Opini
Ditulis Oleh: Oom Rohmawati
(Ibu Rumah Tangga, Penulis Bela Islam)
Mitra Rakyat.com
Sebuas-buasnya harimau, takkan memakan anaknya sendiri. Namun apa yang terjadi saat ini sungguh sangat memprihatinkan. Seorang bocah berusia tujuh tahun, harus terbaring lemah tak berdaya karena dugaan penganiayaan yang dilakukan kedua orang tuanya
Menurut berita yang dikutip dari detik.com (22/01/2020), Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Bandung sudah melakukan tindakan terhadap Muhammad Rizky Anugerah yang diduga menjadi korban penganiayaan. Bocah malang tersebut dinyatakan mengalami cacat seumur hidup. "Hasil rumah sakit, anak itu akan cacat seumur hidup dan perlu penanganan lebih lanjut, " kata Kasi Perlindungan Hak Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Bandung, Ade Baharudinata saat ditemui di kantornya.
Saat disinggung, mengapa kejadian itu terjadi, Ade menyebutkan orang tua Muhammad Rizky mengalami masalah ekonomi, jumlah anak 8 orang, tidak punya rumah, pekerjaan tidak tetap, sampai ke rumah anak rewel minta jajan sementara uang tidak punya.
Sungguh menyedihkan orang yang mestinya memberikan perlindungan justru menjadi sumber bahaya untuk orang-orang yang seharusnya disayanginya.
Kemiskinan memang bisa membuat seseorang menempuh jalan pintas, baik miskin harta apalagi miskin ilmu. Miskin harta, bisa mendorong seseorang berbuat nekat, misalnya mencuri, merampok, memeras bahkan mungkin membunuh untuk memenuhi kebutuhannya. Meski sadar dengan resikonya, tetap dilakukan karena terdesak kebutuhan ekonomi. Akan tetapi sekalipun seseorang merasa kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-harinya, jika memiliki kekayaan ilmu, dalam hal ini ilmu agama, tentu perbuatan kriminal yang berujung pada kemaksiyatan tersebut tidak akan dilakukan.
Dalam kehidupan sekuler materialis seperti sekarang ini, agama dianggap tidak penting sehingga dipisahkan dari kehidupan. Padahal sumber ketenangan dan kebahagiaan dunia akhirat hanya dengan ilmu dan dengan ketaatan kepada Allah Swt.
Sebagaimana sabda Rasulullah Saw: "Barang siapa yang menginginkan bahagia di dunia maka hendaklah ia berilmu, dan siapa yang menginginkan kebahagiaan akhirat, maka hendaklah ia berilmu, dan barang siapa menginginkan kedua-duanya, maka hendaklah ia berilmu." (HR Abu Hasan Al-Mawardi).
Jadi bukan alasan yang tepat bila menyalahkan faktor ekonomi dan anak banyak sebagai sumber permasalahan munculnya perlakuan buruk orang tua terhadap anak.
Harus dipahami bahwa kemiskinan yang ada saat ini bukanlah disebabkan satu faktor saja. Secara garis besar ada 3 penyebab kemiskinan: Pertama, alamiah yaitu miskin karena cacat mental atau cacat fisik serta usia lanjut sehingga tidak mampu bekerja. Kedua, kemiskinan kultural, yaitu kemiskinan yang di sebabkan oleh rendahnya kualitas SDM akibat kultur masyarakat tertentu misalnya, rasa malas, tidak produktif, bergantung pada yang lain. Ketiga, kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan yang disebabkan sistem yang digunakan negara dalam mengatur urusan rakyat.
Kemiskinan struktural inilah yang menjadi faktor terbesar penyumbang kemiskinan saat ini. Sistem Kapitalisme sekuler yang diterapkan telah mengundang berbagai permasalahan yang menimbulkan kesengsaraan bagi rakyat.
Penerapan sistem ekonomi kapitalis telah melahirkan dominasi para pemilik modal atas kekayaan alam negara. Sementara negara hanya berfungsi sebagai regulator dan fasilitator. Pengelolaan sumber daya alam Indonesia yang berlimpah diserahkan kepada asing dan aseng. Para penguasa yang diangkat untuk melayani rakyat justru bekerja sama dengan pengusaha, tidak memikirkan apalagi mengurusi rakyatnya.
Maka wajar banyak masyarakat yang miskin, serba kekurangan dan tidak mampu mencukupi kebutuhan hidupnya, karena pendidikan yang terbatas serta sulitnya lapangan pekerjaan. Semua itu akan melahirkan permasalahan-permasalahan baru dalam kehidupan, seperti kejahatan, tindakan kriminal, dan kekerasan yang terjadi saat ini hingga ke lingkup keluarga.
Padahal seharusnya kesejahteraan rakyat itu menjadi tanggung jawab pemerintah sebagai pengurus urusan rakyat dan pelayan umat. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Rasulullah Saw :
"Imam (khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan bertanggung jawab atas rakyatnya." (HR Ahmad Bukhari)
Selain itu pemimpin pun harus menjadi "junnah" (pelindung) seperti sabda Rasulullah Saw.:
"Imam itu perisai orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya." (HR Muslim).
Terdapat sejumlah ketentuan syariat yang mengatur bagaimana negara berwenang dan bertanggung jawab penuh dalam pemenuhan hajat hidup publik, dari perencanaan hingga teknis. Sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah Saw. yang mengatur langsung kemaslahatan publik di Madinah, mengelola dan mengatasi berbagai persoalan.
Bagaimana negara memastikan kebutuhan rakyat terpenuhi? Negara yang berideologi Islam memiliki sistem ekonomi yang khas. Beberapa prinsip ekonomi tersebut adalah sebagai berikut: Pertama, adanya konsep kepemilikan yang membagi kepemilikan menjadi tiga, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Sumber daya alam, seperti minyak, gas, barang-barang tambang, ai, hutan, dan semisalnya termasuk dalam kepemilikan umum. Maka, pengelolaannya tidak boleh diserahkan kepada swasta apalagi asing, tetapi harus dikelola sepenuhnya oleh negara, dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat dalam berbagai bentuk. Kedua, negara mewajibkan kepada seorang wali/suami untuk memberikan nafkah (sandang, pangan, dan papan) kepada keluarganya atau orang yang menjadi tanggungannya secara makruf. Jika tidak mampu karena sakit, cacat atau tua sehingga tidak mampu lagi bekerja, maka dialihkan kepada keluarganya yang ada pada jalur nafkahnya. Jika tidak ada, maka negara yang akan mengambil alih penyediaan kebutuhan primernya. Ketiga, negara berkewajiban menyediakan kebutuhan kesehatan, pendidikan dan keamanan masyarakat secara gratis. Keempat, negara melarang setiap aktivitas ekonomi yang berbasis ribawi.
Semua prinsip sahih tersebut adalah bagian integral sistem kehidupan Islam secara keseluruhan dan hanya serasi dengan sistem politik Islam, yakni khilafah. Sehingga, kunci rahasia berjalannya fungsi negara yang sahih adalah pada pelaksanaan syariat Islam secara kaffah dalam bingkai khilafah.
Prinsip ini dijalankan sejak kepemimpinan Rasulullah SAW hingga khalifah-khalifah berikutnya. Di masa khalifah Umar bin Khathab r.a. pernah dijumpai seorang Yahudi tua yang sedang mengemis. Ketika ditanyakan kepadanya, ternyata usia tua dan kebutuhan telah mendesaknya untuk berbuat demikian. Umar segera membawanya kepada bendahara Baitul Maal dan memerintahkan agar ditetapkan bagi orang itu, dan orang-orang seperti dia, sejumlah uang dari Baitul Maal yang cukup baginya dan dapat memperbaiki keadaannya. Umar berkata, “Kita telah bertindak tidak adil terhadapnya, menerima pembayaran jizyah darinya kala dia masih muda, kemudian menelantarkannya kala dia sudah lanjut usia."
Demikianlah beberapa gambaran sejarah kaum Muslim, yang menunjukkan betapa Islam yang mereka terapkan ketika itu benar-benar membawa keberkahan dan kesejahteraan hidup. Bukan hanya bagi umat Muslim, tapi juga bagi umat non muslim yang hidup di bawah kepemimpinan Islam.
Semoga kejadian ini membuat kita semua tersadarkan, bahwa semakin jauh dari ketaatan pada Allah Swt. Maka semakin jauh pula perbaikan hidup bisa diraih. Allah Swt berfirman, yang artinya:
"Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku maka sungguh dia akan menjalani hidup yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta." (QS: Thaha [20]: 24).
Wallahu a'lam bish-Shawwaab