Opini
Ditulis Oleh : Nuni Toid
Pegiat Dakwah dan Member Akademi Menulis Kreatif
Mitra Rakyat.com
Sungguh malang nasib yang ditanggung rakyat ini. Di saat sedang menghindari penularan wabah virus Corona. Mereka harus menghadapi kemalangan yang lain. Yakni bencana banjir yang melanda wilayah mereka. Seperti yang terjadi di beberapa daerah di Kabupaten Bandung banjir melanda wilayah mereka.
Dilansir dari galamedianews.com Rabu (1/4/2020)-Bencana banjir dan bencana non alam Covid-19 (Corona) yang melanda beberapa titik di Kabupaten Bandung, tentu menyisakan duka yang mendalam bagi para korban terdampak. Belum reda wabah Covid-19, warga di beberapa kecamatan Kabupaten Bandung harus menghadapi bencana banjir yang meluluhlantakkan harta benda mereka.
"Ribuan orang terdampak menjadi terlantar karena rumah yang mereka tempati terendam banjir akibat curah hujan yang cukup tinggi. Di sisi lain negara menginstruksikan untuk tetap diam di rumah sebagai bagian dari ikhtiar pencegahan virus Covid-19, tetapi mereka terpaksa harus meninggalkan rumah mengungsi ke tempat pengungsian seadanya yang disediakan oleh pemerintah setempat," kata Rifki Fauzi, perwakilan dari Angkatan Muda Muhammadiyah Kabupaten Bandung kepada galamedianews.com.
Berangkat dari keprihatinan tersebut, kata Rifki, Angkatan Muda Muhammadiyah Kabupaten Bandung tergerak untuk turun tangan bersinergi memberikan kontribusi dengan menginisiasi gerakan "Aksi Riksa Bersama" dari Kabupaten Bandung bersama Muhammadiyah Riksa Bangsa. "Dengan cara melahirkan program filantropi yang diberi nama udunan Bareng Lima Ribuan Rupiah (Ubar 5000). Donasi yang terkumpul dari program Ubar 5000 ini akan dimanfaatkan untuk memfasilitasi air bersih, alat pelindung diri (APD) bagi tenaga medis, sembako, perlengkapan bayi, karpet dan selimut, alat kebersihan serta untuk pendamping trauma healing bagi korban terdampak banjir dan wabah virus Covid-19 (Corona)," paparnya.
Miris. Nasib rakyat terus menerus dilanda nestapa. Penderitaan rakyat semakin lengkap. Di tengah wabah virus Covid-19 yang menghantuinya. Mereka pun dihadapkan pada kenyataan akan sulitnya hidup dalam terpaan bencana banjir yang dialami. Bagaimana tidak, saat program diam di rumah digalakkan oleh negara untuk menghindari penularan virus Covid-19. Namun kondisi rumah mereka sudah tidak layak huni karena terendam banjir. Mereka harus berjuang sendiri mempertahankan kelangsungan hidup mereka tanpa perhatian baik dari pemerintah pusat maupun daerah.
Sangat jelas dalam hal ini negara dinilai abai, lalai dan lamban dalam menangani kasus wabah Covid-19 dan kondisi yang dialami rakyat yang terdampak bencana banjir. Kebijakan satu diambil sementara kebijakan lain tidak diperhitungkan. Rakyat dituntut untuk tetap tinggal di rumah tapi kenyamanan serta kebutuhan rakyat tak dipenuhi. Kesehatan yang seharusnya menjadi prioritas juga tidak diperhatikan oleh negara. Bila diharuskan di rumah tentunya negara menyediakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi.
Kita patut memberikan apresiasi positif kepada Gerakan Ubar yang diinisiasi Angkatan Muda Muhammadiyah di saat negara kurang memperhatikan dan memperdulikan nasib rakyatnya. Namun hal itu belumlah cukup dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh rakyat. Karena sifatnya hanyalah sebagian (parsial) dan dilakukan oleh sebagian golongan saja. Sedangkan tugas itu haruslah negara yang melaksanakannya. Tapi saat ini negara seolah berlepas diri dengan penderitaan yang menimpa rakyatnya. Hal ini semakin jelas negara abai dan lalai dalam menangani permasalahan rakyat dan wabah virus Covid-19.
Negara seharusnya serius dalam melindungi rakyatnya dari ancaman wabah yang mematikan ini. Dengan memberikan pelayanan dan memenuhi segala kebutuhan pokok. Karena kesehatan dan kebutuhan pokok adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan dalam menghadapi wabah virus Covid-19 ini. Negara juga harus melakukan pencegahan dengan memberikan beberapa pelayanan peralatan seperti masker, APD dan satu hal yang tidak boleh ditinggalkan dan yang harus dilakukan masyarakat adalah membiasakan pola hidup sehat. Seperti firman Allah Swt.:
"Makanlah oleh kalian rejeki yang halal lagi baik yang telah Allah karuniakan kepada kalian." (TQS. an-Nahl: 114)
Begitupun negara harus menyediakan sarana dan prasarana kesehatan yang memadai untuk rakyat. Seperti membangun rumah sakit, klinik, laboratorium medis, apotik, dan sekolah kedokteran, perawat dan yang lainnya yang mencetak tenaga medis. Negara juga harus memproduksi peralatan medis dan obat-obatan sendiri tanpa tergantung dari luar negeri.
Namun dalam sistem kapital sekuler alih-alih memperhatikan dan memberikan pelayanan yang terbaik bagi rakyatnya. Negara seolah-olah berlepas tangan dan menganggap bahwa itu bukanlah menjadi tanggung jawabnya. Negara sibuk membuat kebijakan yang menguntungkan pemilik modal. Mereka menjadikan kesehatan dan nyawa sebagai barang dagangan. Sebagai contoh mereka mengambil keuntungan dari penjualan masker hasil sitaan, sibuk dengan pertimbangan devisa hasil kunjungan wisata dari Cina hingga kepentingan investasi untuk menambah pemasukan kantong para kapitalis dengan tidak mengindahkan kebijakan yang akan membahayakan rakyatnya sendiri.
Kebijakan negara yang saat ini masih berjalan dan diberlakukan adalah salah satunya BPJS. Dengan iuran yang tinggi setiap bulannya rakyat dipaksa harus membayarnya. Namun pada faktanya mereka abai atas penjagaan kesehatan rakyatnya. Banyak nyawa yang melayang tak tertolong akibat wabah virus Covid-19 karena keterlambatan dalam penanganan virus ini. Walau kematian adalah suatu hal yang pasti dalam kehidupan. Namun kematian dalam kondisi tanpa pengurusan yang baik dari pemimpin sungguh suatu hal yang sangat menyedihkan dan menyakitkan bagi rakyat. Dan jauh sebelum wabah ini mengancam kehidupan rakyatnya, keselamatan mereka sudah terancam karena kepemimpinan rezim yang tak memiliki empati terhadap kehidupan rakyat. Begitulah bila sistem kapital sekuler diterapkan. Yang ada hanya penderitaan dan kesedihan. rakyat yang selalu menjadi korban.
Berbeda dalam sistem Islam. Islam adalah agama yang sempurna yang di dalamnya terdapat aturan yang komprehensif (menyeluruh) dalam mengatur seluruh sendi kehidupan manusia termasuk dalam hal kesehatan umatnya. Dalam Islam kesehatan merupakan kebutuhan pokok publik muslim maupun non muslim. Karena itu Islam telah meletakkan dinding tebal antara kesehatan dan kapitalisasi serta eksploitasi kesehatan. Islam dalam hal ini seorang khalifah dituntut untuk memberikan perhatian dan bertanggung jawab penuh dalam menjamin dan memenuhi kebutuhan pokok serta pelayanan kesehatan terhadap semua warga negara. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
"Mintalah oleh kalian kepada Allah ampunan dan kesehatan. Sesungguhnya setelah nikmat keimanan, tak ada nikmat yang lebih baik yang diberikan kepada seseorang selain nikmat sehat," (HR. Hakim).
Alangkah indahnya Islam. Seperti dalam kepemimpinan di zaman Rasulullah saw. Beliau sangat memperhatikan, menjaga dan melindungi rakyatnya dengan tidak memandang apakah dia muslim atau non muslim. Dengan keluhuran akhlaknya yang penuh kasih sayang banyak orang-orang yang akhirnya masuk Islam mengikuti ajarannya. Dalam sebuah riwayat dikisahkan Beliau, Rasulullah saw setiap hari selalu menyuapi seorang pengemis Yahudi buta yang selalu menghinanya dan mengatakan hal-hal yang sangat menyakitkan bagi umat nabi Muhamad saw. Namun beliau tetap memberikan pelayanan yang baik terhadap pengemis Yahudi yang buta dengan penuh kesabaran. Sungguh seorang Rasul, seorang pemimpin, kepala negara memberikan pelayanan yang luar biasa kepada umatnya dengan penuh kasih sayang tanpa pamrih.
Begitu pula dalam kepemimpinan Umar bin Khaththab ra. Di masa kepemimpinannya, wilayah yang dipimpinnya mengalami musim paceklik karena musim kemarau berkepanjangan. Umar pun memberikan keteladanannya pada saat itu. Dengan menahan perut yang lapar Umar berpidato di hadapan orang-orang. Dia mengatakan kepada perutnya, "Hai perut, walau engkau terus meronta-ronta, keroncongan, saya tetap tidak akan menyumpalmu dengan daging dan mentega sampai umat Muhammad merasa kenyang."
Khalifah Umar bin Khaththab ra begitu sangat memperhatikan umatnya. Pada saat wabah lepra melanda warganya. Beliau pun mengalokasi anggaran dari baitulmal untuk mengobati rakyat yang sakit dengan tidak memungut biaya kepada penderita.
Sungguh indah hidup di zaman kepemimpinan yang berdasarkan Wahyu illahi. Semua kebutuhan terpenuhi tanpa terkecuali. Khilafah benar-benar bertanggung jawab kepada rakyatnya. Seperti kepada orang-orang yang mempunyai kondisi sosial yang khusus yang tinggal di tempat-tempat rumah sakit, para tahanan, orang cacat dan musafir. Tak ketinggalan khilafah mendirikan rumah sakit keliling tanpa mengurangi kualitas pelayanan. Hal ini terjadi pada masa kekhilafahan Sultan Mahmud (511-525 H). Rumah sakit keliling ini dilengkapi dengan alat-alat terapi kedokteran, sejumlah dokter dan rumah sakit ini menelusuri sampai ke pelosok negara.
Peran khilafah sangat nyata dalam meria'yah dan menjadi perisai umat. Bagaimana dengan saat ini adakah kita merindukan kehidupan yang tenang, bahagia, penuh kemuliaan? Semua itu hanya ada dalam sistem Islam yang sudah terbukti selama 13 abad lamanya memimpin dunia dengan penuh gemilang.
Maka sudah saatnya kita berjuang bersama untuk menerapkan sistem Islam dalam setiap sendi kehidupan agar tercipta kebahagiaan dan kemuliaan di dunia dan di akhirat.
Wallahu'alam bishawab