Opini
Ditulis Oleh: Ummu Nasywa
Ummu wa rabbatul bayt dan pegiat dakwah
Mitra Rakyat.com
Korupsi tumbuh sangat subur di negeri ini. Dari tahun ke tahun kasus korupsi bertambah dan sepertinya tak ada solusi yang pasti. Kerugian yang dialami negara pun mencapai triliunan rupiah.
Sejumlah kalangan menilai upaya pemberantasan korupsi mengalami kemunduran. Memasuki tahun 2020 publik dikagetkan dengan kasus Jiwasraya, suap (risywah) komisioner KPU oleh kader parpol dan serta kasus korupsi pengadaan pesawat dan mesin pesawat di perusahaan Garuda Indonesia.
Juga beberapa kasus korupsi yang belum tuntas, seperti di Kemenperindag tentang impor bawang putih (KOMPAS.com) dan Kementerian Agama mengenai pengadaan barang dan jasa di lingkungan kemenag tahun 2011 (detik.com).
Kasus-kasus korupsi yang terjadi tidak hanya di lembaga eksekutif dan legislatif, tetapi juga di lingkungan penegak hukum. Sehingga perlu ada pembangunan zona integritas di wilayah ara penegak hukum.
Sebagaimana dimuat dalam laman Kejaksaan Negeri Kabupaten Bandung tanggal 24 Februari 2020 yang memberitakan bahwa Kejari Kabupaten Bandung melaksanakan pencanangan pembangunan Zona Integritas (ZI) menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM).
Bertempat di kantor Kejari Kabupaten Bandung yang dihadiri oleh Kepala Kejati Jawa Barat Ade Eddy Adhyaksa, S.H., Dandim 0624/Kabupaten Bandung Letkol Inf Donny Bainuri, Asisten Pemerintah Kabupaten Bandung H. Ruli Hadiana dan Jajaran Polri, TNI serta Forkopimda Kabupaten Bandung lainnya dan dilanjutkan dengan menandatangani fakta integritas dalam pencanangan WBK dan WBBM tersebut.
Kepala Kejati Ade Adhyaksa mengatakan, "Kita sudah saksikan bersama mereka menandatangani fakta integritas jika mereka tidak komit bisa ditindak sesuai dengan aturan yang ada dan dalam pencanangan WBK dan WBBM ini memberikan pelayanan prima, bersih dan terbaik kepada masyarakat".
Kepala Kejari Kabupaten Bandung Paryono berharap para staf dan pegawai di lingkungan Kejari Kabupaten Bandung selalu berbuat sesuai dengan ketentuan yang ada dan tak boleh melakukan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), dan apabila ada pegawai yang melakukan pelanggaran akan di serahkan kepada Bidang Pengawasan.
Paryono juga mengatakan pihaknya bersama jajarannya akan selalu melakukan pengawasan secara melekat dan fungsional kepada seluruh staf di lingkungan Kejari Kabupaten Bandung.
Sepanjang tahun terakhir KPK beberapa kali melakukan OTT (Operasi Tangkap Tangan) kasus suap di lingkungan kejaksaan di berbagai wilayah Indonesia, seperti yang diberitakan media setahun terakhir. Sebagaimana yang diberitakan cnn indonesia.com tanggal 22 Agustus 2019 dengan judul berita "Kasus suap Dinas PU Yogya, KPK tahan Jaksa Kejari Surakarta" dan pada tanggal 4 September 2019 "OTT KPK 6 kali dalam sebulan, ciduk jaksa hingga bupati".
Berbagai kasus korupsi yang semakin hari semakin tumbuh subur di negeri ini memperlihatkan dengan jelas bagaimana akibat penerapan liberalisme dan kapitalisme di Indonesia. Berbagai cara meraih materi atau keuntungan demi terpuaskannya nafsu duniawi tanpa mengindahkan halal dan haram begitu mudah dilakukan.
Tindakan korupsi merupakan tindak kejahatan yang terjadi akibat penyelewengan wewenang atau tanggung jawab. Faktor-faktor penyebabnya bisa dari internal pelaku korupsi dan berasal dari situasi lingkungan yang kondusif untuk melakukan korupsi (faktor eksternal). Faktor internal seperti: sifat tamak/rakus manusia, gaya hidup konsumtif dan moral yang kurang kuat, ditambah dengan adanya faktor eksternal, seperti: faktor politik, hukum, ekonomi dan organisasi, mendorong terjadinya korupsi.
Terlebih dalam sistem Kapitalisme Demokrasi saat ini yang memudahkan terjadinya korupsi. Untuk mendapatkan kursi kekuasaan sebagai anggota dewan ataupun pemerintahan tidaklah didapatkan dengan gratis. No free lunch.
Maka imbalan yang harus dibayar adalah dengan membuat kebijakan yang menguntungkan pemberi modal sebagai penyandang dana kampanyenya.
Pelaku korupsi ini tidak ingat atau mungkin lupa akan adanya Allah Swt yang selalu mengawasi manusia siang dan malam.Keimanan seorang Muslim pada hakikatnya modal pertama individu untuk menciptakan birokrasi yang bersih.
Adanya keyakinan bahwa segala aktivitas akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah kelak, harus senantiasa dihadirkan pada setiap orang, apapun profesinya dan kedudukannya, terlebih penyelenggara negara, baik penguasa maupun pejabat birokrasi dalam menjalankan tugasnya.
Pejabat yang benar-benar beriman kepada Allah tidak akan mudah untuk melakukan kecurangan, korupsi, menerima suap, mencuri, mempersulit dan berkhianat terhadap rakyatnya. Sebab, ia yakin bahwa Allah senantiasa mengawasinya dan kelak pada Hari Akhir pasti akan dimintakan pertanggungjawaban.
Sebaliknya, sifat jujur, amanah, adil, melayani dan penuh tanggung jawab akan sangat sulit lahir dari orang yang lemah dari aspek keimanannya.
Selain individu yang beriman, keberadaan sistem yang dijalankan oleh sebuah negara pun memegang peranan penting untuk menghilangkan korupsi. Dalam sistem pemerintahan Islam terdapat mekanisme yang menutup celah merebaknya kasus korupsi.
Di antaranya, melalui penerapan mekanisme baiat dalam pengangkatan Khalifah, penunjukkan dalam pengangkatan penguasa oleh Khalifah, sistem pemilihan pegawai yang berbasis ketakwaan dan kapabilitas, sistem penggajian yang berstandar tinggi, sistem pengawasan ketat atas kekayaan para pejabat, termasuk adanya hukum keharaman suap dan hadiah bagi pejabat, dan lain-lain.
Semua mekanisme ini kemudian ditopang oleh 3 pilar penegakkan hukum yang melekat pada sistem Islam. Yakni, adanya ketakwaan individu yang menjadi benteng pertama dari perilaku koruptif. Kedua, kontrol masyarakat berupa budaya amar ma’ruf nahi munkar termasuk keberanian melakukan kritik atau kontrol pada perilaku para penguasa. Ketiga, penegakkan sistem hukum yang tegas oleh negara terhadap orang-orang yang terbukti melakukan korupsi atau penyimpangan terhadap hukum-hukum syara.
Pada masa Rasulullah saw. pelaku kecurangan seperti korupsi, selain harta curangnya disita, pelakunya di-tasyhir atau diumumkan kepada khalayak. Semua ini menjadi jaminan terwujudnya pemerintahan yang bersih dan berkinerja baik yang berhasil menghantarkan masyarakat Islam menjadi masyarakat ideal sebagaimana yang dituliskan dalan sejarah peradaban manusia selama berabad-abad lamanya.
Pemberantasan korupsi dalam Islam menjadi lebih mudah dan tegas karena negara dan masyarakat dibangun di atas dasar ketakwaan. Yakin bahwa setiap perbuatan sekecil apapun yang kita lakukan kelak akan dipertanggungjawabkan.
Karena itu sudah saatnya umat kembali pada syariah Islam yang datang dari Allah yang Mahasempurna, agar pemberantasan korupsi tidak lagi hanya sekedar mimpi.
Wallahu a'lam bi ash-showwab