Gempa Mentawai 8,9 skala Richter Ancaman Tsunami untuk Sumbar
Mitra Rakyat.com (Padang)
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen Doni Manardo ke Padang mengingatkan agar warga Padang, Mentawai, dan pesisir barat Sumatera Barat bersiap menghadapi gempa Megathrust di Pulau Siberut Mentawai dengan kekuatan yang mencapai 8,9 skala Richter dan dapat menimbukan tsunami.
"Kami berharap pemerintah pusat dapat memberikan perhatian terhadap berbagai hal mendukung sarana dan prasarana kesiap siagaan bencana, apakah itu tentang pembangunan shelter, peralatan deteksi dini, juga pelatihan aparat terhadap kegiatan penanggulangan bencana di Sumatera Barat," kata Wakil Gubernur Nasrul Abit saat memberi sambutan pada acara Rapat Koordinasi Mitigasi dan Penanganan Bencana Gempa dan Tsunami di Provinsi Sumatera Barat.
Acara tersebut dihadiri Gubernur Sumbar, Wakil Gubernur Sumbar, Wakil ketua DPRD Sumbar, Kepala BNPB, Kepala BMKG Pusat, Bupati dan Walikota se Sumatera Barat, Forkopimda, kepala SKPD, BPBD se Sumatera Barat dan para undangan lainnya di Aula Kantor Gubernur, Rabu (6/2/2019).
Wakil Gubernur Sumatera Barat Nasrul Abit yang mewakili Gubernur Sumbar menyampaikan, di Sumatera Barat adalah supermarketnya bencana, semuanya ada di Sumbar, ancaman terbesar adalah gempa dan tsunami karena dikhawatirkan bisa merenggut banyak korban jiwa, terutama masyarakat yang berada di pinggir pantai, selain itu ada bencana gunung berapi, angin puting beliung, tanah bergerak, longsor dan banjir juga mengintai.
"Makanya, Sumatera Barat disebut sebagai 'supermarket' bencana, untuk itu saya berharap berikan pengetahuan kepada masyarakat agar ketakutan bisa berkurang, dan tahu bagaimana cara menghadapi apabila ada bencana gempa dan tsunami," kata Wagub.
"Kita tahu Sumatera Barat merupakan salah satu daerah rawan bencana di Indonesia. Berbagai isu gempa dan tsunami termasuk soal Megathrust Mentawai dan beberapa kali gempa kemarin juga menjadi sorotan perhatian Kepala BNPB," sebut Nasrul Abit.
Lebih lanjut Nasrul Abit berharap agar pada Rakor ini pembahasan berbagai hal tentang persiapan masyarakat terhadap resiko bencana alam dan juga meningkatkan kesiapan pemerintah daerah terhadap upaya penanggulangan bencana.
Dalam arahannya Doni Monardo menyampaikan, agar Pemerintah Sumbar dan pihak terkait untuk memperkuat mitigasi bencana pada infrastruktur utama, karena banyaknya gempa hingga sampai ratusan yang beruntun mengguncang wilayah pesisir Sumbar beberapa hari terakhir.
"Seluruh wilayah Sumatera Barat (Sumbar) berpotensi bencana, apalagi, daerah Sumbar berada di patahan lempeng dan cincin api. Potensi gempa, banjir dan longsor pun menghantui setiap waktu," kata Doni Monardo.
"Suka tidak suka, senang tidak senang, kita hidup di atas patahan lempeng dan cincin api. Sumbar berpotensi besar terhadap bencana. Ada gunung Marapi, gunung Talang, dan gunung Kerinci," ucapnya.
Tujuannya, jika potensi gempa megathrust berkekuatan 8.9 Scala Richter keluar, hingga mengakibatkan tsunami, infrastruktur utama masih bisa difungsikan. Selain itu, untuk menekan jumlah korban jiwa jika bencana itu benar-benar tiba.
"Bandara Internasional Minangkabau (BIM) yang berada di tepi laut, Pelabuhan Teluk Bayur. Harus diperkuat mitigasinya, karena ini adalah sarana vital bagi Sumbar, untuk itu kita harus mengurangi kecepatan tsunami dengan cara menanam pohon-pohon di tepi pantai, seperti pohon kelapa, cemara udang, mahoni, palaka, bakau, pule, ketapang dan lainnya yang kemungkinan tahan tsunami," ungkapnya
Selanjutnya Doni juga meminta penegak hukum untuk menindak tegas oknum yang membabat vegetasi di sekitar pantai. Begitupula pelaku-pelaku kegiatan tambang illegal yang bisa berdampak pada kerusakan ekosistem dan menjadi sumber bencana.
"Tegas pada mereka yang merusak alam. Percayalah, kalau kita merawat alam, alam akan merawat kita," pungkasnya.
Terakhir Doni Monardo menyampaikan pesan dari Presiden Joko Widodo yang ada enam Butir Arahan Presiden RI yakni, pertama, Pemda harus merencanakan tata ruang dengan memperhitungkan zona bencana, dan harus diimplementasikan dengan tertib dan tegas.
Kedua, pelibatan akademisi guna melihat lokasi yang rawan bencana melalui kajian dan analisis yang teliti, sehingga dapat diprediksi ancaman dan antisipasi dan pengurangan korban.
Ketiga, jika terjadi bencana, maka Gubernur otomatis menjadi komandan satgas, jangan setiap masalaah bencana langsung dibawa ke tingkat pusat.
Keempat, pembangunan Early Warning System (EWS) terpadu berbasis analisis pakar. Semua KL (Kementerian/Lembaga) dikoordinasikan sehingga sistem peringatan dini terwujud.
Kelima, edukasi kebencanaan tahun 2019 harus dimulai kepada masyarakat, sekolah, tokoh-tokoh masyarakat, dan lain-lain.
Keenam, simulasi latihan penanganan bencana dilakukan secara berkala, berkesinambungan sampai tingkat bawah.
Keenam poin tersebut harus segera dilaksanakan tahun ini oleh pemerintah daerah.
“Dengan tsunami seperti itu dan kondisi Kota Padang seperti sekarang, jika tsunami terjadi pada siang hari, kira-kira bisa menimbulkan 150 ribu jiwa, itu yang dihitung manusia bergerak dengan lebar jalan, belum termasuk hambatan lain seperti macet oleh kendaraan, tiang listrik dan bangunan yang roboh,” katanya menerangkan.
Kita tidak bisa membayangkan jika Kota Padang dihantam tsunami yang akan bisa merusak pelabuhan laut dan udara yang hanya terletak 300 meter dari pantai. Ia membayangkan kota berpenduduk lebih 900 ribu jiwa tersebut akan terisolasi karena jalan darat juga melewati Bukit Barisan.
Ia menyarankan pemerintah pusat dan daerah segera membuat shelter dan jalan evakuasi untuk mengantisipasi ancaman bencana tsunami di Sumatera Barat.
Sementara itu Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, hasil pemantauan dan BMKG, terdapat 8 zona kegempaan di Indonesia yang patut diwaspadai dan salah satunya adalah Mentawai.
Bahkan, Mentawai diposisi pertama yang harus diwaspadai dengan mengkhawatirkan patahan 'semangko' pulau Sumatera yang juga melewati Sumbar. Namun, dari analisis pakar dari BMKG maupun LIPI, prioritas utama tetap di zona Megathrust Mentawai.
Untuk mengantisipasi Megathrust Mentawai, BMKG sendiri telah memasang 10 stasiun pengamatan. Tahun ini, BMKG juga mengupayakan penambahan peralatan dari dana hibah Pemerintah Cina, untuk mengawasi gempa berkekuatan 8,9 SR.
Dwikorita Karnawati melanjutkan, bahwa BMKG akan bekerjasama dengan Cina untuk memasang alat sensor-sensor untuk menangkap gelombang gempa (primer) yang ada 50 sensor gempa yang akan di pasang di Sumbar.
Namun, pemasangan alat ini perlu waktu tambahan 1 tahun untuk ujicoba. Jika disetujui tahun ini, bisa dimanfaatkan 1 sampai 2 tahun berikutnya.
Ahli gempa Danny Hilman Natawijadja dari Laboratorium gempa Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang sudah 20 tahun meneliti gempa di Mentawai, bahkan dia sudah mengangap Mentawai rumah keduanya.
Ia mengatakan ancaman gempa di bawah Pulau Siberut atau gempa megathrust sudah di depan mata, kapan waktunya, kita tidak tahu, tapi sebenarnya masanya sudah lewat, sejak gempa Mentawai 2007 namun ini baru buntutnya, kini tinggal menunggu bapaknya,” kata Danny.
Ia mengingatkan pentingnya mitigasi. Ia mengatakan kegiatan mitigasi selama ini sangat kurang dan jauh tertinggal. Namun itu bukan hanya di Indonesia, tapi juga di dunia internasional.
"Jangan sudah terjadi bencana gempa baru datang ramai-ramai melakukan tanggap darurat,” kata Danny.