Opini
Ditulis Oleh : Reni Rosmawati
Member Akademi Menulis Kreatif
Mitra Rakyat.com
"
Tidaklah seorang penguasa diserahi urusan kaum Muslim, kemudian ia mati, sedangkan ia menelantarkan urusan tersebut, kecuali Allah mengharamkan surga untuk dirinya." (
HR al-Bukhari dan Muslim).
Seiring menguatnya desakan banyak pihak agar pemerintah serius menurunkan angka stunting, Staf Kepresidenan
Moeldoko didukung Menteri Pertanian akan meluncurkan gerakan nasional piara satu ayam tiap rumah. Dengan itu, diharapkan terselesaikan masalah gizi buruk yang dialami keluarga miskin. Sebagaimana dilansir oleh
CNN Indonesia (15/11/2019), Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengusulkan agar satu keluarga memelihara ayam untuk memenuhi kebutuhan gizi anak. Ia mengatakan pemenuhan gizi anak bisa dilakukan dengan memberi asupan telur dari ayam yang dipelihara tersebut.
Menurut Moeldoko, gizi yang diberikan sejak usia dini dapat menekan angka stunting alias gagal tumbuh akibat kurang gizi kronis pada seribu hari pertama. Moeldoko menyebut setiap anak wajib memakan satu butir telur ayam. Anak-anak juga perlu mendapatkan makanan kaya gizi lainnya, seperti ikan, sayur mayur, tahu, maupun tempe yang penuh dengan protein.
Moeldoko pun mencontohkan India yang kini sudah menerapkan wajib makan lima telur dalam satu minggu. Menurutnya, program itu bisa diterapkan agar anak-anak Indonesia tak mengalami stunting. Saat ini terdapat program yang dijalankan Kementerian Kesehatan, yakni "isi piringku".
Mantan panglima TNI itu menyatakan bahwa Presiden Joko Widodo telah memerintahkan untuk mempercepat pengentasan stunting. Pemerintah telah menargetkan angka stunting turun jadi 19 persen pada 2024. Angka stunting sudah turun dari tahun sebelumnya menjadi 27,67 persen. Saat ini, setidaknya 1.7 balita terselamatkan dari stunting. Hal ini, menurut Moeldoko karena hasil kerja keras pegiat pencegahan stunting yang tidak kenal menyerah. Karenanya, Moeldoko memberi penghargaan sebagai wujud apresiasi kepada 10 pegiat pencegahan stunting 2019. Masing-masing mendapatkan uang pembinaan sebesar Rp10 juta.
Menanggapi hal ini, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mendukung usulan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko agar setiap keluarga memelihara satu ekor ayam untuk mencegah stunting. Menurutnya, kebutuhan ayam nasional akan terpenuhi jika usulan itu terealisasi.
Menyaksikan fakta di atas, terkait usulan Kepala Staf Kepresidenan yang menyarankan tiap keluarga memelihara ayam sebagai upaya untuk memenuhi gizi anak, menjadi indikasi bahwa pemerintah gagal dalam mengurusi urusan rakyatnya di jilid ll. Bukan hanya sekali pemerintah mengeluarkan statement seperti ini, sebelumnya pun pemerintah mengeluarkan statement serupa yang menyarankan masyarakat mengkonsumsi keong sawah sebagai pengganti daging yang mahal. Sungguh pernyataan tidak relevan dikeluarkan dari mulut seorang pemimpin. Alih-alih mencari solusi untuk permasalahan rakyat, namun justeru pemerintah semakin menampakkan ketidak becusannya mensejahterakan rakyat.
Ibarat penyakit yang mematikan, stunting adalah masalah besar yang mesti disikapi sebagai ancaman yang amat serius. Pemerintah negara beserta jajarannya seharusnya berkolaborasi mengambil sikap tegas serta membuat kebijakan menyeluruh menghapus dan mengatasi kemiskinan dengan memurahkan harga bahan pangan, membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya juga memberikan pelayanan kebutuhan rakyat secara gratis berkualitas. Karena untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak harus didukung faktor yang layak pula.
Bukan hanya sekedar mengeluarkan kebijakan dan membuat gerakan nasional nyeleneh minim solusi. Negara dan pemerintah seharusnya berperan sebagai pengatur urusan umat, yang bertugas menjamin kesejahteraan masyarakat dalam aspek apapun termasuk kesehatan. Mengandalkan pemenuhan kesehatan pada gerakan nasional menjadi ukuran makin lepasnya tanggung jawab pemerintah terhadap pemenuhan kemaslahatan rakyat.
Menurut laporan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) XI awal Juli 2018 menyebutkan, sembilan juta balita di Indonesia atau satu dari tiga balita menderita stunting (tubuh pendek). Indonesia masuk dalam klasemen lima besar negara dengan mega stunting di dunia. Kecerdasan anak yang mengalami stunting pun terampas oleh krisis pangan yang kembali bersemayam di negeri agraris ini.
Fakta tersebut cukup tragis dan mencengangkan, mengingat Indonesia bukanlah negeri yang tandus. Indonesia adalah negeri Gemah Ripah Loh Jinawi. Bahkan tertuang dalam lagu “Tongkat Kayu dan Batu Jadi Tanaman” yang menggambarkan betapa subur makmurnya bumi Pertiwi. Tapi bagaimana bisa negeri dengan kesuburan dan kekayaan luar biasa bisa mengalami permasalahan stunting, gizi buruk bahkan kelaparan?
Jika kita cermati secara mendalam, angka stunting yang semakin meningkat setiap tahunnya semua bersumber dari adanya ketimpangan ekonomi akibat sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. Sistem Kapitalisme telah menjadikan setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tak ada satupun yang berpihak kepada rakyat. Dari segi pertanian misalnya, banyaknya lahan yang beralih fungsi ke non pertanian yg dikuasai corporate sehingga para petani tak memiliki lahan untuk berproduksi, belum lagi kebijakan impor pangan yang juga mematikan harga jual masyarakat. Akhirnya membuat ketahanan pangan negara terganggu yang tentu berimplikasi terhadap gizi masyarakat.
Ditambah lagi banyaknya perjanjian-perjanjian kerjasama antar negara, membuat negara tidak bisa mandiri dalam menetapkan kebijakan termasuk dalam hal ekonomi. Negara hanya bisa tunduk dan patuh pada aturan kerjasama, entah itu merugikan atau menguntungkan. Inilah yang terjadi ketika negara hanya berperan sebagai pengekor. Ini akan terus berlanjut selama kita tidak mandiri dan berdaulat sendiri serta berlepas diri dari setiran mereka.
Islam sebagai agama agung, telah menorehkan tinta emas kehidupan manusia dalam berbagai aspek. Kemajuan ilmu pengetahuan hingga kesejahteraan masyarakat turut menjadi catatan gemilang ketika peradaban Islam tegak di muka bumi. Kesejahteraan hidup benar-benar dirasakan setiap individu masyarakat pada waktu itu. Produksi pangan berlimpah dan memenuhi kebutuhan semua populasi. Satu orang saja yang mengalami kelaparan segera diatasi. Seperti tindakan Khalifah Umar bin Khattab yang bersegera memenuhi kebutuhan pangan keluarga miskin dengan stok pangan baitul mal secara memadai.
Kegemilangan Islam muncul bukan karena kebetulan atau isapan jempol belaka apalagi hanya retorika semata. Namun karena Islam memiliki seperangkat aturan yang bersumber dari tuntunan wahyu Allah. Sebagaimana ada kaidah yang mengatakan bahwa "Setiap ada syariah, maka pasti akan ada maslahat" itulah kemudian yang menjadikan negara Islam (Khilafah Islamiyyah) secara alami akan memberikan keterjaminan berkah dan maslahat bagi kehidupan manusia, termasuk di dalamnya kesejahteraan. Salah satu bentuk keagungan khilafah yang tidak dimiliki peradaban lainnya adalah kesempurnaan dan jaminan kehidupan terbaik bagi rakyatnya.
Beberapa bentuk aturan atau kebijakan dalam khilafah sehingga ada keterjaminan kesejahteraan bagi rakyat antara lain: Pertama, khilafah menetapkan bahwa setiap muslim laki-laki, khususnya kepala rumah tangga memiliki tanggung jawab untuk bekerja guna memberikan nafkah baginya dan bagi keluarga yang menjadi tanggung jawabnya. Hal ini didukung dengan lapangan pekerjaan memadai yang disediakan oleh negara.
Kedua, Islam mengatur ketika masih ada kekurangan atau kemiskinan yang menimpa seseorang, maka tanggung jawab itu menjadi tanggung jawab sosial. Maksudnya keluarga dan tetangga turut dalam membantu mereka yang masih dalam kekurangan dengan berbagai macam aturan Islam seperti zakat, sedekah dan lainnya.
Ketiga, khilafah melalui pemimpin tertingginya yaitu seorang khalifah adalah pihak yang mendapatkan mandat untuk mengayomi dan menjamin kesejahteraan rakyat. Ia yang akan menerapkan syariah Islam, terutama dalam urusan pengaturan masyarakat seperti sistem ekonomi dan lainnya.
Dalam sistem ekonomi, khilafah memiliki kebijakan dalam mengatur kepemilikan kekayaan negara sesuai Islam. Ada kepemilikan individu, umum dan negara yang semua diatur sedemikian rupa untuk kemakmuran rakyat. Seluruh hasil dari kepemilikan tersebut kemudian akan masuk dalam Baitul Mal yang menjadi pusat kekayaan khilafah. Tujuannya adalah untuk menjamin kehidupan per-individu rakyat agar benar-benar mendapatkan sandang, pangan dan papan. Serta untuk mewujudkan jaminan bagi rakyat dalam bidang pendidikan, kesehatan, keamanan, pertanian, industri, infrastruktur dan lainnya.
Dari semua hal diatas, maka pantaslah jika khilafah mampu mencapai puncak kesejahteraan rakyatnya hingga berlangsung selama 13 abad dan meliputi hampir dua pertiga dunia. Bahkan, rekaman jejak emas masa peradaban Islam hingga sekarang masih ada dan bisa ditemukan dalam banyak catatan-catatan sejarah yang ditulis oleh orang non-muslim. Sebagai contoh adalah apa yang ditulis Will Durant seorang sejarawan barat. Dalam bukunya "Story of Civilization" Dia mengatakan, “Para khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama berabad-abad dalam wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka.”
Dari sini, maka jelaslah hanya Islam satu-satunya solusi bagi setiap masalah kehidupan tak terkecuali masalah stunting. Itulah sebabnya kembali kepada kehidupan Islam (khilafah) merupakan kewajiban dan hal paling mendesak. Karena hanya khilafahlah sistem yang akan membawa rahmat bagi kehidupan.
"Wallahu a'lam bi ash-shawwab"