Bencana Banjir dan Hal yang Melatarbelakanginya
Opini
Ditulis Oleh : Ummu Mumtazah
Anggota Grup Penulis Mustanir
Mitra Rakyat.com
Guyuran akibat air hujan yang berkepanjangan menimbulkan bencana banjir di sejumlah wilayah yang ada di Kabupaten Bandung khususnya di wilayah Cileunyi. Beberapa wilayah yang terkena banjir yaitu di Komplek Taman Cileunyi Rw. 22 dan Komp. Bumi Panyawangan Cluster Mahoni, Cempaka dan Rasamala terkena dampak banjir akibat tanggul sungai yang ada di sekitar kompleks pemukiman warga jebol pada Jumat (07/02/2020). (www.86news.co)
Adanya Banjir kali ini disebabkan karena air hujan tidak terserap oleh tanah di pegunungan karena lahannya sudah gundul. Penyebab dari lahan gundul tersebut adalah karena masyarakat menjadikan lahan hutan sebagai daerah pertanian, selain itu pemerintah juga banyak memberi izin dibangunnya perumahan-perumahan baru yang dibangun di daerah resapan air.
Misalnya di daerah gunung Manglayang yang berada di Cileunyi, hampir bagian kaki gunung sudah banyak perumahan dibangun, bahkan beberapa bagian akan digunakan sebagai tol Cisumdawu.
Air yang seharusnya terserap, pada kenyataannya air malah mengalir begitu saja karena jalan- jalan sudah dibeton. Aliran air pun tidak terbendung dan mengalir ke bawah, ke perumahan warga yang ada di hilir sungai. Debit air semakin tinggi karena intensitas hujan yang juga tinggi, sementara kondisi selokan kecil sehingga tanggul tidak kuat menahan aliran sungai tersebut pada akhirnya tanggulnya pun jebol.
Bencana banjir yang timbul sejatinya karena ulah tangan manusia. Akibat adanya sistem kapitalis sekuler, masyarakat dipaksa untuk menghasilkan uang sebanyak-banyaknya untuk membiayai kebutuhan hidup yang melambung tinggi. Sehingga cara apapun dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup tersebut baik itu cara halal ataupun haram.
Salah satunya menjadikan tanah pegunungan yang seharusnya menjadi resapan air dialihfungsikan menjadi tanah pertanian dan permukiman. Masyarakat terpaksa melakukan hal tersebut karena tidak ada pilihan lain terdorong oleh desakan kebutuhan hidup.
Selain itu, dikarenakan jumlah penduduk yang semakin banyak, para investor membidiknya sebagai peluang besar untuk menanamkan modalnya dengan membuat permukiman di daerah pegunungan yang lahannya masih luas dan view pegunungan yang masih asri.
Karena tuntutan rakyat untuk membuat perumahan ini semakin banyak, akhirnya Pemerintah pun memberi izin pada para investor, tanpa melihat dampak negatif dari dibangunnya perumahan di pegunungan, yang menjadi salah satu penyebab terjadi banjir di daerah yang lebih rendah.
Seharusnya pemerintah mengatur urusan rakyat dari urusan sandang, pangan, dan papan. Karena itulah kewajiban pemerintah terhadap rakyatnya.
Jika pemerintah mengabaikan urusan tersebut, maka rakyat akan mengatur diri mereka sendiri tanpa mematuhi aturan yang ada. Sehingga ketika rakyat seenaknya memenuhi kebutuhan sendiri, maka akan timbul dampak negatif yang akan meluas dan merugikan rakyat lain.
Untuk mengatasi banjir dan genangan, Islam tentu saja memiliki kebijakan canggih dan efisien. Kebijakan tersebut mencakup sebelum, ketika, dan pasca banjir. Kebijakan untuk mencegah terjadinya banjir dapat disarikan sebagai berikut:
Pertama, Pada kasus banjir yang disebabkan karena keterbatasan daya tampung tanah terhadap curahan air, baik akibat hujan, gletser, rob, dan lain sebagainya, maka Islam akan menempuh upaya-upaya seperti membangun bendungan-bendungan yang mampu menampung curahan air dari aliran sungai, curah hujan, dan lain sebagainya.
Di masa keemasan Islam, bendungan-bendungan dengan berbagai macam tipe telah dibangun untuk mencegah banjir maupun untuk keperluan irigasi. Contohnya seperti di dekat Kota Madinah Munawarah, terdapat bendungan yang bernama Qusaybah.
Bendungan ini memiliki kedalaman 30 meter dan panjang 205 meter. Bendungan ini dibangun untuk mengatasi banjir di Kota Madinah. Model bendungan yang dibangun oleh insinyur muslim pun beragam.
Bahkan, model-model bendungan modern banyak mengadopsi model bendungan yang diciptakan oleh kaum muslim. Bendungan dengan model bridge dam (bendungan jembatan) dapat ditemukan di daerah Dezful, Iran.
Kedua, dalam aspek undang-undang dan kebijakan.
Islam akan menggariskan beberapa hal penting berikut ini: Islam membuat kebijakan tentang master plan, di mana dalam kebijakan tersebut ditetapkan sebuah kebijakan sebagai berikut; (1) pembukaan pemukiman, atau kawasan baru, harus menyertakan variabel-variabel drainase, penyediaan daerah serapan air, penggunaan tanah berdasarkan karakteristik tanah dan topografinya.
Dengan kebijakan ini, Negara Islam mampu mencegah kemungkinan terjadinya banjir atau genangan dan akan mengeluarkan syarat-syarat tentang izin pembangunan bangunan. Jika seseorang hendak membangun sebuah bangunan, baik rumah, toko, dan lain sebagainya, maka ia harus memperhatikan syarat-syarat tersebut.
Hanya saja, Khilafah tidak menyulitkan rakyat yang hendak membangun sebuah bangunan. Bahkan Khilafah akan menyederhanakan birokrasi dan menggratiskan surat izin pendirian bangunan bagi siapa saja yang hendak membangun bangunan. Hanya saja, jika pendirian bangunan di lahan pribadi atau lahan umum, bisa mengantarkan bahaya (madlarah), maka khalifah diberi hak untuk tidak menerbitkan izin pendirian bangunan.
Ketetapan ini merupakan implementasi kaedah ushul fikih al-dlararu yuzaalu (bahaya itu harus dihilangkan). Khilafah juga akan memberi sanksi bagi siapa saja yang melanggar kebijakan tersebut tanpa pernah pandang bulu. Khilafah akan membentuk badan khusus yang menangani bencana-bencana alam yang dilengkapi dengan peralatan-peralatan berat, evakuasi, pengobatan, dan alat-alat yang dibutuhkan untuk menanggulangi bencana.
Ketiga, dalam menangani korban-korban bencana alam khilafah akan segera bertindak cepat dengan melibatkan seluruh warga yang dekat dengan daerah bencana. Khilafah menyediakan tenda, makanan, pakaian, dan pengobatan yang layak agar korban bencana alam tidak menderita kesakitan akibat penyakit, kekurangan makanan, atau tempat istirahat yang tidak memadai.
Selain itu, Khalifah akan mengerahkan para alim ulama untuk memberikan taushiyyah-taushiyyah bagi korban agar mereka mengambil pelajaran dari musibah yang menimpa mereka, sekaligus menguatkan keimanan mereka agar tetap tabah, sabar, dan tawakal sepenuhnya kepada Allah Swt.
Inilah kebijakan pada masa kejayaan Islam dalam mengatasi banjir.
Kebijakan tersebut tidak saja didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan rasional, tetapi juga disangga oleh nash-nash syariat. Dengan kebijakan ini, insya Allah, masalah banjir bisa ditangani dengan tuntas.
Wallahu A’lam bish shawab.