PPK 2.1 BPJN Wilayah III Sumbar Tidak Koperatif, Proyek Preservasi Jalan Solok-Sawahlunto Terindikasi Korupsi
Proyek Preservasi Jalan Solok-Sawahlunto Milik PJN II Sumbar dikerjakan tanpa ada Papan Nama Proyek Kuat dugaan terindikasi KKN
Mitra Rakyat.com (Solok)
Proyek preservasi jalan Solok-Sawahlunto milik Balai Jalan Nasional Wilayah III Sumbar(BPJN Wilayah III Sumbar), Satuan Kerja Pelaksana
Jalan Nasional (Satker PJN II) sebelumnya diduga kuat siluman dan sarat KKN. Sebab disebut siluman,
pekerjaan sepanjang 110KM dengan nilai Rp 30 Milyar lebih itu dikerjakan tanpa
menggunakan papan nama proyek sebagai
informasi dan transparansi kepada masyarakat. Juga lemahnya pengawasan oleh
consultan supervisi dan Dinas terkait terindikasi berpotensi korupsi, kata Pak
Jon, pada Selasa, 09 Juli 2019 dilokasi
pekerjaan Lubuk Selasih, Solok.
Anehnya, saat pewarta mencoba mengkonfrotir kepada pihak dinas PJN II
Sumbar terkesan bungkam dan tidak mau menanggapi konfirmasi awak media.
Seperti, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK 2.1) yang akrab dipanggil pak Ken. Pada
hari yang sama, media mencari kekantornya yang beralamat di jalan S.Parman,
namun salah satu karyawan dinas tersebut mengatakan pak ken lagi keluar.
Dan selanjutnya, media mencoba mengkonfirmasi via telpon 081110945xx
pada Rabu (10/09) waktu lalu, meskipun masuk akan tetapi Ken seakan enggan
untuk menjawab telpon pewarta. Begitu juga saat di SMS via whatshaap, walaupun
sudah dibaca tetapi Ken tidak mau menanggapinya. Sikap tidak koperatif yang
ditunjukan oleh Ken selaku PPK pada proyek Preservasi jalan tersebut, menambah
kecurigaan adanya dugaan tindakan korupsi terjadi di mega proyek tersebut .
Seperti yang dikatakan Ari salah seorang pengusaha kontruksi sekaligus
pemerhati pembangunan infrastruktur dikota ini. Ari menyebutkan, “mengapa PPK
itu mesti diam dan menunjukan sikap tidak koperatif kalau tidak ada apa-apa
antara rekanan dengan pemilik proyek (owner)”, kata Ari pada Senin (15/07) dipadang.
“ Pengerjaan proyek tanpa plang ini seolah mendapat pembiaran oleh PPK dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Padahal, hal itu bisa mempengaruhi kualitas pengerjaan
proyek itu. Artinya, rekanan tidak mengindahkan peraturan, dan padahal hal ini
wajib untuk memasang papan nama proyek”, sebutnya lagi.
Selanjutnya Ari mengatakan, "mengapa rekanan mesti enggan dan seolah sengaja untuk tidak mengadakan plang proyek yang harganya mungkin sekitar 100 ribuan saja, rasanya untuk 10 buah plang proyek rekanan belum tentu rugi kalau dilihat dari nilai proyek tersebut. Jadi analisanya, rekanan takut apabila masyarakat tau kalau sumber dana proyek preservasi itu dari APBN dan rekanan terhambat untuk berbuat curang demi meraut untung besar" tukasnya.
Selanjutnya Ari mengatakan, "mengapa rekanan mesti enggan dan seolah sengaja untuk tidak mengadakan plang proyek yang harganya mungkin sekitar 100 ribuan saja, rasanya untuk 10 buah plang proyek rekanan belum tentu rugi kalau dilihat dari nilai proyek tersebut. Jadi analisanya, rekanan takut apabila masyarakat tau kalau sumber dana proyek preservasi itu dari APBN dan rekanan terhambat untuk berbuat curang demi meraut untung besar" tukasnya.
Ditegaskannya, pemasangan papan informasi proyek merupakan hal yang wajib
dan penting sebagai informasi yang transparansi dalam mengelola keuangan
negara, sehingga masyarakat luas bisa ikut serta mengawasi pelaksanaan proyek tersebut.
Bahkan menurutnya, owner dan rekanan sengaja tidak mengindahkan Perpres
No. 54/2010 dan perubahannya Perpres No 70/2012 dan Perpres No 4/2015 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan UU No. 14/2008 tentang KIP, cetusnya.
“Dampak tidak adanya plang proyek, warga tidak dapat mengetahui
spesifikasi rincian proyek yang dikerjakan, demikian juga proyek yang
dipercayakan kepada kontraktor tersebut. Sehingga dalam pengerjaannya bisa
asal-asalan. Makanya, kita tidak heran masih ada proyek yang baru dikerjakan,
namun sudah rusak,” pungkasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak media masih menunggu dan upaya
konfirmasi pihak terkait lainnya. # Tim/ ikw #