Gerakan Pelihara Satu Ayam Satu Keluarga Bukan Solusi Tuntas Stunting
Opini
Ditulis Oleh : Elis R
Ibu RumahTangga
Mitra Rakyat.com
Dilansir media Beritasatu.com, kasus stunting atau gagal tumbuh pada anak balita di Indonesia masih tinggi dan belum menunjukkan perbaikan yang signifikan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menempatkan Indonesia sebagai negara ketiga dengan kasus tertinggi di Asia. Berdasarkan data riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2019, angka stunting di Indonesia mencapai 30,8 persen. Sementara target WHO, angka stunting tidak boleh lebih dari 20 persen. “Angka 30,8 persen itu tinggi".
Pemerintah sendiri menargetkan untuk menurunkan hingga di bawah 20 persen, itu perlu upaya yang lebih keras. Kalau enggak bersama-sama mungkin akan kewalahan,” ujar Ketua Umum PB IDI Daeng M Faqih di sela Penyuluhan Kesehatan tentang Stunting dan Kesehatan Reproduksi Remaja IDI di Taman Ekspresi Kota Bogor, Minggu, (20/10/2019).
Menurut Faqih, ada dua penyebab kasus stunting di Indonesia tinggi. Pertama, pola asuh orangtua yang salah mengenai asupan gizi. Kedua, kondisi perekonomian orangtua yang masuk dalam kategori miskin.
Saat ini, kasus stunting sendiri paling banyak dijumpai di wilayah Indonesia bagian timur. “Artinya stunting itu masalah SDM Indonesia, kalau angka stunting tinggi, kita mewariskan generasi muda yang menjadi beban, bukan yang membangun bangsa,” ucap Daeng M Faqih.
Apa itu stunting? Stunting adalah permasalahan gizi kronis yang di sebabkan oleh kurangnya asupan gizi ( protein ) dalam rentang waktu yang cukup lama. Umumnya hal itu di sebabkan asupan makan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi dan itu terjadi pada anak di bawah umur 5 tahun sehingga pertumbuhannya jadi terhambat.
Stunting terjadi ketika masih dalam kandungan dan akan nampak ketika sudah lahir menginjak usia 2 tahun. Di lihat dari tinggi badan anak, dan ini akan mempengaruhi kemampuan mental dan belajar yang tak maksimal.
Jika di biarkan dan tidak segera di atasi, tentu saja generasi masa depan akan terancam. Maka dari itu pemerintah memberikan solusi untuk pencegahannya melalui program gerakan masyarakat memelihara1 ekor ayam untuk 1 keluarga.
Gerakan ini di usulkan oleh kepala staf Kepresidenan Moeldoko. Agar gerakan ini segera terwujud dan terealisasi maka diperlukan kerjasasama antar Kementrian yakni Kementrian Pertanian dan Kementrian Perdagangan.
Deputi Bidang Koordinasi pangan dan Pertanian Kemenko Perekonomian Musdhalifah Machmud menganggap bahwa selama ini masyarakat belum menganggap ayam sebagai kebutuhan yang penting untuk pertumbuhan, dan masih mengutamakan nasi, apapun lauknya yang penting kenyang, padahal gizi nya tak berimbang, itu yang menyebabkan kita masih Stunting.
Terkait dengan hal itu Musdhalifah berusaha untuk menjaga ketersediaan dan menjaga harga ayam agar tetap stabil, dan mulai mensosialisasikan pentingnya makan daging dan telur kepada masyarakat.
Berpijak pada program gerakan memelihara 1 ayam per keluarga, pada faktanya tidak semua mampu melaksanakannya, karena harus ada fasilitas yang mendukung.
Bahkan dikhawatirkan akan muncul persoalan baru yaitu timbulnya penyakit akibat kotoran dari ternak yang dipelihara. Mengingat dulu kasus flu burung yang telah memakan korban, kemudian pemerintah membakar habis ribuan ayam untuk mencegah penyakit tersebut.
Maka bisa dipastikan gerakan yang digagas oleh Moeldoko bukanlah solusi hakiki dalam menekan angka stunting di Indonesia. Terlebih kita lihat stok ayam pedaging maupun telur yang di Indonesia jumlahnya melimpah, yang menjadi masalah adalah daya beli masyarakat yang tidak sama.
Masih banyak masyarakat yang tidak mampu membeli ayam pedaging maupun telur karena faktor ekonomi yang lemah. Harga bahan pokok yang terus meroket, sumber protein (daging/ayam/telur) seolah menjadi barang mewah bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.
Permainan dan manipulasi harga pasar menjadikan masyarakat sulit memperoleh kebutuhan pangan dan gizi yang diperlukan. Semua disebabkan pada saat ini sistem yang mencengkram kehidupan kita adalah Kapitalis sekuler.
Sebuah sistem yang dihasilkan dari pemikiran manusia. Didalamnya terdapat banyak kekurangan dan kelemahan. Sistem ini hanya berpihak pada kaum capital saja yakni para pemilik modal, bahkan mengenyahkan agama dari kehidupan sehari-hari, agama hanya dipakai sebatas urusan ibadah semata, sedangkan aspek kehidupan yang lain tidak boleh melibatkan agama .
Dalam pandangan Islam, kesejahteraan masyarakat dijamin oleh penguasa, individu per individu, memfasilitasi segala kebutuhan rakyatnya baik ketersediaan kebutuhan pokok, sekunder bahkan tersier, sehingga distribusinya bisa dijangkau oleh masyarakat luas. Semua akan didapat dari pengelolaan sumber kekayaan yang di miliki Indonesia yang sangat melimpah.
Islam mengharamkan kekayaan sumber daya alam dijual ke pihak asing terlebih sampai dikuasai pihak asing. Jika ada rakyat yang tergolong fakir miskin maka penguasa akan mendorong orang yang kaya untuk memberikan zakatnya, dan negara akan memberikan apa yang di butuhkan rakyatnya, secara merata dan adil, memberikan sarana prasara kesehatan dengan cuma-cuma.
Permasalah ini sifatnya sistemik yang membutuhkan solusi yang menyeluruh dan tuntas. Tugas penguasa adalah mengayomi urusan rakyatnya, dan mensejahterakannya. Dengan penerapan Islam sebagai aturan kehidupan maka kemiskinan, kesenjangan, bahkan stunting dapat diatasi secara hakiki.
Tidak lagi terdapat orang yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin susah. Penguasa akan sadar betul akan kewajibanya untuk menjaga generasi penerus bangsa, mengingat Rasulullah Saw pernah bersabda:
“Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih Allah swt cintai dari pada mukmin yang lemah" (HR.Al Imam Muslim)
Dengan demikian sudah saatnya kita bersama-sama memperjuangkan tegaknya Islam sebagai sebuah sistem kehidupan. Para pemimpin yang amanah dan adil akan terwujud dalam sistem ini dikarenakan landasannya hanya untuk menggapai ridho Allah semata. Semoga Allah selalu menjaga dan melindungi anak-anak kaum muslim. Aamiin
Wallahu a'lam bish ashwab
Ditulis Oleh : Elis R
Ibu RumahTangga
Mitra Rakyat.com
Dilansir media Beritasatu.com, kasus stunting atau gagal tumbuh pada anak balita di Indonesia masih tinggi dan belum menunjukkan perbaikan yang signifikan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menempatkan Indonesia sebagai negara ketiga dengan kasus tertinggi di Asia. Berdasarkan data riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2019, angka stunting di Indonesia mencapai 30,8 persen. Sementara target WHO, angka stunting tidak boleh lebih dari 20 persen. “Angka 30,8 persen itu tinggi".
Pemerintah sendiri menargetkan untuk menurunkan hingga di bawah 20 persen, itu perlu upaya yang lebih keras. Kalau enggak bersama-sama mungkin akan kewalahan,” ujar Ketua Umum PB IDI Daeng M Faqih di sela Penyuluhan Kesehatan tentang Stunting dan Kesehatan Reproduksi Remaja IDI di Taman Ekspresi Kota Bogor, Minggu, (20/10/2019).
Menurut Faqih, ada dua penyebab kasus stunting di Indonesia tinggi. Pertama, pola asuh orangtua yang salah mengenai asupan gizi. Kedua, kondisi perekonomian orangtua yang masuk dalam kategori miskin.
Saat ini, kasus stunting sendiri paling banyak dijumpai di wilayah Indonesia bagian timur. “Artinya stunting itu masalah SDM Indonesia, kalau angka stunting tinggi, kita mewariskan generasi muda yang menjadi beban, bukan yang membangun bangsa,” ucap Daeng M Faqih.
Apa itu stunting? Stunting adalah permasalahan gizi kronis yang di sebabkan oleh kurangnya asupan gizi ( protein ) dalam rentang waktu yang cukup lama. Umumnya hal itu di sebabkan asupan makan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi dan itu terjadi pada anak di bawah umur 5 tahun sehingga pertumbuhannya jadi terhambat.
Stunting terjadi ketika masih dalam kandungan dan akan nampak ketika sudah lahir menginjak usia 2 tahun. Di lihat dari tinggi badan anak, dan ini akan mempengaruhi kemampuan mental dan belajar yang tak maksimal.
Jika di biarkan dan tidak segera di atasi, tentu saja generasi masa depan akan terancam. Maka dari itu pemerintah memberikan solusi untuk pencegahannya melalui program gerakan masyarakat memelihara1 ekor ayam untuk 1 keluarga.
Gerakan ini di usulkan oleh kepala staf Kepresidenan Moeldoko. Agar gerakan ini segera terwujud dan terealisasi maka diperlukan kerjasasama antar Kementrian yakni Kementrian Pertanian dan Kementrian Perdagangan.
Deputi Bidang Koordinasi pangan dan Pertanian Kemenko Perekonomian Musdhalifah Machmud menganggap bahwa selama ini masyarakat belum menganggap ayam sebagai kebutuhan yang penting untuk pertumbuhan, dan masih mengutamakan nasi, apapun lauknya yang penting kenyang, padahal gizi nya tak berimbang, itu yang menyebabkan kita masih Stunting.
Terkait dengan hal itu Musdhalifah berusaha untuk menjaga ketersediaan dan menjaga harga ayam agar tetap stabil, dan mulai mensosialisasikan pentingnya makan daging dan telur kepada masyarakat.
Berpijak pada program gerakan memelihara 1 ayam per keluarga, pada faktanya tidak semua mampu melaksanakannya, karena harus ada fasilitas yang mendukung.
Bahkan dikhawatirkan akan muncul persoalan baru yaitu timbulnya penyakit akibat kotoran dari ternak yang dipelihara. Mengingat dulu kasus flu burung yang telah memakan korban, kemudian pemerintah membakar habis ribuan ayam untuk mencegah penyakit tersebut.
Maka bisa dipastikan gerakan yang digagas oleh Moeldoko bukanlah solusi hakiki dalam menekan angka stunting di Indonesia. Terlebih kita lihat stok ayam pedaging maupun telur yang di Indonesia jumlahnya melimpah, yang menjadi masalah adalah daya beli masyarakat yang tidak sama.
Masih banyak masyarakat yang tidak mampu membeli ayam pedaging maupun telur karena faktor ekonomi yang lemah. Harga bahan pokok yang terus meroket, sumber protein (daging/ayam/telur) seolah menjadi barang mewah bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.
Permainan dan manipulasi harga pasar menjadikan masyarakat sulit memperoleh kebutuhan pangan dan gizi yang diperlukan. Semua disebabkan pada saat ini sistem yang mencengkram kehidupan kita adalah Kapitalis sekuler.
Sebuah sistem yang dihasilkan dari pemikiran manusia. Didalamnya terdapat banyak kekurangan dan kelemahan. Sistem ini hanya berpihak pada kaum capital saja yakni para pemilik modal, bahkan mengenyahkan agama dari kehidupan sehari-hari, agama hanya dipakai sebatas urusan ibadah semata, sedangkan aspek kehidupan yang lain tidak boleh melibatkan agama .
Dalam pandangan Islam, kesejahteraan masyarakat dijamin oleh penguasa, individu per individu, memfasilitasi segala kebutuhan rakyatnya baik ketersediaan kebutuhan pokok, sekunder bahkan tersier, sehingga distribusinya bisa dijangkau oleh masyarakat luas. Semua akan didapat dari pengelolaan sumber kekayaan yang di miliki Indonesia yang sangat melimpah.
Islam mengharamkan kekayaan sumber daya alam dijual ke pihak asing terlebih sampai dikuasai pihak asing. Jika ada rakyat yang tergolong fakir miskin maka penguasa akan mendorong orang yang kaya untuk memberikan zakatnya, dan negara akan memberikan apa yang di butuhkan rakyatnya, secara merata dan adil, memberikan sarana prasara kesehatan dengan cuma-cuma.
Permasalah ini sifatnya sistemik yang membutuhkan solusi yang menyeluruh dan tuntas. Tugas penguasa adalah mengayomi urusan rakyatnya, dan mensejahterakannya. Dengan penerapan Islam sebagai aturan kehidupan maka kemiskinan, kesenjangan, bahkan stunting dapat diatasi secara hakiki.
Tidak lagi terdapat orang yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin susah. Penguasa akan sadar betul akan kewajibanya untuk menjaga generasi penerus bangsa, mengingat Rasulullah Saw pernah bersabda:
“Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih Allah swt cintai dari pada mukmin yang lemah" (HR.Al Imam Muslim)
Dengan demikian sudah saatnya kita bersama-sama memperjuangkan tegaknya Islam sebagai sebuah sistem kehidupan. Para pemimpin yang amanah dan adil akan terwujud dalam sistem ini dikarenakan landasannya hanya untuk menggapai ridho Allah semata. Semoga Allah selalu menjaga dan melindungi anak-anak kaum muslim. Aamiin
Wallahu a'lam bish ashwab