Ekonomi Islam: Solusi Tuntas Atasi PHK
Opini
Ditulis Oleh : Kak Rose
Member AMK
Mitra Rakyat.com
"Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi manusia."
(UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945, Pasal 27 ayat [2])
Pasal di atas memuat pengakuan dan jaminan bagi semua orang untuk mendapatkan pekerjaan dan mencapai tingkat kehidupan yang layak bagi kemanusiaan. Namun pada faktanya, pasal di atas kini terasa seolah retorika semata. Mengingat kondisi pemutusan hubungan kerja yang berimbas pada pengangguran kian masif dewasa ini.
Sebagaimana dilansir oleh laman Galamedia news.com, Senin, 13 Januari 2020, FEDERASI Serikat Buruh Independen (FSBI) Kabupaten Bandung mengungkapkan kondisi perburuhan pada sektor manufaktur, khususnya tekstil dan garmen yang semakin memprihatinkan. Pasalnya, setiap hari ada saja buruh yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK), imbas dari efisiensi yang dilakukan perusahaan. Rata-rata setiap perusahaan melakukan efisiensi tenaga kerja sekitar 30 persen. Bahkan, saat ini ada salah satu perusahaan akan mem-PHK 200 buruhnya dari 800 buruh yang ada.
Ketua FSBI Kabupaten Bandung, Eman Suherman mengeluhkan kondisi memprihatinkan ini. Eman tak mau kian hari nasib para pekerja terus dihantui ancaman PHK. Sementara mereka memiliki tanggungan untuk kebutuhan sehari-hari.
Menurutnya, untuk mencegah dan menanggulangi persoalan ekonomi yang dialami para pekerja di Kabupaten Bandung, harus ada figur atau sosok pemimpin yang memahami dan tahu persis terkait persoalan yang dialami kalangan buruh. Ia berharap dengan hadirnya calon pemimpin dari kalangan buruh atau serikat pekerja dapat mengoptimalkan fungsi penegakan hukum, khususnya dalam ketenagakerjaan. Karena penegakan hukum dalam bidang ketenagakerjaan belum sesuai dengan yang diharapkan. Misalnya, dari hak-hak normatif buruh yang belum sepenuhnya dilaksanakan oleh sejumlah pelaku usaha.
Eman juga berharap kepada negara untuk hadir di tengah-tengah kalangan kaum buruh. Minimal negara bisa mendengar apa yang menjadi aspirasi dari kalangan para pelaku usaha yang ada di Kabupaten Bandung.
"Selama ini derasnya impor barang jadi masuk ke dalam negeri sebagai dampak pasar bebas, banyak perusahaan yang terpuruk. Sebelumnya, impor barang itu dalam bentuk setengah jadi atau bahan baku industri yang diolah langsung di dalam negeri. Sekarang ini, lebih banyak impor barang jadi yang dipasarkan di dalam negeri. Akibatnya, banyak perusahaan yang terpuruk karena tak bisa bersaing terkait kualitas produksi maupun nilai dari satuan barang yang dipasarkan," paparnya. (Galamedia news.com, 13/01/2020)
Sudah jatuh tertimpa tangga, mungkin itu peribahasa yang cukup mewakili kondisi masyarakat Indonesia secara umum saat ini. Di tengah himpitan ekonomi yang tak kunjung ada habisnya, kini masyarakat kembali dibuat sesak nafas dengan masifnya PHK massal. Sudahlah rakyat dibuat susah dengan kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok, kini sumber pendapatan dan pemasukan masyarakat pun dipangkas dengan adanya kejadian ini.
Sejauh ini, masalah ekonomi dan PHK masih menjadi masalah pelik yang belum bisa sepenuhnya diatasi pemerintah. Langkah-langkah yang diambil pemerintah untuk menekan angka pengangguran dan PHK hanya sebatas pada melakukan perbaikan kebijakan serta memberikan keterampilan dan kemudahan modal usaha, seperti memberikan kredit usaha rakyat (KUR). (Viva.co.id, 5/02/2015)
Melihat fakta ini, berharap pada hadirnya pemimpin dari kalangan buruh sebagai upaya mencegah dan mengatasi permasalahan ekonomi serta PHK massal yang terjadi, sungguh harapan semu. Permasalahan PHK dan ekonomi sejatinya adalah ekor dari problem sistemik yakni penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang mendewakan harta di atas segalanya. Penerapan ideologi ini, telah menyebabkan para punggawa negeri dari level teratas hingga level bawah lalai mengurusi dan memberikan jaminan kesejahteraan kepada rakyat. Karena masalahnya sistemik, maka jalan penyelesaiannya pun mesti sistemik. Yakni menelaah hingga ke akarnya penyebab dari semua masalah itu terjadi.
Bila didalami, maraknya PHK massal yang terjadi adalah bukti lemahnya peran negara dalam melindungi hak-hak rakyatnya termasuk kaum buruh. Pemerintah saat ini sepertinya telah kehabisan akal sehingga tidak bisa berbuat apa-apa untuk menanggulangi masalah ekonomi dan PHK massal tersebut, kecuali hanya wait and see saja. Padahal banyak hal yang bisa dilakukan oleh pemerintah untuk menghadapi krisis global ini. Salah satunya dengan mencampakkan sistem kapitalis yang menjadi pemicu semua permasalahan itu muncul.
Sistem kapitalisme yang diadopsi di negeri ini semakin menampakan wajah rimbanya. Yang bermodal besar mengalahkan pemodal kecil. Persaingan bisnis atau usaha menjadi hal yang lumrah terjadi dan tak bisa dihindari dalam sistem ini. Terlebih, setelah diberlakukannya pasar bebas pada tahun 2020 dan juga AFTA pada tahun 2003.
Pasar bebas yang digadang-gadang bisa meningkatkan kesejahteraan bersama, pada kenyataannya tak lebih sebagai alat penjajahan ekonomi. Pasar bebas mensyaratkan lepasnya campur tangan negara dalam perdagangan, menghilangkan hambatan pasar dan investasi. Pasar bebas juga menyebabkan produk dalam negeri kalah saing dengan masuknya barang-barang luar negeri yang lebih murah dan berkualitas. Karena tak sanggup bersaing, pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan. Yang berimbas pada meningkatnya jumlah pengangguran.
Keadaan ini akan jauh berbeda bila sistem ekonomi Islam yang diterapkan. Ketika sistem ekonomi Islam diterapkan oleh negara (khilafah), kemungkinan PHK sangat kecil sekali terjadi. Sebab, prinsip ekonomi Islam adalah penyerapan pasar domestik yang sangat didukung oleh negara dalam rangka memenuhi kebutuhan individu masyarakatnya. Ekspor bukan lagi tujuan utama hasil produksi. Karena, sistem mata uangnya juga sudah sangat stabil, yaitu dengan menggunakan standar emas (dinar dan dirham). Dengan demikian, negara tidak membutuhkan cadangan devisa mata uang negara lain karena semua transaksi akan menggunakan dinar/dirham atau dikaitkan dengan emas/perak.
Negara juga akan menerapkan sistem transaksi hanya di sektor riil dan menghentikan segala bentuk transaksi ribawi dan non riil lainnya. Dengan begitu, perputaran barang dari sektor riil akan sangat cepat dan tidak akan mengalami penumpukkan stok. Penawaran dan permintaan bukanlah indikator untuk menaikkan/menurunkan harga ataupun inflasi, karena jumlah uang yang beredar stabil sehingga harga akan stabil. Negara pun tidak perlu repot-repot mengatur jumlah uang beredar dengan menaikkan/menurunkan suku bunga acuan seperti yang dilakukan negara yang menganut sistem ekonomi kapitalis. Negara hanya akan memantau dan memastikan kelancaran proses distribusi barang dan jasa agar segala kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi.
Selain itu, dalam sistem ekonomi Islam, negaralah yang mengelola sumber kekayaan yang menjadi milik rakyat. Hasilnya dikembalikan lagi kepada rakyat. Alhasil jaminan sosial bagi masyarakat, seperti pendidikan, keamanan dan kesehatan, akan terpenuhi. Dalam kondisi seperti ini, daya beli masyarakat akan sangat kuat dan stabil. Harga tinggi bukan merupakan persoalan dalam sistem ekonomi Islam. Dengan terpenuhinya kebutuhan individu berupa sandang, pangan, dan papan, pola hidup masyarakat pun menjadi lebih terarah. Mereka tidak lagi terperangkap dalam pola hidup individualis, dengan menghalalkan segala cara untuk bersaing dan harus menang.
Dari penjelasan di atas, maka jelaslah hanya sistem ekonomi Islamlah yang mampu mengatasi masalah PHK hingga ke akar. Karena itu, sudah waktunya bagi kita semua untuk mengambil jalan yang ditawarkan Islam, yakni dengan menerapkan sistem ekonomi Islam sekaligus menerapkan sistem pemerintahan Islam secara bersamaan.
Hal ini karena, sistem ekonomi Islam merupakan bagian dari sistem kehidupan Islam. Ia bukan sebuah sistem yang berdiri sendiri. Membangun sistem ekonomi Islam, mutlak memerlukan dukungan dari sistem kehidupan Islam lainnya, karena cakupan sistem ekonomi Islam adalah negara.
Maka untuk menerapkannya memerlukan sebuah institusi pemerintahan Islam yakni Daulah Khilafah Islamiyyah. Bukan institusi pemerintahan yang lain. Sebab, akan sulit menjalankan sistem ekonomi Islam di tengah-tengah sistem politik, sosial, negara dan sistem kehidupan yang tidak Islami. Menerapkan sistem ekonomi Islam di bawah ideologi kapitalisme adalah mustahil. Ini dikarenakan sistem ekonomi Islam dibangun di atas landasan akidah Islam, bukan ide kapitalisme yang bertentangan dengan akidah Islam.
Dengan mengambil sistem ekonomi Islam, bangkrutnya ribuan industri dan massalnya PHK akan bisa dihindari. Industri akan berkembang serta menghasilkan produk berkualitas yang memiliki daya saing di pasaran internasional. Rakyat sejahtera, martabat dan kewibawaan negara pun terjaga.
Wallahu a'lam bi ash-shawwab
Ditulis Oleh : Kak Rose
Member AMK
Mitra Rakyat.com
"Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi manusia."
(UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945, Pasal 27 ayat [2])
Pasal di atas memuat pengakuan dan jaminan bagi semua orang untuk mendapatkan pekerjaan dan mencapai tingkat kehidupan yang layak bagi kemanusiaan. Namun pada faktanya, pasal di atas kini terasa seolah retorika semata. Mengingat kondisi pemutusan hubungan kerja yang berimbas pada pengangguran kian masif dewasa ini.
Sebagaimana dilansir oleh laman Galamedia news.com, Senin, 13 Januari 2020, FEDERASI Serikat Buruh Independen (FSBI) Kabupaten Bandung mengungkapkan kondisi perburuhan pada sektor manufaktur, khususnya tekstil dan garmen yang semakin memprihatinkan. Pasalnya, setiap hari ada saja buruh yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK), imbas dari efisiensi yang dilakukan perusahaan. Rata-rata setiap perusahaan melakukan efisiensi tenaga kerja sekitar 30 persen. Bahkan, saat ini ada salah satu perusahaan akan mem-PHK 200 buruhnya dari 800 buruh yang ada.
Ketua FSBI Kabupaten Bandung, Eman Suherman mengeluhkan kondisi memprihatinkan ini. Eman tak mau kian hari nasib para pekerja terus dihantui ancaman PHK. Sementara mereka memiliki tanggungan untuk kebutuhan sehari-hari.
Menurutnya, untuk mencegah dan menanggulangi persoalan ekonomi yang dialami para pekerja di Kabupaten Bandung, harus ada figur atau sosok pemimpin yang memahami dan tahu persis terkait persoalan yang dialami kalangan buruh. Ia berharap dengan hadirnya calon pemimpin dari kalangan buruh atau serikat pekerja dapat mengoptimalkan fungsi penegakan hukum, khususnya dalam ketenagakerjaan. Karena penegakan hukum dalam bidang ketenagakerjaan belum sesuai dengan yang diharapkan. Misalnya, dari hak-hak normatif buruh yang belum sepenuhnya dilaksanakan oleh sejumlah pelaku usaha.
Eman juga berharap kepada negara untuk hadir di tengah-tengah kalangan kaum buruh. Minimal negara bisa mendengar apa yang menjadi aspirasi dari kalangan para pelaku usaha yang ada di Kabupaten Bandung.
"Selama ini derasnya impor barang jadi masuk ke dalam negeri sebagai dampak pasar bebas, banyak perusahaan yang terpuruk. Sebelumnya, impor barang itu dalam bentuk setengah jadi atau bahan baku industri yang diolah langsung di dalam negeri. Sekarang ini, lebih banyak impor barang jadi yang dipasarkan di dalam negeri. Akibatnya, banyak perusahaan yang terpuruk karena tak bisa bersaing terkait kualitas produksi maupun nilai dari satuan barang yang dipasarkan," paparnya. (Galamedia news.com, 13/01/2020)
Sudah jatuh tertimpa tangga, mungkin itu peribahasa yang cukup mewakili kondisi masyarakat Indonesia secara umum saat ini. Di tengah himpitan ekonomi yang tak kunjung ada habisnya, kini masyarakat kembali dibuat sesak nafas dengan masifnya PHK massal. Sudahlah rakyat dibuat susah dengan kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok, kini sumber pendapatan dan pemasukan masyarakat pun dipangkas dengan adanya kejadian ini.
Sejauh ini, masalah ekonomi dan PHK masih menjadi masalah pelik yang belum bisa sepenuhnya diatasi pemerintah. Langkah-langkah yang diambil pemerintah untuk menekan angka pengangguran dan PHK hanya sebatas pada melakukan perbaikan kebijakan serta memberikan keterampilan dan kemudahan modal usaha, seperti memberikan kredit usaha rakyat (KUR). (Viva.co.id, 5/02/2015)
Melihat fakta ini, berharap pada hadirnya pemimpin dari kalangan buruh sebagai upaya mencegah dan mengatasi permasalahan ekonomi serta PHK massal yang terjadi, sungguh harapan semu. Permasalahan PHK dan ekonomi sejatinya adalah ekor dari problem sistemik yakni penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang mendewakan harta di atas segalanya. Penerapan ideologi ini, telah menyebabkan para punggawa negeri dari level teratas hingga level bawah lalai mengurusi dan memberikan jaminan kesejahteraan kepada rakyat. Karena masalahnya sistemik, maka jalan penyelesaiannya pun mesti sistemik. Yakni menelaah hingga ke akarnya penyebab dari semua masalah itu terjadi.
Bila didalami, maraknya PHK massal yang terjadi adalah bukti lemahnya peran negara dalam melindungi hak-hak rakyatnya termasuk kaum buruh. Pemerintah saat ini sepertinya telah kehabisan akal sehingga tidak bisa berbuat apa-apa untuk menanggulangi masalah ekonomi dan PHK massal tersebut, kecuali hanya wait and see saja. Padahal banyak hal yang bisa dilakukan oleh pemerintah untuk menghadapi krisis global ini. Salah satunya dengan mencampakkan sistem kapitalis yang menjadi pemicu semua permasalahan itu muncul.
Sistem kapitalisme yang diadopsi di negeri ini semakin menampakan wajah rimbanya. Yang bermodal besar mengalahkan pemodal kecil. Persaingan bisnis atau usaha menjadi hal yang lumrah terjadi dan tak bisa dihindari dalam sistem ini. Terlebih, setelah diberlakukannya pasar bebas pada tahun 2020 dan juga AFTA pada tahun 2003.
Pasar bebas yang digadang-gadang bisa meningkatkan kesejahteraan bersama, pada kenyataannya tak lebih sebagai alat penjajahan ekonomi. Pasar bebas mensyaratkan lepasnya campur tangan negara dalam perdagangan, menghilangkan hambatan pasar dan investasi. Pasar bebas juga menyebabkan produk dalam negeri kalah saing dengan masuknya barang-barang luar negeri yang lebih murah dan berkualitas. Karena tak sanggup bersaing, pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan. Yang berimbas pada meningkatnya jumlah pengangguran.
Keadaan ini akan jauh berbeda bila sistem ekonomi Islam yang diterapkan. Ketika sistem ekonomi Islam diterapkan oleh negara (khilafah), kemungkinan PHK sangat kecil sekali terjadi. Sebab, prinsip ekonomi Islam adalah penyerapan pasar domestik yang sangat didukung oleh negara dalam rangka memenuhi kebutuhan individu masyarakatnya. Ekspor bukan lagi tujuan utama hasil produksi. Karena, sistem mata uangnya juga sudah sangat stabil, yaitu dengan menggunakan standar emas (dinar dan dirham). Dengan demikian, negara tidak membutuhkan cadangan devisa mata uang negara lain karena semua transaksi akan menggunakan dinar/dirham atau dikaitkan dengan emas/perak.
Negara juga akan menerapkan sistem transaksi hanya di sektor riil dan menghentikan segala bentuk transaksi ribawi dan non riil lainnya. Dengan begitu, perputaran barang dari sektor riil akan sangat cepat dan tidak akan mengalami penumpukkan stok. Penawaran dan permintaan bukanlah indikator untuk menaikkan/menurunkan harga ataupun inflasi, karena jumlah uang yang beredar stabil sehingga harga akan stabil. Negara pun tidak perlu repot-repot mengatur jumlah uang beredar dengan menaikkan/menurunkan suku bunga acuan seperti yang dilakukan negara yang menganut sistem ekonomi kapitalis. Negara hanya akan memantau dan memastikan kelancaran proses distribusi barang dan jasa agar segala kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi.
Selain itu, dalam sistem ekonomi Islam, negaralah yang mengelola sumber kekayaan yang menjadi milik rakyat. Hasilnya dikembalikan lagi kepada rakyat. Alhasil jaminan sosial bagi masyarakat, seperti pendidikan, keamanan dan kesehatan, akan terpenuhi. Dalam kondisi seperti ini, daya beli masyarakat akan sangat kuat dan stabil. Harga tinggi bukan merupakan persoalan dalam sistem ekonomi Islam. Dengan terpenuhinya kebutuhan individu berupa sandang, pangan, dan papan, pola hidup masyarakat pun menjadi lebih terarah. Mereka tidak lagi terperangkap dalam pola hidup individualis, dengan menghalalkan segala cara untuk bersaing dan harus menang.
Dari penjelasan di atas, maka jelaslah hanya sistem ekonomi Islamlah yang mampu mengatasi masalah PHK hingga ke akar. Karena itu, sudah waktunya bagi kita semua untuk mengambil jalan yang ditawarkan Islam, yakni dengan menerapkan sistem ekonomi Islam sekaligus menerapkan sistem pemerintahan Islam secara bersamaan.
Hal ini karena, sistem ekonomi Islam merupakan bagian dari sistem kehidupan Islam. Ia bukan sebuah sistem yang berdiri sendiri. Membangun sistem ekonomi Islam, mutlak memerlukan dukungan dari sistem kehidupan Islam lainnya, karena cakupan sistem ekonomi Islam adalah negara.
Maka untuk menerapkannya memerlukan sebuah institusi pemerintahan Islam yakni Daulah Khilafah Islamiyyah. Bukan institusi pemerintahan yang lain. Sebab, akan sulit menjalankan sistem ekonomi Islam di tengah-tengah sistem politik, sosial, negara dan sistem kehidupan yang tidak Islami. Menerapkan sistem ekonomi Islam di bawah ideologi kapitalisme adalah mustahil. Ini dikarenakan sistem ekonomi Islam dibangun di atas landasan akidah Islam, bukan ide kapitalisme yang bertentangan dengan akidah Islam.
Dengan mengambil sistem ekonomi Islam, bangkrutnya ribuan industri dan massalnya PHK akan bisa dihindari. Industri akan berkembang serta menghasilkan produk berkualitas yang memiliki daya saing di pasaran internasional. Rakyat sejahtera, martabat dan kewibawaan negara pun terjaga.
Wallahu a'lam bi ash-shawwab