakyatnya dalam memenuhi segala kebutuhan pokok rakyatnya. Melihat hal ini jelas kita sangat membutuhkan pemimpin yang bisa mengurusi, melindungi, dan peduli dengan keadaan rakyatnya. Kelambanan, pengabaian dan ketidakseriusan negara dalam menangani wabah virus Covid-19 membuktikan bahwa sistem kapitalisme-sekuler adalah sistem yang rusak. Karena bersumber dari aturan manusia yang penuh keterbatasan dan kekurangan.
Sedangkan Islam adalah agama yang lengkap dengan seperangkat aturan yang bersumber dari wahyu illahi. Semua bisa terselesaikan tanpa harus mempertimbangkan asas manfaat, untung atau rugi. Karena pemimpin dalam Islam, dalam hal ini adalah seorang khalifah yang akan pemimpin dengan penuh bijaksana dalam mengurusi urusan rakyatnya. Di bawah ini beberapa kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh khalifah dalam menangani wabah yang melanda wilayahnya, sebagai berikut :
1. Mengisolasi wilayah yang terkena wabah. Penduduk wilayah tersebut dilarang keluar, sementara penduduk luar wilayah dilarang masuk.
2. Di dalam wilayah wabah diberlakukan social distancing agar orang sakit tidak menulari orang yang sehat. Masjid tetap dibuka. Bagi orang yang sakit tidak boleh salat berjama'ah di masjid, yang sehat boleh salat berjama"ah di masjid.
3. Adanya pelayanan pemeriksaan kesehatan bagi rakyat. Orang yang sakit harus dirawat di rumah sakit dengan kualitas pelayanan terbaik, sedangkan orang sehat harus menjaga pola hidup dan pola makan dengan menjaga kesehatan.
4. Negara menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya yang terisolasi. baik sandang, pangan, kesehatan, dan keamanan.
5. Negara dalam menangani wabah mengambil pendanaannya dari baitulmal. Meskipun demikian negara juga mengijinkan jika ada individu kaya yang mau menyumbangkan (bershadaqah), namun negara tidak tergantung padanya.
6. Negara menyeru rakyatnya untuk bertakwa, melakukan amar ma'ruf nahi mungkar, menjauhi maksiat, dan memperbanyak taqarrub ilallah.
7. Negara boleh menerjunkan militer untuk menjaga keamanan dari pihak-pihak yang berniat buruk. Begitupun dengan kepolisian harus diterjunkan juga untuk membantu distribusi makanan dan obat-obatan pada rakyat.
Adapun dalam Islam, sumber-sumber keuangan negara di peroleh dari berbagai pos pemasukan, seperti al-fa'i dan usyur, ghanimah, jizyah, harta kepemilikan umum dan shadaqah yang disimpan dalam baitul mal. Semua harta tersebut digunakan untuk memenuhi segala kebutuhan rakyatnya.
Maka begitulah lengkapnya Islam. Bukan hanya sebagai agama ritual saja. Tetapi Islam adalah sebuah ideologi yang sahih yang mampu menyelesaikan semua permasalahan dalam segala aspek kehidupan, tidak terkecuali dalam menangani wabah virus Covid-19 ini. Rakyat akan merasa terlindungi, terjaga, dan terjamin akan semua kebutuhan hidupnya. Maka sudah saatnya kita kembali kepada aturan Islam. Dengan menerapkan syariat-Nya dalam bingkai daulah khilafah ala minhajj nubuwwah.
Wallahu a'lam bishshawab