Di Balik Pro Kontra Revisi Undang-Undang KPK (2)
Opini
Ditulis Oleh: Zulaika
Ibu rumah tangga dan pegiat dakwah
Mitra Rakyat.com
Salah satunya yakni merevisi UU KPK ini demi memuluskan jalan mereka untuk melahap harta rakyat tanpa mampu terjerat hukum. Meskipun KPK bukanlah lembaga yang dapat menerapkan hukuman yang adil bagi para koruptor ini, namun di dunia kapitalis saat ini hanya KPK yang mungkin dapat bertahan menghukumi para koruptor.
Perilaku korup juga disebabkan sebagian para penguasa dan pejabat negara tidak memahami fungsi kepemimpinan dan amanah kekuasaan yang sedang mereka emban. Padahal sejatinya kelak semua itu akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt. Lemahnya iman dan kesalihan pribadi, kontrol masyarakat dari sisi amar makruf nahi munkar yang lemah, juga negara yang menaunginya tidak menerapkan syariat adalah inti masalah terjadinya korupsi.
Baca tulisan sebelumnya : Dibalik Pro Kontra Revisi Undang-Undang KPK (1)
Dalam Islam, lembaga seperti KPK tidak perlu ada untuk menghukumi para koruptor. Karena Islam memiliki 3 pilar penerapan hukum. Pilar yang pertama adalah ketakwaan individu, kedua adalah masyarakat yang peduli dan ketiga adalah negara yang menerapkan syariah yang menyeluruh.
Pertama, ketakwaan individu. Adalah suatu kewajiban yang diperintahkan oleh Allah Swt kepada setiap umatnya. Allah Swt berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu." (TQS at-Tahrim [66]: 6).
Dengan ini para penguasa yang menerapkan syariat Islam selalu menghiasi diri mereka dengan ketakwaan individu dan senantiasa menyibukkan diri mereka taqarrub kepada Allah. Jika ketakwaan individu ini rusak maka rusaklah suatu masyarakat itu.
Kedua, masyarakat yang peduli. Masyarakat harus saling peduli antara satu dengan yang lainnya. Hidup harus saling mengingatkan sebagai wujud saling sayang dan peduli satu sama lainnya, karena hakikatnya bahwa ketika seseorang terjerumus pada perilaku korup maka itu artinya orang tersebut dalam kondisi dibenci Allah dan ini tidak akan dibiarkan oleh masyarakat lainnya.
Menyeru kepada yang makruf dan mencegah kepada kemunkaran juga dilakukan sebagai refleksi dari keyakinan akan janji Allah yang akan menjadikan mereka sebagai umat terbaik di mata Allah Swt.
Ketiga, negara yang menerapkan syariah. Pilar ketiga inilah yang sampai saat ini belum terwujud, karena saat ini sistem yang diberlakukan adalah sistem sekularisme dimana pilar agama dipisahkan dari kehidupan.
Padahal sesungguhnya, peranan negara yang menerapkan syariah sangat dibutuhkan untuk menjayakan Islam kembali. Dengan adanya peran negara, ketakwaan individu dan masyarakat yang peduli akan lebih kokoh, karena hanya negara yang memiliki kemampuan untuk mengikat dan memaksa masyarakat dengan beragam kebijakan dan peraturan yang diterapkan olehnya.
Sehingga sudah jelas kejayaan kaum muslim yang paling besar dicapai ketika kaum muslim berada di dalam kesatuan dalam kepemimpinan Khilafah Islamiyyah. Bila semua ini terwujud, maka perilaku korupsi akan demikian ditakuti, karena takutnya tiap-tiap individu akan azab Allah.
Tidak perlu lagi adanya pro kontra terkait apapun di masyarakat selama negara menerapkan syariat karena masyarakat sadar dengan adanya penerapan syariat, negara telah berlaku adil yang sesuai dengan ketentuan Allah Swt. Masyarakat pun akan hidup dengan tenang, sejahtera dan merasa puas dengan kepengurusan negara.
Maka agar kesemuanya ini terwujud, marilah kita bersama-sama menerapkan syariat-Nya di bawah naungan Daulah Khilafah 'ala Minhajj an Nubuwwah yang mengikuti tuntunan Rasulullah Saw.
Wallahu a'lam bi ash shawab.