Kebijakan Pencitraan Ala Rezim Kapitalis-Neolib
Opini
Ditulis Oleh : Reni Rosmawati
Ibu Rumah Tangga, Alumni BFW
Mitra Rakyat.com
Kengerian yang mencekam
Melanda segenap alam
Kala makhluk itu datang
Menyerang dan mematikan
Dia tak terlihat mata
Tak bisa diraba
Namun sangat mengerikan
Seluruh manusia
Hampir di segenap negeri
Mereka menutup diri
Isolasi bersembunyi
Ketakutan tak terperi
Itulah sepenggal lirik lagu terbaru dari sang raja dangdut, Rhoma Irama, yang menggambarkan betapa mengerikannya virus Corona. Ya, Corona memang bukanlah virus biasa. Corona telah menggetarkan seluruh jagat raya. Dunia berduka, dirundung pilu dan nestapa hanya dengan mikroba bernama virus Corona.
Penyebaran Corona (Covid-19) menjadi perhatian serius seluruh dunia. Sampai saat ini, belum ada vaksin yang mampu menghentikan penyebarannya, sehingga berdampak buruk bagi pertumbuhan ekonomi dunia. Guncangan ekonomi akibat wabah Corona (Covid-19) telah membuat berbagai perusahaan di seluruh dunia melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Tak terkecuali Indonesia. Di Indonesia, jumlah pekerja yang terdampak PHK diprediksi meningkat dalam dua bulan ke depan.
Menyikapi hal ini, berbagai kalangan masyarakat mendesak pemerintah Jokowi agar melakukan tindakan segera sebagai antisipasi dampak terjadinya PHK, yakni dengan menopang ekonomi masyarakat di saat wabah. Di tengah desakan ini, pemerintah Jokowi mengeluarkan beberapa kebijakan, salah satunya memberikan bantuan kepada korban PHK sebesar Rp1 juta per bulan.
Sebagaimana dilansir oleh laman (CNN Indonesia, 25/3/2020), pemerintah Jokowi akan memberikan insentif senilai Rp1 juta per bulan kepada korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di sektor formal di tengah penyebaran virus Corona (Covid-19). Bantuan tersebut akan diberikan selama tiga bulan. Selain itu, pemerintah juga akan memberikan pelatihan kepada korban secara cuma-cuma. Syaratnya, karyawan tersebut terdaftar sebagai peserta BP Jamsostek.
Pemerintah menganggarkan biaya pelatihan tersebut senilai Rp2 juta tiap orang selama 3 bulan. Pemerintah juga mengerek insentif bagi penerima kartu pra kerja menjadi Rp1 juta per bulan dari sebelumnya hanya Rp650 ribu per bulan. Keputusan ini diberlakukan selama empat bulan guna memitigasi dampak penyebaran virus Corona terhadap pekerja yang terkena PHK dari sektor informal. Penerima kartu prakerja akan diberikan insentif sebesar Rp1 juta selama empat bulan. Artinya, alokasi dana yang disiapkan untuk masing-masing peserta sebesar Rp4 juta. Namun, pemerintah akan mengembalikan skema program kartu prakerja seperti semula apabila kondisi sudah kembali normal.
Sudah jatuh tertimpa tangga, tampaknya itu ungkapan yang tepat untuk menggambarkan kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Pasalnya, wabah Corona datang di tengah ekonomi masyarakat Indonesia sekarat serta terpuruk di segala sisi. Munculnya Corona di bumi pertiwi, tak hanya merenggut korban jiwa, pandemi virus Corona atau Covid-19 pun akhirnya memakan korban dari kalangan pekerja. Hal ini tampak dari demikian masifnya angka PHK dewasa ini. Kementerian Ketenagakerjaan mencatatkan ada 2.311 pekerja yang terdampak PHK, per Rabu (1/4/2020). Sementara itu, 9.183 pekerja dirumahkan akibat melemahnya perekonomian. (Warta Ekonomi.co.id)
Di tengah kepungan pandemi Corona dan keterpurukan bayang-bayang PHK, kebijakan pemerintah Jokowi memberikan insentif senilai Rp1 juta per bulan yang akan diberikan selama tiga bulan kepada korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), sekilas tampak memberikan angin segar bagi masyarakat. Namun kenyataannya, insentif yang diberikan tidak akan mampu mendongkrak ekonomi rakyat, apalagi mengatasi dampak wabah secara ekonomi. Karena bukan hanya sebagian kecil rakyat yang menjadi sasaran program ini. Ditambah lagi adanya persyaratan berbelit, seperti karyawan yang bersangkutan harus terdaftar sebagai peserta BP Jamsostek. Yang memungkinkan banyak rakyat tidak akan bisa memanfaatkan kebijakan tersebut.
Jika melihat dari seluruh fakta yang ada, setiap program dan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, hanyalah solusi tambal sulam semata. Bukan solusi hakiki dalam menuntaskan problematika ekonomi masyarakat di tengah wabah. Bahkan lebih bernilai pencitraan dan lips service dibanding memberikan solusi. Hal ini terbukti dari tidak mampunya penguasa dalam menangani wabah dan ekonomi rakyat. Alih-alih memberikan solusi pasti, pemerintah justru terus menerus membangun pencitraan di atas derita rakyat. Inilah watak asli rezim kapitalis-neoliberal. Seluruh kebijakan yang lahir dari rezim neolib hanyalah berorientasi pencitraan demi mempertahankan kursi kekuasaan, sebab takut dijatuhkan dan digulingkan.
Kebijakan tambal sulam rezim kapitalis, telah gagal memberikan solusi pemenuhan kebutuhan dasar rakyat. Baik kebutuhan pokok rakyat secara individu maupun pemenuhan kebutuhan pokok rakyat secara umum. Termasuk kebutuhan sekunder rakyat yang menjadi tanggung jawab negara.
Kebijakan pencitraan ala kapitalisme-neoliberal tentu tidak akan ditemui dalam Islam. Sebagai sistem paripurna, Islam jelas memberikan solusi yang mendatangkan maslahat. Islam memiliki seperangkat kebijakan yang mampu mengatasi wabah sekaligus meminimalisasi dampak ekonomi. Dalam Islam, kesehatan dan keamanan sama pentingnya dengan kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, dan papan. Islam memandang semua itu menjadi kewajiban negara dalam pemenuhannya kepada masyarakat.
Khalifah sebagai kepala negara Islam, berkewajiban memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya. Khalifah juga harus memastikan seluruh warganya tidak kekurangan dalam memenuhi kebutuhan pokoknya. Terlebih ketika wabah melanda, negara wajib memastikan kebutuhan pokok rakyat tercukupi hingga berakhirnya wabah.
Negara Islam (khilafah) juga menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat secara langsung maupun tidak langsung. Khilafah memberikan kemudahan kepada rakyat dalam mengakses pelayanan publik. Hal ini menjadikan rakyat semangat dan optimis dalam menghadapi wabah. Rakyat pun terhindar dari stres ataupun memikirkan kesulitan ekonomi ketika melawan wabah.
Berbagai cara dan upaya akan dilakukan oleh pemimpin Islam (khalifah) dan negara Islam (khilafah) untuk menghindari, mengatasi dan menghilangkan penyakit yang diakibatkan dari wabah mematikan. Sebelum terjadinya suatu wabah, negara Islam (khilafah) dan pemimpin Islam (khalifah) akan memberikan pelayanan kesehatan terbaik serta menunjang kesehatan rakyat dengan baik.
Demikian pula saat terjadinya wabah, khalifah akan melakukan beragam cara sampai wabah tersebut berakhir. Negara pun menyediakan sarana dan prasarana kesehatan yang memadai serta sumber daya manusia yang profesional dan kompeten. Dan semuanya diberikan kepada masyarakat dengan cuma-cuma. Serta dapat diakses dimanapun dan kapan pun.
Adapun sumber pembiayaan negara untuk memenuhi seluruh kebutuhan pokok rakyat dan pelayanan publik, diperoleh dari baitulmal (kas negara). Sumber dana baitulmal sendiri diperoleh dari hasil pengelolaan harta kepemilikan umum, jizyah, fai’, kharaj, dan lain-lain. Bila dana baitulmal tidak mencukupi, baru negara akan membuka pintu sedekah dan memberlakukan pajak bagi orang-orang kaya.
Menakjubkannya pemenuhan seluruh kebutuhan pokok dan pelayanan publik ini tidak hanya diberikan sebelum dan saat ada wabah saja. Namun, memang menjadi kewajiban utama negara Islam (khilafah) dan pemimpin Islam (khalifah) kepada rakyatnya setiap saat. Semua itu diberikan kepada rakyat yang berada dalam naungannya. Tanpa memandang agama, bangsa, etnik, suku dan rasnya. Hal ini, karena negara dan penguasa Islam sadar betul bahwa kekuasaan adalah amanah besar yang akan diminta pertanggungjawaban.
Rasulullah saw. bersabda:
"Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari)
Dari sini, jelaslah hanya Islam satu-satunya yang mampu menjalankan fungsi dari negara dan penguasa yang sesungguhnya yakni menjadi pengurus dan penjaga rakyatnya. Penguasa dalam Islam benar-benar mampu menjalankan tanggung jawabnya dengan segenap hati bukan karena pencitraan ataupun demi tampuk kekuasaan. Semuanya mutlak demi meraih ridha Illahi.
Sejarah mencatat, selama hampir 14 abad lamanya Islam mampu menyelesaikan permasalahan yang menimpa dunia secara tuntas. Oleh karena itu, sudah saatnya kita bersegera kembali kepada Islam dan menerapkannya dalam seluruh aspek kehidupan dengan penerapan sempurna melalui institusi Daulah Khilafah Islamiyyah. Serta mencampakkan aturan kuffur kapitalisme-neoliberal biang segala kerusakan.
Wallahu a'lam bi ash-shawwab
Ditulis Oleh : Reni Rosmawati
Ibu Rumah Tangga, Alumni BFW
Mitra Rakyat.com
Kengerian yang mencekam
Melanda segenap alam
Kala makhluk itu datang
Menyerang dan mematikan
Dia tak terlihat mata
Tak bisa diraba
Namun sangat mengerikan
Seluruh manusia
Hampir di segenap negeri
Mereka menutup diri
Isolasi bersembunyi
Ketakutan tak terperi
Itulah sepenggal lirik lagu terbaru dari sang raja dangdut, Rhoma Irama, yang menggambarkan betapa mengerikannya virus Corona. Ya, Corona memang bukanlah virus biasa. Corona telah menggetarkan seluruh jagat raya. Dunia berduka, dirundung pilu dan nestapa hanya dengan mikroba bernama virus Corona.
Penyebaran Corona (Covid-19) menjadi perhatian serius seluruh dunia. Sampai saat ini, belum ada vaksin yang mampu menghentikan penyebarannya, sehingga berdampak buruk bagi pertumbuhan ekonomi dunia. Guncangan ekonomi akibat wabah Corona (Covid-19) telah membuat berbagai perusahaan di seluruh dunia melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Tak terkecuali Indonesia. Di Indonesia, jumlah pekerja yang terdampak PHK diprediksi meningkat dalam dua bulan ke depan.
Menyikapi hal ini, berbagai kalangan masyarakat mendesak pemerintah Jokowi agar melakukan tindakan segera sebagai antisipasi dampak terjadinya PHK, yakni dengan menopang ekonomi masyarakat di saat wabah. Di tengah desakan ini, pemerintah Jokowi mengeluarkan beberapa kebijakan, salah satunya memberikan bantuan kepada korban PHK sebesar Rp1 juta per bulan.
Sebagaimana dilansir oleh laman (CNN Indonesia, 25/3/2020), pemerintah Jokowi akan memberikan insentif senilai Rp1 juta per bulan kepada korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di sektor formal di tengah penyebaran virus Corona (Covid-19). Bantuan tersebut akan diberikan selama tiga bulan. Selain itu, pemerintah juga akan memberikan pelatihan kepada korban secara cuma-cuma. Syaratnya, karyawan tersebut terdaftar sebagai peserta BP Jamsostek.
Pemerintah menganggarkan biaya pelatihan tersebut senilai Rp2 juta tiap orang selama 3 bulan. Pemerintah juga mengerek insentif bagi penerima kartu pra kerja menjadi Rp1 juta per bulan dari sebelumnya hanya Rp650 ribu per bulan. Keputusan ini diberlakukan selama empat bulan guna memitigasi dampak penyebaran virus Corona terhadap pekerja yang terkena PHK dari sektor informal. Penerima kartu prakerja akan diberikan insentif sebesar Rp1 juta selama empat bulan. Artinya, alokasi dana yang disiapkan untuk masing-masing peserta sebesar Rp4 juta. Namun, pemerintah akan mengembalikan skema program kartu prakerja seperti semula apabila kondisi sudah kembali normal.
Sudah jatuh tertimpa tangga, tampaknya itu ungkapan yang tepat untuk menggambarkan kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Pasalnya, wabah Corona datang di tengah ekonomi masyarakat Indonesia sekarat serta terpuruk di segala sisi. Munculnya Corona di bumi pertiwi, tak hanya merenggut korban jiwa, pandemi virus Corona atau Covid-19 pun akhirnya memakan korban dari kalangan pekerja. Hal ini tampak dari demikian masifnya angka PHK dewasa ini. Kementerian Ketenagakerjaan mencatatkan ada 2.311 pekerja yang terdampak PHK, per Rabu (1/4/2020). Sementara itu, 9.183 pekerja dirumahkan akibat melemahnya perekonomian. (Warta Ekonomi.co.id)
Di tengah kepungan pandemi Corona dan keterpurukan bayang-bayang PHK, kebijakan pemerintah Jokowi memberikan insentif senilai Rp1 juta per bulan yang akan diberikan selama tiga bulan kepada korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), sekilas tampak memberikan angin segar bagi masyarakat. Namun kenyataannya, insentif yang diberikan tidak akan mampu mendongkrak ekonomi rakyat, apalagi mengatasi dampak wabah secara ekonomi. Karena bukan hanya sebagian kecil rakyat yang menjadi sasaran program ini. Ditambah lagi adanya persyaratan berbelit, seperti karyawan yang bersangkutan harus terdaftar sebagai peserta BP Jamsostek. Yang memungkinkan banyak rakyat tidak akan bisa memanfaatkan kebijakan tersebut.
Jika melihat dari seluruh fakta yang ada, setiap program dan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, hanyalah solusi tambal sulam semata. Bukan solusi hakiki dalam menuntaskan problematika ekonomi masyarakat di tengah wabah. Bahkan lebih bernilai pencitraan dan lips service dibanding memberikan solusi. Hal ini terbukti dari tidak mampunya penguasa dalam menangani wabah dan ekonomi rakyat. Alih-alih memberikan solusi pasti, pemerintah justru terus menerus membangun pencitraan di atas derita rakyat. Inilah watak asli rezim kapitalis-neoliberal. Seluruh kebijakan yang lahir dari rezim neolib hanyalah berorientasi pencitraan demi mempertahankan kursi kekuasaan, sebab takut dijatuhkan dan digulingkan.
Kebijakan tambal sulam rezim kapitalis, telah gagal memberikan solusi pemenuhan kebutuhan dasar rakyat. Baik kebutuhan pokok rakyat secara individu maupun pemenuhan kebutuhan pokok rakyat secara umum. Termasuk kebutuhan sekunder rakyat yang menjadi tanggung jawab negara.
Kebijakan pencitraan ala kapitalisme-neoliberal tentu tidak akan ditemui dalam Islam. Sebagai sistem paripurna, Islam jelas memberikan solusi yang mendatangkan maslahat. Islam memiliki seperangkat kebijakan yang mampu mengatasi wabah sekaligus meminimalisasi dampak ekonomi. Dalam Islam, kesehatan dan keamanan sama pentingnya dengan kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, dan papan. Islam memandang semua itu menjadi kewajiban negara dalam pemenuhannya kepada masyarakat.
Khalifah sebagai kepala negara Islam, berkewajiban memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya. Khalifah juga harus memastikan seluruh warganya tidak kekurangan dalam memenuhi kebutuhan pokoknya. Terlebih ketika wabah melanda, negara wajib memastikan kebutuhan pokok rakyat tercukupi hingga berakhirnya wabah.
Negara Islam (khilafah) juga menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat secara langsung maupun tidak langsung. Khilafah memberikan kemudahan kepada rakyat dalam mengakses pelayanan publik. Hal ini menjadikan rakyat semangat dan optimis dalam menghadapi wabah. Rakyat pun terhindar dari stres ataupun memikirkan kesulitan ekonomi ketika melawan wabah.
Berbagai cara dan upaya akan dilakukan oleh pemimpin Islam (khalifah) dan negara Islam (khilafah) untuk menghindari, mengatasi dan menghilangkan penyakit yang diakibatkan dari wabah mematikan. Sebelum terjadinya suatu wabah, negara Islam (khilafah) dan pemimpin Islam (khalifah) akan memberikan pelayanan kesehatan terbaik serta menunjang kesehatan rakyat dengan baik.
Demikian pula saat terjadinya wabah, khalifah akan melakukan beragam cara sampai wabah tersebut berakhir. Negara pun menyediakan sarana dan prasarana kesehatan yang memadai serta sumber daya manusia yang profesional dan kompeten. Dan semuanya diberikan kepada masyarakat dengan cuma-cuma. Serta dapat diakses dimanapun dan kapan pun.
Adapun sumber pembiayaan negara untuk memenuhi seluruh kebutuhan pokok rakyat dan pelayanan publik, diperoleh dari baitulmal (kas negara). Sumber dana baitulmal sendiri diperoleh dari hasil pengelolaan harta kepemilikan umum, jizyah, fai’, kharaj, dan lain-lain. Bila dana baitulmal tidak mencukupi, baru negara akan membuka pintu sedekah dan memberlakukan pajak bagi orang-orang kaya.
Menakjubkannya pemenuhan seluruh kebutuhan pokok dan pelayanan publik ini tidak hanya diberikan sebelum dan saat ada wabah saja. Namun, memang menjadi kewajiban utama negara Islam (khilafah) dan pemimpin Islam (khalifah) kepada rakyatnya setiap saat. Semua itu diberikan kepada rakyat yang berada dalam naungannya. Tanpa memandang agama, bangsa, etnik, suku dan rasnya. Hal ini, karena negara dan penguasa Islam sadar betul bahwa kekuasaan adalah amanah besar yang akan diminta pertanggungjawaban.
Rasulullah saw. bersabda:
"Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari)
Dari sini, jelaslah hanya Islam satu-satunya yang mampu menjalankan fungsi dari negara dan penguasa yang sesungguhnya yakni menjadi pengurus dan penjaga rakyatnya. Penguasa dalam Islam benar-benar mampu menjalankan tanggung jawabnya dengan segenap hati bukan karena pencitraan ataupun demi tampuk kekuasaan. Semuanya mutlak demi meraih ridha Illahi.
Sejarah mencatat, selama hampir 14 abad lamanya Islam mampu menyelesaikan permasalahan yang menimpa dunia secara tuntas. Oleh karena itu, sudah saatnya kita bersegera kembali kepada Islam dan menerapkannya dalam seluruh aspek kehidupan dengan penerapan sempurna melalui institusi Daulah Khilafah Islamiyyah. Serta mencampakkan aturan kuffur kapitalisme-neoliberal biang segala kerusakan.
Wallahu a'lam bi ash-shawwab