Budidaya Ikan Tawar Solusi Alternatif Untuk Indonesia?
Opini
Ditulis Penulis: Elis
ibu rumah tangga
Mitra Rakyat.com
Baru-baru ini ramai dibicarakan tentang Budidaya ikan tawar seperti di Kabupaten Bandung. Di lansir dari laman Infobdg.com, Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Edhy Prabowo, didampingi Wakil Gubernur Jawa Barat, Uu Ruzhanul Ulum, melakukan kunjungan ke lokasi budidaya ikan air tawar di Kampung Parung Serab, Soreang, Kab. Bandung, pada Kamis (2/1).
Edhy Prabowo mengatakan bahwa Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kini tengah berupaya menjalin komunikasi dengan pembudidaya ikan air tawar. Edhy mengaku telah diiperintahkan oleh presiden Jokowi untuk membangun komunikasi dengan nelayan atau peternak ikan air tawar. Karena selama ini komunikasi yang terjadi dianggap tidak kondusif, banyak yang protes yang dilontarkan sehingga ia diminta untuk menuntaskannya.
Dengan dibangunnya sentra budidaya perikanan ini, Jawa Barat merupakan provinsi yang memiliki garis pantai luas dan Kabupaten Bandung lahannya memiliki potensi perikanan budidaya yang besar untuk ditingkatkan. Pada pengembangan kolam, meliputi kolam air tenang, kolam air deras termasuk kolam mina padi, yang dikelola oleh sekitar 265 kelompok pembudidayaan ikan. daerah yang mendominasi produksi ikan di Kabupaten Bandung berada di kecamatan Pacet,Ciparay,Majalaya dan Bojong Soang.
Edhy kembali menegaskan "Kabupaten Bandung walaupun tidak punya laut, dia punya lahan perairan umum yang luas yaitu 1.230 hektar. Maka kunjungan ini diharapkan sentra budidaya ikan menjadi pionir yang akan terus kita kembangkan,”
Produksi ikan di Kabupaten Bandung ini pada tahun 2019 sebanyak 14.155 ton dan target tahun 2020 di harapkan bisa mencapai angka 14.600 ton lebih. (Radar Nusantara)
Bahkan Edhy menyatakan KKP siap membantu kebutuhan budidaya, termasuk untuk modalnya. Karena pihak mereka meyakini bahwa para pelaku usaha sektor perikanan budidaya punya keinginan besar tapi bingung bagaimana memulainya. Kendala lain yang sering ditemui pemdudidaya ikan adalah mahalnya ongkos pakan yang bisa mencapai lebih dari 70% dari total biaya. Oleh karna itu, KKP akan menggunakan solusi pakan alternatif yang ditemukan oleh mahasiswa ITB, yaitu melalui pembiakan magot untuk pakan ikan.
Menurut laporan Badan Pangan PBB, yang dikutip dari laman Kompasiana.com, usaha budidaya ikan air tawar semakin hari semakin menggiurkan. Pada tahun 2021 konsumsi ikan perkapita penduduk dunia akan mencapai 19,6 kg per tahun. Meski saat ini konsumsi ikan lebih banyak dipasok oleh ikan laut, namun pada tahun 2018 produksi ikan air tawar menyalip produksi perikanan tangkap. Mengapa demikian, karena produksi perikanan tangkap akan mengalami penurunan akibat overfishing. Ikan di laut semakin sulit didapatkan.
Oleh sebab itu, untuk memenuhi kebutuhan ikan masyarakat, diperlukan peningkatan produksi budidaya ikan air tawar sebagai subtitusi ikan laut. Sehingga kita bisa memberikan ruang kepada biota laut untuk berkembang biak. Terlebih lagi, Indonesia merupakan tempat yang tepat untuk membudidayakan ikan tawar karena memiliki cukup lahan untuk membuat tambak ikan. Konsumsi ikan penduduk Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data KKP tahun 2015, tingkat konsumsi ikan di Indonesia mencapai 41,11 kg/kapita. (Kompasiana.com, 25/1/2016)
Melihat fakta tersebut di atas, jelaslah bahwa budidaya ikan air tawar menjadi solusi alternatif di saat pemenuhan konsumsi ikan laut sulit dan mahal. Program yang ditawarkan pemerintah dan pejabat terkait haruslah mengedepankan kepentingan umat jangan memanjakan selalu korporat dan komprador yang berkeuntungan tebal tapi rawan bencana. Sudah beberapa program-program pemerintah digulirkan ke tengah masyarakat, namun berakhir di tangan pengusaha kapitalis.
Bahkan menjadi miris manakala kondisi laut Indonesia mulai dirusak oleh tangan-tangan nakal dengan pemakaian bom ikan,sampah dan limbah industri mencemari laut dan biotanya. Belum lagi yang sekarang di perbincangkan kasus pencurian ikan di laut Natuna, yang di lakukan kapal nelayan asing masuk ke perairan Indonesia. Itu salah satu contohnya. Dan bukan hanya China yang mengusik perairan di Indonesia, negara-negara lain pun seperti Vietnam juga melakukannya.
Ironisnya, Indonesia tak mampu bersikap tegas atas pelanggaran itu.
Memang sudah seharusnya pemerintah memberikan solusi memenuhi kehidupan yang layak untuk masyarakat, baik itu sandang, pangan dan papan kepada warga masyarakat secara langsung agar kehidupan dan kenyamanannya di rasakan langsung oleh mereka. Pemerintah tidak boleh tanggung-tanggung memberikan sarana dan prasarana penunjang untuk terwujudnya program budidaya ikan tawar kepada warga masyarakat.
Bukan hanya untuk pencitraan saja atau meraih simpati publik. Berbagai aspek harus menjadi pertimbangan agar program usaha budidaya itu berjalan dengan lancar. Dengan tanpa hambatan antar institusi harus berkolaborasi dan saling mendukung hingga tak terjadi lagi lempar tanggung jawab serta saling tuding seperti kasus-kasus lain, seperti beras impor dan beras bulog yang membusuk.
Allah Swt telah menganugrahi Negara Indonesia dengan kekayaan alam yang luar biasa, mulai dari kekayaan laut, tambang dan hutan. Bahkan Indonesia menduduki urutan ke-6 yang memilki SDA terbesar di dunia, MaasyaaAllah. Dan sampai hari ini ada kabar Indonesia memiliki hutang yang melimpah, hingga masyarakat pun ikut menanggung bebannya dan umat terus dibuatnya miskin, berbagai program di kerahkan demi mensejahterakan rakyat atau sebagai solusi alternatif dari ketiadaan sumber daya alam sebagaimana program budidaya ikan tawar di atas.
Dari sekian ribu atau bahkan jutaan kekayaan alam yang tersebar di pelosok wilayah Indonesia harusnya tidak membuat negara terpuruk. Betapa miris yang dialami bangsa ini. Hidup di tengah-tengah gelimangan harta, segala ada bahkan berlimpah tapi beberapa tahun ke depan bisa jadi terancam kelaparan serta kematian. Mengapa bisa demikian, apa yang salah?
Semenjak negeri ini membuka ruang seluas-luasnya bagi investor asing atas nama kerjasama, tepatnya pada masa pemerintahan Soeharto dengan Freeportnya. Sejak itu pulalah masyarakat Indonesia menjadi bulan-bulanan investor asing dan swasta. Dengan ide kapitalisme yang diemban asing ke negeri ini, sedikit demi sedikit pemerintah melalui pergantian rezimnya mulai menjerat rakyat.
Arah pandang penguasa tak lagi untuk kemaslahatan umat tapi materi dan manfaat. Pengusaha asing dan swasta mulai mengelola dan menguasai aset-aset publik, sementara pemerintah hanya diam, menunggu fee. Selagi asing terus bersemangat mengeruk kekayaan alam Indonesia, meraup keuntungan bertubi-tubi dengan membuat limbah, membuang kotoran kerja mereka di depan rumah warga, pemerintah sibuk teken kontrak sana sini.
Jadilah fungsi negara sebagai regulator semata atas kegiatan merusak yang dilakukan kaum kapital dan agen-agennya. Sehingga ketersediaan pangan yang harusnya mencukupi seluruh warga negara, akibat tidak dikelola dengan benar dan diserahkan kepada pihak swasta bukan negara, hingga habis dan rusak karena terus dijarah oleh tangan-tangan yang haus keuntungan dan yang tersisa adalah kemiskinan sistemik.
Nampak jelasnya kerusakan alam di negeri ini bukan karena akibat dari perilaku satu, dua orang tapi karena sistem yang diterapkan. Hal ini telah dijelaskan oleh Allah Swt, yang artinya,
“Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (TQS. Ar Rum :41)
Apa yang dialami nelayan atau masyarakat dengan berkurangnya pasokan ikan bukan saja karena faktor alam melainkan faktor tata kelola yang diserahkan pada aturan manusia berlandaskan asas kapitalisme sekular. Asas yang mengedepankan keuntungan secara kapital dengan menjauhkan atauran syariat Islam. Inilah pangkal dari setiap permasalahan umat dalam segala aspek kehidupan mereka.
Oleh karena itu program budidaya ikan air tawar harusnya hanya menjadi solusi alternatif jika kondisi alam tidak memungkinkan para nelayan menangkap ikan. Tentu saja yang prioritas adalah siapa dan bagaimana pengaturannya. Yang mengatur dan mengelola kepemilikan umum. Sudah waktunya umat, terutama kaum muslimin sadar bahwa tak ada aturan lain yang dapat memberikan kesejahteraan selain aturan Islam.
Selama kedua paham tersebut masih diterapkan di tengah-tengah umat, tidak bersegera untuk dicampakkan, maka keberkahan dari bumi dan langit tidak akan terwujud dan tinggal menghitung hari saat kehancurannya. Firman Allah Swt dalam al-Qur’an:
“Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”(TQS al- A’raf [7]: 96)
Rasulullah saw bersabda:
“Setiap pemimpin yang menangani urusan kaum muslimin, tetapi tidak berusaha semaksimal mungkin untuk mengurusi mereka dan memberikan arahan kepada mereka, maka dia tidak akan bisa masuk surga bersama kaum muslimin itu.” (HR. Muslim)
Wallahu a’lam bi ash Shawab.
Ditulis Penulis: Elis
ibu rumah tangga
Mitra Rakyat.com
Baru-baru ini ramai dibicarakan tentang Budidaya ikan tawar seperti di Kabupaten Bandung. Di lansir dari laman Infobdg.com, Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Edhy Prabowo, didampingi Wakil Gubernur Jawa Barat, Uu Ruzhanul Ulum, melakukan kunjungan ke lokasi budidaya ikan air tawar di Kampung Parung Serab, Soreang, Kab. Bandung, pada Kamis (2/1).
Edhy Prabowo mengatakan bahwa Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kini tengah berupaya menjalin komunikasi dengan pembudidaya ikan air tawar. Edhy mengaku telah diiperintahkan oleh presiden Jokowi untuk membangun komunikasi dengan nelayan atau peternak ikan air tawar. Karena selama ini komunikasi yang terjadi dianggap tidak kondusif, banyak yang protes yang dilontarkan sehingga ia diminta untuk menuntaskannya.
Dengan dibangunnya sentra budidaya perikanan ini, Jawa Barat merupakan provinsi yang memiliki garis pantai luas dan Kabupaten Bandung lahannya memiliki potensi perikanan budidaya yang besar untuk ditingkatkan. Pada pengembangan kolam, meliputi kolam air tenang, kolam air deras termasuk kolam mina padi, yang dikelola oleh sekitar 265 kelompok pembudidayaan ikan. daerah yang mendominasi produksi ikan di Kabupaten Bandung berada di kecamatan Pacet,Ciparay,Majalaya dan Bojong Soang.
Edhy kembali menegaskan "Kabupaten Bandung walaupun tidak punya laut, dia punya lahan perairan umum yang luas yaitu 1.230 hektar. Maka kunjungan ini diharapkan sentra budidaya ikan menjadi pionir yang akan terus kita kembangkan,”
Produksi ikan di Kabupaten Bandung ini pada tahun 2019 sebanyak 14.155 ton dan target tahun 2020 di harapkan bisa mencapai angka 14.600 ton lebih. (Radar Nusantara)
Bahkan Edhy menyatakan KKP siap membantu kebutuhan budidaya, termasuk untuk modalnya. Karena pihak mereka meyakini bahwa para pelaku usaha sektor perikanan budidaya punya keinginan besar tapi bingung bagaimana memulainya. Kendala lain yang sering ditemui pemdudidaya ikan adalah mahalnya ongkos pakan yang bisa mencapai lebih dari 70% dari total biaya. Oleh karna itu, KKP akan menggunakan solusi pakan alternatif yang ditemukan oleh mahasiswa ITB, yaitu melalui pembiakan magot untuk pakan ikan.
Menurut laporan Badan Pangan PBB, yang dikutip dari laman Kompasiana.com, usaha budidaya ikan air tawar semakin hari semakin menggiurkan. Pada tahun 2021 konsumsi ikan perkapita penduduk dunia akan mencapai 19,6 kg per tahun. Meski saat ini konsumsi ikan lebih banyak dipasok oleh ikan laut, namun pada tahun 2018 produksi ikan air tawar menyalip produksi perikanan tangkap. Mengapa demikian, karena produksi perikanan tangkap akan mengalami penurunan akibat overfishing. Ikan di laut semakin sulit didapatkan.
Oleh sebab itu, untuk memenuhi kebutuhan ikan masyarakat, diperlukan peningkatan produksi budidaya ikan air tawar sebagai subtitusi ikan laut. Sehingga kita bisa memberikan ruang kepada biota laut untuk berkembang biak. Terlebih lagi, Indonesia merupakan tempat yang tepat untuk membudidayakan ikan tawar karena memiliki cukup lahan untuk membuat tambak ikan. Konsumsi ikan penduduk Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data KKP tahun 2015, tingkat konsumsi ikan di Indonesia mencapai 41,11 kg/kapita. (Kompasiana.com, 25/1/2016)
Melihat fakta tersebut di atas, jelaslah bahwa budidaya ikan air tawar menjadi solusi alternatif di saat pemenuhan konsumsi ikan laut sulit dan mahal. Program yang ditawarkan pemerintah dan pejabat terkait haruslah mengedepankan kepentingan umat jangan memanjakan selalu korporat dan komprador yang berkeuntungan tebal tapi rawan bencana. Sudah beberapa program-program pemerintah digulirkan ke tengah masyarakat, namun berakhir di tangan pengusaha kapitalis.
Bahkan menjadi miris manakala kondisi laut Indonesia mulai dirusak oleh tangan-tangan nakal dengan pemakaian bom ikan,sampah dan limbah industri mencemari laut dan biotanya. Belum lagi yang sekarang di perbincangkan kasus pencurian ikan di laut Natuna, yang di lakukan kapal nelayan asing masuk ke perairan Indonesia. Itu salah satu contohnya. Dan bukan hanya China yang mengusik perairan di Indonesia, negara-negara lain pun seperti Vietnam juga melakukannya.
Ironisnya, Indonesia tak mampu bersikap tegas atas pelanggaran itu.
Memang sudah seharusnya pemerintah memberikan solusi memenuhi kehidupan yang layak untuk masyarakat, baik itu sandang, pangan dan papan kepada warga masyarakat secara langsung agar kehidupan dan kenyamanannya di rasakan langsung oleh mereka. Pemerintah tidak boleh tanggung-tanggung memberikan sarana dan prasarana penunjang untuk terwujudnya program budidaya ikan tawar kepada warga masyarakat.
Bukan hanya untuk pencitraan saja atau meraih simpati publik. Berbagai aspek harus menjadi pertimbangan agar program usaha budidaya itu berjalan dengan lancar. Dengan tanpa hambatan antar institusi harus berkolaborasi dan saling mendukung hingga tak terjadi lagi lempar tanggung jawab serta saling tuding seperti kasus-kasus lain, seperti beras impor dan beras bulog yang membusuk.
Allah Swt telah menganugrahi Negara Indonesia dengan kekayaan alam yang luar biasa, mulai dari kekayaan laut, tambang dan hutan. Bahkan Indonesia menduduki urutan ke-6 yang memilki SDA terbesar di dunia, MaasyaaAllah. Dan sampai hari ini ada kabar Indonesia memiliki hutang yang melimpah, hingga masyarakat pun ikut menanggung bebannya dan umat terus dibuatnya miskin, berbagai program di kerahkan demi mensejahterakan rakyat atau sebagai solusi alternatif dari ketiadaan sumber daya alam sebagaimana program budidaya ikan tawar di atas.
Dari sekian ribu atau bahkan jutaan kekayaan alam yang tersebar di pelosok wilayah Indonesia harusnya tidak membuat negara terpuruk. Betapa miris yang dialami bangsa ini. Hidup di tengah-tengah gelimangan harta, segala ada bahkan berlimpah tapi beberapa tahun ke depan bisa jadi terancam kelaparan serta kematian. Mengapa bisa demikian, apa yang salah?
Semenjak negeri ini membuka ruang seluas-luasnya bagi investor asing atas nama kerjasama, tepatnya pada masa pemerintahan Soeharto dengan Freeportnya. Sejak itu pulalah masyarakat Indonesia menjadi bulan-bulanan investor asing dan swasta. Dengan ide kapitalisme yang diemban asing ke negeri ini, sedikit demi sedikit pemerintah melalui pergantian rezimnya mulai menjerat rakyat.
Arah pandang penguasa tak lagi untuk kemaslahatan umat tapi materi dan manfaat. Pengusaha asing dan swasta mulai mengelola dan menguasai aset-aset publik, sementara pemerintah hanya diam, menunggu fee. Selagi asing terus bersemangat mengeruk kekayaan alam Indonesia, meraup keuntungan bertubi-tubi dengan membuat limbah, membuang kotoran kerja mereka di depan rumah warga, pemerintah sibuk teken kontrak sana sini.
Jadilah fungsi negara sebagai regulator semata atas kegiatan merusak yang dilakukan kaum kapital dan agen-agennya. Sehingga ketersediaan pangan yang harusnya mencukupi seluruh warga negara, akibat tidak dikelola dengan benar dan diserahkan kepada pihak swasta bukan negara, hingga habis dan rusak karena terus dijarah oleh tangan-tangan yang haus keuntungan dan yang tersisa adalah kemiskinan sistemik.
Nampak jelasnya kerusakan alam di negeri ini bukan karena akibat dari perilaku satu, dua orang tapi karena sistem yang diterapkan. Hal ini telah dijelaskan oleh Allah Swt, yang artinya,
“Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (TQS. Ar Rum :41)
Apa yang dialami nelayan atau masyarakat dengan berkurangnya pasokan ikan bukan saja karena faktor alam melainkan faktor tata kelola yang diserahkan pada aturan manusia berlandaskan asas kapitalisme sekular. Asas yang mengedepankan keuntungan secara kapital dengan menjauhkan atauran syariat Islam. Inilah pangkal dari setiap permasalahan umat dalam segala aspek kehidupan mereka.
Oleh karena itu program budidaya ikan air tawar harusnya hanya menjadi solusi alternatif jika kondisi alam tidak memungkinkan para nelayan menangkap ikan. Tentu saja yang prioritas adalah siapa dan bagaimana pengaturannya. Yang mengatur dan mengelola kepemilikan umum. Sudah waktunya umat, terutama kaum muslimin sadar bahwa tak ada aturan lain yang dapat memberikan kesejahteraan selain aturan Islam.
Selama kedua paham tersebut masih diterapkan di tengah-tengah umat, tidak bersegera untuk dicampakkan, maka keberkahan dari bumi dan langit tidak akan terwujud dan tinggal menghitung hari saat kehancurannya. Firman Allah Swt dalam al-Qur’an:
“Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”(TQS al- A’raf [7]: 96)
Rasulullah saw bersabda:
“Setiap pemimpin yang menangani urusan kaum muslimin, tetapi tidak berusaha semaksimal mungkin untuk mengurusi mereka dan memberikan arahan kepada mereka, maka dia tidak akan bisa masuk surga bersama kaum muslimin itu.” (HR. Muslim)
Wallahu a’lam bi ash Shawab.