Opini
Mitra Rakyat.com(Bandung)
Terjadi pembantaian pada hari sabtu (23/3/2019) di Ogossagou di wilayah Mopti, Mali Tengah. Badan PBB mengatakan ini menandai melonjaknya tingkat kejahatan. Sengketa tanah dan air antara penggembala Fulani dan pemburu Dogon adalah hal biasa, namun pertempuran semakin berkembang dengan kekerasan. Jubir HAM Ravina Shamdasani mengatakan, anggota Dogon menggambarkan Fulani sebagai pendukung kelompok ekstrimis Islam yang kejam (VoaIndonesia.com).
Menurut Fajar Kurniawan (Analisis Senior PKAD) Sabtu kelam itu terjadi aksi sejumlah teroris yang menembaki setidaknya 134 petani dan penggembala muslim di Ogossagou, Mali Tengah. Riwayat konflik antara pemburu Dogon dan penggembala Fulani terjadi karena akses tanah dan air. Dogon juga menuduh Fulani memiliki hubungan dengan kelompok jihadis. Sedangkan Fulani memandang bahwa militer Mali telah mempersenjatai para pemburu Dogon untuk menyerang mereka.
Lagi-lagi, darah muslim tertumpah. Mengapa begitu mudah darah umat muslim di belahan dunia manapun, termasuk di negeri Islam sekalipun, ditumpahkan? Nyawa kaum muslim begitu mudah dicabut, tanpa ada ketegasan dalam penegakan keadilan. Tak ada satupun pemimpin negeri muslim yang merespon tegas kecuali hanya sebagiannya itupun sekedar dengan kecaman yang tak mampu menghentikan setiap tragedi yang terjadi.
Itu semua diakibatkan kerena umat muslim dan para pemimpin negeri muslim telah tercekoki oleh pemahaman kufur nasionalisme (ikatan kebangsaan) yang merupakan hasil dari pengkhianatan Mustafa Kemal Attaturk laknatullah kepada Islam. Ia yang telah menghancurkan kekhilafahan Ustmani tahun 1924 yang merupakan pemersatu umat Islam di seluruh dunia.
Negeri-negeri muslim yang saat itu bersatu dalam naungan khilafah, dipecah belah dan disekat-sekat menjadi nation state (negara bangsa) sehingga hilanglah ukhuwah antara umat muslim di dunia, dan tumbuh suburlah di tengah mereka apa yang dinamakan nasionalisme (ikatan kebangsaan).
Di dalam pandangan Islam, ikatan nasionalisme adalah batil karena ikatan ini paling lemah dan rendah nilainya. Ikatan ini muncul ketika ada ancaman dari pihak asing yang hendak menyerang dan menaklukan suatu negeri.
Tetapi apabila suasananya aman dari serangan musuh atau musuh tersebut dapat dilawan dan diusir, maka sirnalah ikatan ini. Sedangkan ikatan yang benar di dalam Islam untuk mengikat manusia dalam kehidupannya adalah ikatan akidah aqliyah (akidah yang sampai melalui proses berfikir) yang melahirkan peraturan hidup menyeluruh.
Dan peraturan yang lahir dari akidah adalah peraturan yang berfungsi untuk memecahkan dan mengatasi berbagai problematika hidup manusia serta menjelaskan bagaimana cara pelaksanaan pemecahannya. Tentu termasuk di dalamnya adalah masalah berbagai kekejian yang menimpa pada umat muslim di belahan dunia saat ini.
Jika saja ikatan akidah saat ini senantiasa melekat pada seluruh umat muslim, maka keberadaan mereka akanlah sangat kuat, seperti yang digambarkan dalam hadist Rasulullah Saw:
"Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi dan berempati bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggotanya merasakan sakit maka seluruh tubuh ikut merasakan dengan berjaga dan merasakan demam."(HR Bukhari dan Muslim)
Kecintaan yang tumbuh atas dasar akidah akan menjadikan seluruh kaum muslimin bersatu padu untuk saling membela, melindungi, menyayangi tanpa adanya sekat kebangsaan yang semu. Mereka dipersatukan di bawah institusi pelindung umat yakni Daulah Khilafah Islamiyah yang merupakan warisan Rasulullah Saw.
Hal ini menunjukkan umat butuh junnah (perisai) untuk melindungi akidah, jiwa, kehormatan serta harta mereka dan ini tidak bisa dilakukan pribadi masing-masing dan tak ada jalan lain kecuali umat Islam harus kembali pada Islam sebagai ideologi yang memancarkan sistem hukum dan pemerintahan dalam naungan khilafah.
Dengan khilafah, ideologi Islam akan kembali memancarkan peradaban mulia yang memberi rahmat bagi seluruh alam sekaligus akan menghapus segala bentuk kedzaliman dan kesombongan kaum kafir penjajah.
Alhasil, tegaknya khilafah selain sebagai kewajiban bagi kaum muslim, juga merupakan kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan problem multidimensi manusia hari ini dan seterusnya.
Wallahu a'lam bi ash shawab
Penulis: Sriyanti
Pegiat dakwah tinggal di Bandung