Tahun Baru Masehi Bagi Kaum Muslimin
Opini
Ditulis Oleh : Sri Gita Wahyuti A.Md
Mitra Rakyat.com
Bulan demi bulan telah terlewati. Tahun demi tahun pun berlalu. Tidak terasa, tinggal beberapa hari lagi kita akan memasuki tahun baru 1 Januari 2020. Sebagaimana biasa, tahun baru selalu disambut dengan penuh semarak dan meriah oleh masyarakat. Terbukti di jalan-jalan sudah bisa kita temukan para penjual terompet yang menjajakan terompet-terompetnya. Benda ini layaknya benda keramat yang senantiasa harus ada di setiap malam pergantian tahun.
Tidak ketinggalan, Kaum Muslimin pun ikut serta memeriahkan tahun baru ini. Mereka turut bersuka-cita atas kehadiran tahun 2020. Berbagai cara mungkin akan dilakukan oleh sebagian Umat Islam untuk ikut berpartisipasi di dalamnya, semisal mengirimkan kartu ucapan selamat atau menghadiri upacaranya di suatu tempat peribadatan seperti Kuil, Gereja, Kelenteng, Candi, Pura dan lain-lain.
Agaknya, ada yang tidak disadari oleh kaum Muslimin bahwa tahun baru 1 Januari 2020, tidaklah semata-mata pergantian tahun 2019 ke 2020, melainkan ada keterkaitan aqidah di dalamnya. Tahun baru Masehi bagi kaum non Muslim, khususnya Umat Kristen adalah hari raya yang mereka rayakan lebih meriah dibanding perayaan hari Natal.
Perayaan tahun baru masehi memiliki sejarah panjang. Banyak orang ikut merayakannya tetapi tidak mengetahui kapan pertama kali acara tersebut diadakan dan apa yang melatar-belakanginya.
Kegiatan ini sebenarnya merupakan pesta warisan yang dahulu dirayakan oleh orang-orang Romawi. Mereka mendedikasikan hari yang istimewa ini untuk seorang dewa yang bernama Janus, The God of Gates, Doors, and Beeginnings.
Janus adalah dewa yang memiliki dua wajah, satu menatap ke depan, satunya lagi menatap ke belakang, sebagai filosofi masa depan dan masa lalu, sebagaimana moment pergantian tahun. Fakta ini membuktikan bahwa perayaan tahun baru sama sekali tidak berasal dari budaya kaum Muslimin melainkan berasal dari orang-orang kafir masyarakat paganis Romawi.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam pernah bersabda,
من تشبه بقوم فهو منهم
“Siapa yang meniru kebiasaan satu kaum maka dia termasuk bagian dari kaum tersebut.” (Hadits shahih riwayat Abu Daud).
Dengan demikian, merayakan tahun baru masehi statusnya sama dengan merayakan hari raya orang kafir. Kaum Muslimin haram mengikutinya,
karena turut merayakan tahun baru sama dengan meniru kebiasaan mereka.
Wallahu a'lam bishshawwab.
Ditulis Oleh : Sri Gita Wahyuti A.Md
Mitra Rakyat.com
Bulan demi bulan telah terlewati. Tahun demi tahun pun berlalu. Tidak terasa, tinggal beberapa hari lagi kita akan memasuki tahun baru 1 Januari 2020. Sebagaimana biasa, tahun baru selalu disambut dengan penuh semarak dan meriah oleh masyarakat. Terbukti di jalan-jalan sudah bisa kita temukan para penjual terompet yang menjajakan terompet-terompetnya. Benda ini layaknya benda keramat yang senantiasa harus ada di setiap malam pergantian tahun.
Tidak ketinggalan, Kaum Muslimin pun ikut serta memeriahkan tahun baru ini. Mereka turut bersuka-cita atas kehadiran tahun 2020. Berbagai cara mungkin akan dilakukan oleh sebagian Umat Islam untuk ikut berpartisipasi di dalamnya, semisal mengirimkan kartu ucapan selamat atau menghadiri upacaranya di suatu tempat peribadatan seperti Kuil, Gereja, Kelenteng, Candi, Pura dan lain-lain.
Agaknya, ada yang tidak disadari oleh kaum Muslimin bahwa tahun baru 1 Januari 2020, tidaklah semata-mata pergantian tahun 2019 ke 2020, melainkan ada keterkaitan aqidah di dalamnya. Tahun baru Masehi bagi kaum non Muslim, khususnya Umat Kristen adalah hari raya yang mereka rayakan lebih meriah dibanding perayaan hari Natal.
Perayaan tahun baru masehi memiliki sejarah panjang. Banyak orang ikut merayakannya tetapi tidak mengetahui kapan pertama kali acara tersebut diadakan dan apa yang melatar-belakanginya.
Kegiatan ini sebenarnya merupakan pesta warisan yang dahulu dirayakan oleh orang-orang Romawi. Mereka mendedikasikan hari yang istimewa ini untuk seorang dewa yang bernama Janus, The God of Gates, Doors, and Beeginnings.
Janus adalah dewa yang memiliki dua wajah, satu menatap ke depan, satunya lagi menatap ke belakang, sebagai filosofi masa depan dan masa lalu, sebagaimana moment pergantian tahun. Fakta ini membuktikan bahwa perayaan tahun baru sama sekali tidak berasal dari budaya kaum Muslimin melainkan berasal dari orang-orang kafir masyarakat paganis Romawi.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam pernah bersabda,
من تشبه بقوم فهو منهم
“Siapa yang meniru kebiasaan satu kaum maka dia termasuk bagian dari kaum tersebut.” (Hadits shahih riwayat Abu Daud).
Dengan demikian, merayakan tahun baru masehi statusnya sama dengan merayakan hari raya orang kafir. Kaum Muslimin haram mengikutinya,
karena turut merayakan tahun baru sama dengan meniru kebiasaan mereka.
Wallahu a'lam bishshawwab.