Latest Post

1 #Kajati #Kajari #Sumbar #Pasbar 4 #Pasbar 1 #Pasbar #IMI 1 #sunatanmasal #pasbar #kolaboraksi 1 17 Agustus 1 AAYT 1 Administrasi 8 Agam 1 Agama 1 Aia Gadang 1 Air mata 1 Ajudan 1 Akses 4 Aksi 1 Amankan 1 Ambulance 1 Anam Koto 1 Anggaran 6 APD 1 Arogan 3 Artikel 1 Aset 1 Asimilasi 1 ASN 1 Atlet 1 ATR 2 Aturan 1 Babinkamtibmas 1 Baharuddin 1 Balon 1 Bandung 1 Bansos 1 Bantah 7 Bantuan 1 Batu Sangkar 1 Bawaslu 1 Baznas 1 Baznas Pasbar 1 Bebas 1 Bedah Rumah 1 Belajar 1 Belanja 4 Bencana 2 Berbagi 1 Berjoget 1 Bhakti 1 Bhayangkara 1 Bhayangkari 2 Bina Marga 1 BK 1 BKPSDM 1 BLPP 1 BLT Dana Desa 3 BNN 4 BNNK 1 Bocah 1 Bogor 1 Box Redaksi 1 Boyolali 9 BPBD 1 BPK RI 1 BPN 1 BTN 1 BTT 9 Bukittinggi 1 Bully 17 Bupati 3 Bupati Pasbar 1 Cacat Hukum 1 Calon 1 Camat 1 Cerpen 6 Corona 1 Covid 29 Covid 19 16 Covid-19 1 CPNS 1 cross 1 dampak 1 Dana 1 Dandim 1 Data 1 Demo 1 Dermawan 3 Dharmasraya 1 Dilaporkan 1 dinas 2 Dinkes 1 Dinsos 2 Direktur 3 Disinfektan 4 DPC 2 DPD 1 DPD Golkar 1 DPD PAN 1 DPP 12 DPRD 3 DPRD Padang 1 DPRD Pasbar 1 Dukungan 1 Duta Genre 1 Emma Yohana 2 Erick Hariyona 1 Ershi 1 Evakuasi 1 Facebook 1 Forkopimda 1 Formalin 1 Fuso 1 Gabungan 1 Gempars 1 Geoaprk 3 Gerindra 1 Gor 1 Gudang 3 gugus tugas 3 Hakim 2 HANI 1 Hari raya 1 Haru. 1 Hilang 1 Himbau 2 Hoax 1 Hujat 2 Hukum 1 Humas 1 HUT 1 Hutan Kota 1 idul adha 1 Ikan Tongkol 1 Iklan video 1 Ikw 2 Ilegal mining 1 Incasi 1 Inspektorat 1 Intel 3 Isolasi 1 Isu 1 Jabatan 34 Jakarta 3 Jalan 1 Jambi 3 Jateng 6 Jubir 1 Jumat berbagi 1 Jurnalis 10 Kab. Solok 2 Kab.Agam 4 Kab.Padang Pariaman 3 Kab.Pasaman 2 Kab.Solok 3 Kab.Solok Selatan 1 Kabag 3 Kabid 4 Kabupaten Pasaman 1 Kader 3 Kadis 1 Kajari 2 Kalaksa 1 Kanit 1 Kapa 10 Kapolres 1 Karantina 6 Kasat 1 Kasi 1 KASN 1 Kasubag Humas 1 Kasus 1 Kebakaran 1 Kejahatan 1 Kemanusiaan 1 Kemerdekaan 2 Keracunan 1 Kerja 1 Kerja bakti 1 kerjasama 2 Kesbangpol 1 Kesenian Daerah 1 Kesra 2 Ketua 2 Ketua DPRD 1 Kinali 2 KKN 1 Kodim 2 KOK 3 Kolaboraksi 2 Komisi 1 Komisioner 4 KONI 1 KONI PASBAR 1 Kontak 1 Kontrak 1 Kopi 4 Korban 1 Korban Banjir 1 Korupsi 16 Kota Padang 2 Kota Solok 3 KPU 2 Kriminal 4 kuasa hukum 1 Kuliah 1 Kupon 1 Kurang Mampu 1 Kurban 1 Labor 1 Laka Lantas 1 Lalulintas 1 Lantas 5 Lapas 3 Laporan 1 Laporkan 2 Laskar 1 Lebaran 2 Lembah Melintang 1 Leting 1 Limapuluh Kota 1 LKAAM 1 Lubuk Basung 3 Maapam 3 Mahasiswa 1 Maligi 1 Masjid 3 Masker 1 Medsos 1 Melahirkan 1 Mengajar 2 Meninggal 5 Mentawai 1 metrologi 1 Milenial 1 MoU 1 MPP 1 MRPB 2 MRPB Peduli 1 MTQ 2 Mujahidin 3 Muri 1 Nagari 1 Narapidana 6 Narkoba 28 Nasional 1 Negara 2 Negatif 5 New Normal 2 New Pasbar 88 News Pasbar 1 Ngawi 1 ninik mamak 2 ODP 1 OfRoad 2 Oknum 2 olah raga 2 Operasi 127 Opini 1 Opino 1 OTG 2 PAC 1 Pada 725 Padang 7 Padang Panjang 19 Padang Pariaman 1 Painan 1 Pakar 4 Pandemi 1 Pangan 1 Pantai Maligi 1 Panti Asuhan 6 Pariaman 1 Paripurna 2 pariwara 1 Pariwisata 1 Partai 1 Pasaan 93 Pasaman 27 Pasaman Barat 556 Pasbar 1 Pasbat 1 Pasien 1 Paslon 1 Patuh 4 Payakumbuh 1 Pdamg 2 PDIP 4 PDP 6 Peduli 1 peduli lingkungan 1 Pegawai 2 Pelaku 3 Pelanggaran 3 Pemalsuan 1 Pemasaran 1 pembelian 1 Pembinaan 1 Pemda 1 Pemerasan 3 Pemerintah 1 Pemerintahan 1 Pemilihan 1 Pemilu 2024 65 Pemko Padang 1 Pemuda 1 Penanggulangan 1 penangkapan 2 Pencemaran 2 Pencuri 1 pendidikan 2 Pengadaan 2 Pengadilan 1 Penganiayaan 1 Pengawasan 1 Penggelapan 1 Penghargaan 1 penusukan 1 Penyelidikan 1 Penyu 1 Perantauan 1 Perawatan 3 Perbatasan 1 Peredaran 1 Periode 1 Perjalanan 1 perkebunan 3 Pers 1 Pertanahan 3 Perumda AM Kota Padamg 8 Perumda AM Kota Padang 2 Perumda Kota Padang 51 Pessel 3 Pilkada 1 Pinjam 1 PKH 1 PKK 1 Plasma 1 Plt 2 PN 1 PN Pasbar 2 PNS 3 pol pp 1 Polda Sumbar 4 Polisi 6 Politik 28 Polres 6 Polres Pasbar 1 Polsek 1 Pos 3 Pos perbatasan 6 Positif 2 posko 1 potensi 1 PPM 1 Prestasi 4 PSBB 1 PSDA 1 Puan 2 PUPR 1 Pusdalops 2 Puskesmas 1 Pustu 1 Rapid Test 2 razia 1 Rekomendasi 3 Relawan 1 Reses 1 Reskrim 1 Revisi 1 RI 1 Riau 8 RSUD 1 RSUP M Djamil 1 RTLH 1 Rumah Sakit 1 Rusak 1 Sabu 1 Samarinda 1 Sapi 2 SAR 8 Satgas 2 Satlantas 1 SE 4 Sekda 1 Sekda Pasbar 1 Selebaran 8 Sembako 1 Sertijab 1 Sewenang wenang 1 Sidak 13 sijunjung 1 Sikilang 2 Singgalang 1 sirkuit 2 SK 1 Snar 2 Solo 5 Solok 4 Solok Selatan 6 SolSel 4 sosial 2 Sosialisasi 2 Sumatera Barat 146 Sumbar 1 Sumbar- 1 Sumur 1 Sunatan massal 1 sungai 1 surat kaleng 6 swab 2 Talamau 1 Talu 1 Tanah 21 Tanah Datar 1 Target 1 Tata Usaha 1 teluk tapang 1 Temu ramah 2 Terisolir 1 Terminal 1 Tersangka 5 Thermogun 1 Tidak layak Huni 2 Tilang 1 Tindak Pidana Korupsi 1 tipiter 1 TMMD 2 TNI 1 TNI AL 1 Tongkol 1 TP.PKK 1 tradisional 1 Transparan 1 trenggiling 1 tuak 2 Tukik 1 Tumor 1 Ujung Gading 1 Ultimatum 1 Uluran 1 Unand 1 Upacara 1 Update 1 usaha 1 usir balik 1 Verifikasi 1 Virtual 1 wakil bupati 4 Wali Nagari 2 wartawan 1 Waspada 1 Wirid Yasin 1 Yamaha Vega 2 Yarsi 2 Yulianto 1 ZI 1 Zona Hijau 1 Zona Merah

Opini

Ditulis Oleh : Reni Rosmawati
Member Akademi Menulis Kreatif

Mitra Rakyat.com
Memandang kenaikan BPJS sebagai cara kolaborasi pemerintah dan rakyat dalam memberikan pelayanan kesehatan yang prima atau mengatakan kenaikan BPJS kesehatan sebagai upaya masyarakat yang sehat dan memiliki kemampuan lebih, membantu masyarakat yang sakit serta yang lebih membutuhkan, adalah suatu pandangan yang keliru. Pada faktanya, kenaikan premi BPJS Kesehatan bukan solusi signifikan bagi kesehatan rakyat, sebaliknya jadi alat penghisap darah rakyat. Alih-alih mensejahterakan, malah semakin menyengsarakan. BPJS sejak awal dibentuk memiliki  prinsip bathil, dimana pembiayaannya berbasis industri kapitalisme asuransi kesehatan. Sehingga pelayanan kesehatan tunduk pada hasrat bisnis kapitalisme bukan kesehatan dan keselamatan jiwa rakyat.

Baca tulisan sebelumnya:
BPJS Naik Selangit, Rakyat Tersakiti (1)

Inilah hasil bila kesehatan dikelola dalam bingkai Kapitalisme. Pelayanan kesehatan yang merupakan kewajiban negara pun dikomersialisasi. Untung dan rugi jadi patokan. Tidak masalah bila harus memalak rakyat dengan angka selangit. Negara bukan lagi pelayan bagi rakyat. Tapi korporasi besar yang menyediakan pelayanan kesehatan dengan harga mahal. Ujung-ujungnya kembali rakyat menelan pil pahit yang membuat tangis.

Berbeda dengan Islam, Islam memandang kesehatan sebagai kebutuhan dasar rakyat. Negara bertanggung jawab untuk memenuhinya secara optimal dan terjangkau oleh masyarakat. Pemimpin negara Islam (Khalifah) memposisikan dirinya sebagai penanggung jawab urusan rakyat, termasuk urusan kesehatan. Dalam Islam, kesehatan merupakan salah satu bidang di bawah divisi pelayanan masyarakat (Mashalih an-Nas). Pembiayaan rumah sakit seluruhnya ditanggung oleh negara.

Negara Islam (Khilafah) tidak akan menyerahkan urusan kesehatan pada lembaga asuransi seperti BPJS. Lembaga asuransi yang bertujuan mencetak untung, bukan melayani rakyat. Hal ini, karena Islam melarang negara hanya berfungsi sebagai regulator dan fasilitator, apapun alasannya. Islam meletakkan dinding tebal antara kesehatan dengan kapitalisasi, sehingga kesehatan bisa diakses oleh semua orang tanpa ada kastanisasi secara ekonomi.

Pada pelayanan kesehatan setidaknya ada tiga aspek paradigma Islam yang menonjol. Pertama, kesehatan merupakan kebutuhan pokok publik, bukan jasa untuk dikomersialkan. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda ;

"Siapa saja yang ketika memasuki pagi hari mendapati keadaan aman kelompoknya, sehat badannya, memiliki bahan makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dunia telah menjadi miliknya.” (HR Bukhari)

Kedua, kehadiran negara sebagai pihak yang bertanggungjawab langsung dan sepenuhnya terhadap pemenuhan pelayanan kesehatan publik. Gratis berkualitas terbaik. Yang demikian itu karena Rasulullah Saw menegaskan,

"Imam yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR Al- Bukhari).

Ketiga, pembiayaan kesehatan berbasis baitul maal lagi bersifat mutlak. Baitul maal sebagai lembaga keuangan negara memiliki sumber-sumber pemasukan berlandaskan ketentuan yang ditetap Allah Subhanahu wa ta’ala. Termaktub dalam Alquran maupun As Sunnah dan apa yang ditunjukan oleh keduanya berupa ijma’ shahabat dan qiyas.

Agar kebutuhan rakyat terhadap layanan kesehatan terpenuhi, negara mendirikan rumah sakit keliling tanpa mengurangi kualitas pelayanan. Ini seperti pada masa Sultan Mahmud (511-525 H).

Rumah sakit keliling ini dilengkapi dengan alat-alat terapi kedokteran, dengan sejumlah dokter. Rumah sakit ini menelusuri pelosok-pelosok negara. Layanan diberikan tanpa membedakan ras, warna kulit, dan agama pasien tanpa batas waktu sampai pasien benar-benar sembuh. Selain memperoleh perawatan, obat, dan makanan gratis berkualitas, para pasien juga diberi pakaian dan uang saku yang cukup selama perawatan. Negara juga tidak luput melaksanakan tanggung jawabnya kepada orang-orang yang mempunyai kondisi sosial khusus, seperti yang tinggal di tempat-tempat yang belum mempunyai rumah sakit, para tahanan, orang cacat, dan para musafir.

Sejarah mencatat, Khilafah telah banyak mendirikan institusi layanan kesehatan. Di antaranya adalah rumah sakit di Kairo yang didirikan pada tahun 1248 M oleh Khalifah al-Mansyur, dengan kapasitas 8.000 tempat tidur, dilengkapi dengan masjid untuk pasien muslim dan chapel untuk pasien non-muslim. Rumah sakit dilengkapi dengan musik terapi untuk pasien yang menderita gangguan jiwa. Setiap hari rumah sakit setidaknya melayani 4.000 pasien.

Seluruh pembiayaan yang gratis ini dananya diambil dari baitulmal yakni,
Pertama, dari harta zakat, sebab fakir atau miskin (orang tak mampu) berhak mendapat zakat. Kedua, dari harta milik negara baik fai’, ghanimah, jizyah, ‘usyur, kharaj, khumus rikaz, harta ghulul pejabat dan aparat, dsb.
Ketiga, dari harta milik umum seperti hutan, kekayaan alam dan barang tambang, dsb. Jika semua itu belum cukup, barulah negara boleh memungut pajak (dharibah) hanya dari laki-laki muslim dewasa yang kaya.

Demikianlah, perbandingan layanan kesehatan dalam sistem kapitalis-sekuler-liberal yang berbiaya mahal juga telah nyata menyengsarakan rakyat dengan era khilafah yang begitu bagus kualitasnya, gratis dan mensejahterakan rakyat. Hanya Khilafahlah solusi efektif mengatasi polemik BPJS Kesehatan. Dulu dan sekarang. Tidak ada solusi yang terbaik dan layak selain solusi Allah  Sang Pencipta yang diterapkan khalifah untuk mengatur urusan umat.

Yakinlah, menapaki jalan Allah tidak mungkin akan menjerumuskan manusia pada kesengsaraan. Allah SWT sudah menurunkan aturan yang lengkap bagi manusia untuk diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan manusia, pun yang menyangkut masalah kesehatan publik.

Dari sini, maka sudah saatnya bagi kita kembali kepada aturan Allah SWT dan mencampakkan aturan Demokrasi-Kapitalisme-Sekuler. Karena, selama sistem Kapitalisme tegak di atas bumi ini, jangan harap rakyat akan merasakan jaminan kesehatan berkualitas dan murah bahkan gratis.

Wallahu a’lam bi ash-shawwab

Opini

Ditulis Oleh : Reni Rosmawati
Member Akademi Menulis Kreatif

Mitra Rakyat.com
"Ya Allah, barang siapa yang mengurus urusan umatku lalu dia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia. Dan barang siapa yang mengurus urusan umatku lalu dia mengasihi mereka maka kasihilah dia.” (HR. Muslim)

Dilansir oleh kompas.com, Rabu (30/10/2019), Presiden Joko Widodo resmi menaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen yang akan berlaku mulai 1 Januari 2020 nanti. Bagi Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan peserta bukan pekerja menjadi sebesar Rp 42 ribu per bulan untuk kelas III, Rp110 ribu per bulan untuk kelas II dan Rp160 ribu per bulan untuk kelas l.

Kenaikan ini disinyalir sebagai akibat kinerja keuangan BPJS Kesehatan yang terus merugi sejak lembaga ini berdiri pada 2014. Oleh karena itu, diperlukan stimulasi agar lembaga tersebut dapat tetap berjalan melayani masyarakat yang membutuhkan fasilitas kesehatan. Kenaikan premi BPJS Kesehatan ini diatur di dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang ditandatangani pada 24 Oktober 2019.

Menurut Kepala Humas BPJS Kesehatan, Iqbal Anas Ma'ruf, kenaikan iuran ini diyakini akan memperbaiki postur keuangan mereka. Tahun ini, BPJS Kesehatan diprediksi akan mengalami defisit hingga Rp 32,8 triliun. Iqbal mengatakan, persoalan defisit ini tidak akan selesai pada tahun ini. Kendati demikian, ia optimistis masalah keuangan itu bisa selesai pada tahun depan. Bahkan, diproyeksikan keuangan BPJS Kesehatan bisa surplus hingga Rp 17,3 triliun.

Bukan kali ini saja defisit BPJS terjadi, bahkan, sejak lembaga itu berdiri sudah mengalami defisit hingga Rp 3,3 triliun. Defisit berlanjut pada 2015 menjadi Rp 5,7 triliun dan semakin membengkak menjadi Rp 9,7 triliun pada 2016. Sementara pada 2017, defisit hanya sedikit mengalami kenaikan yakni menjadi Rp 9,75 triliun. Adapun pada 2018, defisit yang dialami mengalami penurunan menjadi Rp 9,1 triliun.

Sementara itu, dilansir oleh laman yang sama, Wakil Presiden Ma'ruf Amin menilai, kenaikan iuran ini sebenarnya merupakan cara pemerintah untuk berkolaborasi dengan masyarakat dalam memberikan pelayanan kesehatan yang prima. Dengan kenaikan ini, masyarakat yang sehat dan memiliki kemampuan lebih, dapat membantu masyarakat yang sakit dan yang lebih membutuhkan.

Bak disambar petir di siang bolong. Ditengah beratnya himpitan ekonomi, kembali rakyat  disodorkan  kenaikan BPJS sebesar 100 persen. Sungguh menyesakkan dada sekaligus melukai dan memupus harapan rakyat untuk menikmati fasilitas kesehatan di negeri ini. Sudahlah rakyat dibuat susah dalam pelayanan kesehatan, kini rakyat siap dibuat menjerit dengan kenaikan tersebut. Kenaikan iuran BPJS sangat mengecewakan, sekalipun bagi kalangan rakyat yang mampu secara finansial. Karena sesungguhnya kesehatan adalah hak seluruh rakyat, tidak boleh dimonopoli dan dijadikan ladang bisnis bagi sebagian pihak. Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan, tentu tidak dapat melepaskan begitu saja tanggung jawab tersebut  untuk dilimpahkan kepada pihak swasta. Sehingga saat ini yang terjadi adalah situasi carut marut dan ujung-ujungnya rakyat yang dirugikan.

Defisit demi defisit terus terjadi dialami BPJS Kesehatan, hingga memicu kenaikan premi BPJS yang mengorbankan nyawa rakyat, menjadi indikasi gagalnya pemerintah dan negara dalam menjamin kesehatan dan keselamatan rakyatnya. Kenaikan premi BPJS yang dianggap sebagai stimulus, agar BPJS tetap berjalan melayani kesehatan rakyat yang membutuhkan, nyatanya hanyalah fatamorgana. Karena pada kenyataannya, BPJS tiada lain adalah ladang bisnis menggiurkan bagi para korporat, bukan demi melayani rakyat. Kenaikan premi BPJS belum tentu dibarengi dengan peningkatan pelayanan yang diberikan pihak rumah sakit kepada pasien BPJS. Mengingat, banyaknya sejumlah rumah sakit yang mengeluhkan keterlambatan BPJS membayar klaimnya. ..bersambung


Opini

Ditulis Oleh: Sri Gita Wahyuti, A.Md.

Mitra Rakyat.com
Wacana pemerintah tepat tanggal 1 Januari 2020 mendatang, kenaikan premi BPJS kesehatan akan segera diberlakukan. Hal ini disebabkan oleh kinerja keuangan BPJS yang terus merugi sejak berdirinya pada tahun 2014. Kenaikkan iuran ini diprediksi akan dapat memperbaiki keuangan yang selama ini defisit.

Untuk mengurangi beban akibat kenaikkan tersebut, masyarakat pun berbondong-bondong mengubah kelas perawatan. Dari yang awalnya kelas I menjadi kelas II, serta kelas II menjadi kelas III.

Berbagai pihak pun berkomentar terutama terkait dampak yang akan ditimbulkan dari kebijakan tersebut. Alih-alih akan menutup defisit keuangan, kenaikkan ini justru akan menimbulkan masalah baru. Masyarakat mulai enggan untuk membayar karena selama ini sudah terbebani oleh banyaknya kebutuhan hidup lainnya.

Untuk menanggapi keengganan masyarakat, pemerintah mencari jalan melalui payung hukum yang akan diberlakukan sebagai sangsi bagi para penunggak iuran. Dalam PP Nomor 86 Tahun 2013 pasal 5, BPJS dibolehkan mengambil iuran secara paksa (alias memalak) dari rakyat setiap bulan dengan masa pungutan yang berlaku seumur hidup.

Begitulah pelayanan kesehatan masyarakat di sistem sekular demokrasi, negara yang seharusnya bertanggung jawab mengurusi rakyatnya termasuk kesehatan justru membebankan masalah ini kepada rakyatnya dan menjadikannya sebagai lahan bisnis. Ini tentu sangat berbeda dengan pelayanan kesehatan menurut Islam.

Dalam Islam, jaminan kesehatan memiliki empat karakter, yaitu:
Pertama, universal artinya semua kalangan bisa mendapatkan layanan kesehatan tanpa perbedaan.

Kedua, untuk mendapat layanan kesehatan, rakyat tidak dipungut biaya alias gratis.
Ketiga, seluruh rakyat bisa mengaksesnya dengan mudah.
Keempat, pelayanan mengikuti kebutuhan medis bukan berdasarkan plafon.

Jadi jelaslah, untuk menjamin pelayanan kesehatan secara sempurna, tidak ada solusi lain kecuali mengambil konsep jaminan kesehatan Islam. Namun, jaminan kesehatan Islam tidak bisa dipisahkan dari konsep politik Islam secara keseluruhan dalam mengatur negara. Dengan kata lain, konsep jaminan kesehatan Islam hanya akan efektif jika diterapkan oleh Daulah Khilafah yang menerapkan Islam secara kaffah.

Wallahu a'lam bishshawab.


Opini
Ditulis Oleh: Oom Rohmawati
(Ibu Rumah Tangga & Member Amk)   

Mitra Rakyat.com
Dalam Islam, perempuan tidak dibebani mencari nafkah, sebab kewajiban memberi nafkah ada pada suami (lihat QS al-Baqarah [2]: 233). Syariat Islam juga tidak membiarkan warganya terlantar akibat tidak ada yang mencari nafkah, sebab negara menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat bila tidak ada laki-laki atau pihak kerabat yang menanggung.

Baca tulisan sebelumnya: Maraknya Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak (1)

Maka nafkah seseorang termasuk perempuan dan anak-anak menjadi tanggungan baitul maal (negara). Sistem ekonomi Islam juga menjamin para suami mudah mencari nafkah, mendapatkan pekerjaan. Bahkan kebutuhan pokok rakyat menjadi tanggungjawab negara.

Kedua, syariah Islam menjamin Perlindungan perempuan dan anak dari tindak kekerasan di ruang  seperti rumah tangga,  diantaranya melalui aturan pernikahan yang terkait hak dan kewajiban suami /istri. Sehingga tujuan berumah tangga untuk mewujudkan kedamaian dan ketentraman terwujud (QS Ar-Rum [30]: 21).

Ketiga, syariah Islam juga memberi perlindungan kepada perempuan secara keseluruhan (kaffah). Islam menutup peluang terjadinya kejahatan terhadap perempuan bahkan menghalangi apa saja yang mendorong dan memicu hal tersebut. Salah satunya dengan mewajibkan masyarakat untuk menjaga interaksi di ranah publik antara lelaki dan perempuan dengan menjaga pandangan, tidak khalwat dan ikhtilat.

Terlihat jelas sekali perbedaan antara sistem Islam dengan kapitalisme-liberalisme yang dianut negeri ini.  Berharap negara mampu mengatasi tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak akan sulit terwujud, disebabkan aturan yang lahir dari kapitalisme-liberalisme tak memihak kepada mereka selain para pemilik modal dan komprador. Terlebih lagi jika berharap negara memberikan sanksi tegas kepada pelaku kekerasan yang berefek jera.

Dalam syariat Islam telah di tetapkan bahwa kekerasan, penganiayaan dan pembunuhan yang bersifat menyakiti atau merugikan orang lain adalah suatu yang tercela dan dosa yang mesti di kenakan sanksi uqubat. Sanksi ini memiliki fungsi pencegah (zawajir) dan penebus (jawabir). Pencegah maksudnya dengan sanksi itu orang akan mengambil pelajaran takut untuk melakukan kejahatan.

Sedangkan penebus artinya orang berdosa di dunia harus medapatkan hukuman agar terlepas dari siksa akhirat. Dalilnya sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al Bukhari dari' Ibadah bin Syahrul ra. berkata " Kami bersama Rasulullah Saw dalam suatu Majlis dan beliau bersabda, " Kalian telah membaiatku untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, tidak mencuri, tidak berzina, kemudian beliau membaca keseluruhan QS: al-Baqarah [2]:179):
 "Barang siapa di antara kalian memenuhinya, maka pahalanya di sisi Allah dan barang siapa mendapatkan dari hal itu sesuatu maka sanksinya adalah kifarat (denda) baginya, dan barang siapa mendapatkan dari hal itu sesuatu, maka Allah menutupinya, mungkin mengampuni atau mengazab."

Dengan demikian, tidak ada satu hukumpun di dunia ini yang serupa sebagaimana hukum dalam syariat Islam. Inilah satu-satunya  alasan mengapa setiap masalah yang terjadi di negeri ini tak kunjung selesai dan tuntas. Aturan manapun selama itu datang dari manusia, tak akan bisa menjadi solusi yang solutif. Mempertahankan sistem kufur terus bercokol dan dijadikan rujukan segala perbuatan akan mengundang keburukan berikutnya. Sudah saatnya umat dan seluruh kaum muslimin menegakkan kembali syariat Islam sesuai metode Rasulullah Saw dalam memimpin negara dan riayah suunil ummah. Itulah kepemimpinan khilafah 'ala minhajj an Nubuwwah.
Wallahu a'lam bi ash-shawab.


Opini
Ditulis Oleh: Ine Wulansari
Pendidik Generasi dan Pegiat Dakwah 

Mitra Rakyat.com
"Maraknya kasus kecelakaan kerja akhir-akhir ini, diperkirakan tidak terlepas dari banyaknya proyek infrastruktur yang tengah digenjot pemerintah. Dalam setiap pekerjaan sering kali kontraktor lupa menerapkan aspek budaya kontruksi dengan baik". Manila Ronald Simanjuntak (Guru Besar Manajemen Kontruksi Universitas Pelita Harapan).

Hal ini pula yang terjadi beberapa waktu lalu. sebuah kebakaran terjadi sebagai dampak dari pembangunan proyek kereta cepat. Seperti dilansir oleh WowKeren.com, sebuah kebakaran hebat terjadi di KM 130 jalan Tol Padaleunyi arah Cileunyi-Cimahi Jawa Barat. Diketahui pipa penyaluran bahan bakar minyak (BBM) jenis premium milik PT Pertamina terbakar cukup hebat dan berlangsung selama beberapa jam. Butuh ekstra keras dari seluruh pihak terkait untuk memadamkan api.

Informasi terkait yang disampaikan oleh Kepala Polisi Jawa Barat, Irjen Pol Rudy Sufahriadi beberapa saat sebelum peristiwa terjadi seorang pekerja dilaporkan menancapkan benda keras di area lokasi kejadian. Rupanya benda keras tersebut mengenai pipa penyaluran BBM dan mengakibatkan ledakan hebat pada pukul 14.00 WIB, Selasa,(22/10/2019).

Baru-baru ini diketahui jika pemilik proyek PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) diduga melakukan kesalahan prosedur pekerja sehingga membuat pipa pertamina meledak dan terbakar. Peristiwa ini pun membuat berbagai keluhan mengenai koordinasi yang dikemukakan oleh pemerintah daerah. Menanggapi hal tersebut, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil buka suara, ia menilai jika insiden terbakarnya pipa pertamina tidak akan terjadi jika PT KCIC melakukan koordinasi saat pengerjaan proyek kereta cepat. Namun Ridwan Kamil tidak menyinggung masalah indikasi pelanggaran prosedur pekerjaan, karena pihak kontraktor telah meminta pendampingan dari pertamina saat melakukan penggalian di area pipa. (WowKeren.com, Selasa, 22/10/2019).

Infrastruktur memiliki peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional. Infrastruktur juga memiliki peran sebagai salah roda atau motor penggerak pertumbuhan ekonomi, yang mempunyai dampak secara langsung yaitu untuk meningkatkan nilai tumbuh dan menciptakan lapanganan kerja baru, sementara dampak tidak langsung yakni mendorong berkembangnya sektor lain dalam perekonomian nasional.

Infrastruktur adalah semua jenis fasilitas yang dibutuhkan oleh masyarakat umum untuk mendukung berbagai kegiatan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, baik secara fisik maupun non fisik yang dibangun oleh pemerintah maupun perorangan untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat dalam lingkup sosial dan ekonomi.

Menelisik fakta yang ada, berbagi macam proyek yang dijalankan saat ini tidak terlepas dari jalur investasi asing yang banyak menimbulkan kerugian dan dampak yang buruk di antaranya: kerusakan lingkungan, berkurangnya lahan produktif, eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan, dan hasil usaha yang lebih banyak ke negara asalnya.

Realitasnya, investasi asing secara nyata menjadikan Indonesia bergantung kepada negara lain atau tidak berdaulat. Sekecil apapun investasi asing yang ditanamkan bisa dipastikan sudah ada nota kesepakatan yang diajukan sebagai syarat. Sehingga tekanan demi tekanan terus dialami, dan skema selanjutnya negara akan berpartner dengan para investor untuk membangun infrastruktur secara besar-besaran.

Begitulah adanya watak kapitalistik yang rakus, investor asing tidak akan pernah cukup dengan sedikit profit. Keserakahan kapitalis mendapatkan angin segar, sehingga keberadaannya semakin mengukuhkan diri tanpa hambatan berarti. Semua ini diakibatkan dari penumpukan hutang luar negeri yang tak kunjung usai, yang mengakibatkan semua beban disandarkan pada rakyat melalui berbagai macam pungutan pajak yang kian menghimpit.

Untuk itu agar negeri ini terbebas dari ketergantungan pada pihak asing, Indonesia harus keluar dari jebakan sistem kapitalistik global. Secara mendasar, kebijakan-kebijakan Indonesia semestinya tidak lagi berbasis pada kesepakatan internasional yang jelas merugikan bangsa Indonesia sendiri. Sehingga tidak mudah ditekan dan didikte oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan dan ingin meraup keuntungan sebesar-besarnya.

Sebagai negeri muslim terbesar, Indonesia dapat mengulang sejarah kegemilangan perekonomian Islam dengan menerapkan syariat Islam secara holistik melalui institusi khilafah. Dalam Islam terdapat prinsip dasar khilafah dalam bekerjasama dengan negara lain dengan tidak memberikan jalan masuk pada pihak asing untuk menguasai kaum muslimin dan menjaga kaum muslimin serta kekayaan alam untuk kemaslahatan umat. Khilafah akan menerapkan hukum-hukum syariat Islam untuk membangun kemandirian ekonominya. khilafah tidak hanya akan mengutamakan kemampuannya sendiri dalam mengatasi persoalan ekonomi, akan tetapi tidak akan pernah melakukan kerjasama dengan negara-negara kafir Harbi Fi'lan yang tentunya akan membahayakan eksistensinya.

Adapun hukum syariat Islam  untuk membangun kemandirian ekonomi dalam daulah khilafah  diantaranya adalah: pertama, mengatur kepemilikan dan pengelolaan sumber daya alam sesuai syariat Islam. Hanya negara yang berhak mengelola daya alam yang menjadi milik umum.

"Dari Abyadh bin Hamal, ia datang kepada Rasulullah Saw meminta (tambang) garam. Beliau lalu memberikannya. Setelah ia pergi ada seorang laki-laki yang bertanya kepada beliau, 'Wahai Rasulullah, tahukah apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir. Lalu ia berkata: Kemudian Rasulullah Saw pun menarik kembali tambang itu darinya'. "(HR Abu Dawud).

Dalam hadist ini Rasulullah Saw meminta kembali tambang garam yang telah diberikan kepada Abyadh bin Hamal setelah beliau mengetahui bahwa tambang garam itu depositnya sangat banyak. Ini menunjukkan bahwa sebab disyariahkannya suatu hukum larangan tambang garam itu dimiliki secara pribadi adalah karena jumlahnya yang tak terbatas.

Cangkupannya besifat umum, meliputi semua barang tambang, seperti tambang minyak, gas,  tembaga dan emas, dan sebagainya. Kedua, menghentikan utang luar negeri, baik utang dari lembaga keuangan internasional maupun utang dari negara lain.

Ketiga, menghentikan investasi asing yang bertentangan dengan syariah. Misalnya, investasi asing pada sektor-sektor milik umum.

Keempat,menghentikan segala bentuk hubungan dengan negara-negara kafir yang sedang memerangi umat Islam. Seperti adanya hubungan diplomatik, hubungan budaya, dan hubungan dagang.

Kelima, menghentikan keanggotaan dalam PBB, termasuk lembaga-lembaga Internasional di bawah PBB seperti IMF dan Bank Dunia.

Keenam, menghentikan keanggotaan dalam blok-blok perdagangan kapitalis, yang terbukti mendatangkan bahaya bagi umat Islam seperti mendominasi perekonomian dalam negeri dan menerapkan peraturan perdagangan yang bertentangan dengan syariah Islam.

Ketujuh, membangun ketahanan pangan, yaitu memenuhi kebutuhan pangan bagi negeri sendiri melalui peningkatan produksi pangan dan impor bahan pangan. Kedelapan, mencetak mata uang emas (dinar) dan perak (dirham).

Penggunaan dinar dan dirham dalam perdagangan internasional akan memberikan kemandirian ekonomi yang sangat kuat. Kesembilan, menghapus seluruh lembaga-lembaga kapitalis, seperti perbankan, asuransi, pasar modal, perseroan terbatas (PT), dan sebagainya. Karena lembaga-lembaga tersebut telah menjadikan instrumen dominasi yang dimanfaatkan oleh kekuatan kapitalisme global untuk melakukan penjajahan ekonomi atas umat Islam.

Maka sudah jelas, satu-satunya sistem yang mampu menjamin adanya kemandirian ekonomi dengan menerapkan syariat Islam secara sempurna di tengah kehidupan yang akan membuahkan rahmat dan kebaikan untuk semua manusia. Tentu karena Islam dan syariatnya diturunkan sebagai rahmat untuk semesta alam yang akan membukakan pintu kebaikan serta keberkahan dari langit dan bumi.

"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya".(TQS al-a'raf: 96).

Wallahu a'lam bish shawab


Opini
Ditulis Oleh: Oom Rohmawati
(Ibu Rumah Tangga & Member Amk)   

Mitra Rakyat.com
Belum lama ini banyak sekali kasus kekerasan yang menimpa perempuan dan anak, diantaranya seorang balita yang tewas karena digelonggong air galon oleh ibu kandungnya, tepatnya 18 Oktober 2019 waktu lalu. Polisi menyebutkan, "korban ternyata kerap mengalami kekerasan fisik sebelum mengalami kejadian yang sangat tidak manusiawi tersebut. 

Hal ini tentu  bisa berakibat trauma, baik secara fisik, psikis dan seksual. Berkaitan dengan kasus di atas,  Ipda Riskawati, S. Tr. K melaksanakan  kegiatan sosialisasi untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak di kantor Kepala Desa Cibiru Hilir, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung pada hari Rabu (23/10/19).

Tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak akhir-akhir ini semakin mengkhawatirkan, sehingga harus dilaksanakan penyuluhan kewilayah-wilayah yang dianggap rentan munculnya tindak kekerasan. Meski upaya itu sebatas penyuluhan, setidaknya ada upaya yang dilakukan dinas terkait walau tidak berefek besar. Mengapa demikian?

Kesengsaraan yang dialami masyarakat akibat kemiskinan, sulitnya mendapat pekerjaan, bertebaran barang haram menjadi salah satu pemicu kekerasan dalam rumah tangga,  baik yang menimpa kaum perempuan ataupun menimpa anak.

Jika bertanya apa penyebab tindak kekerasan terus meningkat, maka tentu "tidak ada asap tanpa ada api". Ada faktor pemicu yang harus ditelusuri hingga masalah di atas terus berulang.

Dalam hal ini, yang mempunyai andil besar terciptanya ketidakharmonisan sosial  adalah sistem kapitalis liberal, dimana perempuan dihargai dengan taraf ekonominya, status sosial dan prestasi profesinya. Peran utama perempuan sebagai pencetak generasi dan pengatur urusan rumah tangga seakan tidak dihargai.

Justru peran ini dianggap biang keladi diskriminasi perempuan. Peran agama ditiadakan. Begitupun halnya  penggunaan media sosial tanpa bijak, ditangan orang yang memiliki ketakwaan yang rendah akan memunculkan bahaya, seperti mengakses pornografi, yang dapat memunculkan perilaku penyimpangan seksual.

Rangsangan yang terus menerus dari media sosial bisa mendorong mereka melampiaskan nafsu seks mereka pada siapa saja, salah satu wujudnya adalah eksploitasi kekerasan dan pelecehan pada perempuan dan anak.

Walaupun berbagai aturan dan UU telah dibuat, seperti ditetapkannya UU No 21/2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. UU No 23/2004 tentang PKDRT, UU 44/2008 tentang Pornografi, UU No. 35/tahun 2014 tentang Perlindungan  Anak. Selain itu juga terdapat KUHP. Namun semua itu belum mampu menghentikan laju kejahatan dan kekerasan pada perempuan dan anak.

Inilah negeri kita hari ini, di bawah kungkungan sistem kapitalis yang sangat liberal dan sangat kapitalistik.  Sistem kapitalislah yang telah menghilangkan akal sehat dan rasa kasih sayang. Perempuan dan anak yang mestinya medapatkan perlindungan, dan  penjagaan nyatanya menjadi komoditas yang bisa seenaknya dimanfaatkan untuk kepentingan apapun dan siapapun.

Berbeda dengan sistem Islam. Islam agama yang berasal dari  Sang Pencipta, Allah SWT. Syariah Islam menempatkan perempuan dan anak sebagai kehormatan yang harus di jaga. Berikut bentuk penjagaan atau perlindungan  Islam: pertama, Islam mengatur tugas perempuan agar tetap terpelihara, dengan menempatkan perempuan sebagai mitra laki-laki. Sebagaimana firman Allah Swt:
".... Dan para wanita punya hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf." (TQS al-Baqarah [2]: 228).
Sedangkan tugas pokok perempuan adalah menjadi ibu yang mengatur rumah tangga (ummu wa rabbatul bayt).

Dengan tugas tersebut ia akan menjadi makhluk yang terlindungi dan terjaga kehormatannya,  tidak perlu menghabiskan waktu di ruang publik, campur baur (ikhtilat) dan berdua-duaan (khalwat)  dengan yang bukan mahram yang akan mengakibatkan terjadinya tindak kejahatan atau  kekerasan.  ..bersambung

Mitra

{picture#https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiUKjfj8bYhguqcr3G0Jgy8vCMLVFLC7ATCnT6NVc1jtwAoGMVRLM4oapisLSj-hut6qCME7GEWZklrOvrx00qU-Rl7Kmuz3WOtPrRT_N0YO075CqwNfhOd8DhpYxskz102kdV-ds9-urs/s1600/logo3.png} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}

Powered by Blogger.