MR.com, Padang| Menjawab keraguan masyarakat yang menduga Rumah Sakit Universitas Andalas (RS Unand) sejak beroperasi dalam pengelolaan limbah cair dan limbah Infeksius disinyalir tidak terkelola dengan optimal
Akibatnya, hasil pengolahan akhir dari limbah cair dari rumah sakit diduga masih mencemari sungai. Walupun pihak rumah sakit mengakui sudah melakukan pengelolaan limbah cairnya dengan baik dengan sistem Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL).
Namum, sayangnya hal tersebut tidak dapat memberikan kenyamanan bagi masyarakat sekitar. Karena, hasil akhir dari pengelolaan air limbah rumah sakit menggunakan IPAL yang dialirkan ke sungai itu disinyalir masih berbau, berbusa dan airnya berwarna hitam.
Baca: Pentingnya Incinerator Pada Rumah Sakit
Kemudian menyangkut pengelolaan Limbah infeksius. Biasanya, limbah Infeksius berupa jaringan tubuh pasien, jarum suntik, darah, perban, biakan kultur, bahan atau perlengkapan yang bersentuhan dengan penyakit menular atau media lainnya yang diperkirakan tercemari oleh penyakit pasien. Pengelolaan lingkungan yang tidak tepat akan beresiko terhadap penularan penyakit.
Untuk pengelolaan limbah Infeksius, RS Unand juga tidak melakukannya sendiri. Karena alat untuk pengolahan limbah Infeksius itu yang biasa disebut Incinerator, rumah sakit tidak memiliki nya.
Jadi pengelolaan untuk limbah itu diberikan ke pihak ke tiga yaitu PT. Artama Sentosa Indonesia(ASI). Pengolah untuk limbah Infeksius tersebut dilakukan di pulau Jawa.
Hal itu disampaikan oleh pihak RS Unand saat dikonfirmasi media pada Senin (20/1/2025) diruang rapat, yang dihadiri Staf Ahli Hukum, (Dr. Gustafianof, MH), Kabid Umum (Dr. Eng Jon Affi, ST,MT), Ka Instalasi Kesling (Delyasri Nasra Marsa, Amd) serta Kasie Hukormas (Sri Ilda Nasri, S.I.Kom).
Menurut keterangan dari Kepala Instalasi Kesling, Delyasri Nasra Marsa, bahwa pengelolaan untuk limbah cair sudah dilakukan pihak rumah sakit secara optimal dan sesuai prosedur.
"Untuk limbah cair dalam pengelolaannya, kita sudah sesuai prosedur, setiap bulan kita melakukan uji labor untuk hasil akhir limbah, sebelum kita aliran ke sungai," kata Delyasri.
Setiap bulannya kita melakukan pengujian dengan hasil yang langsung dikeluarkan oleh pihak Dinas Lingkungan Hidup Kota Padang, tuturnya.
Saat media menelusuri lokasi tempat pengolahan limbah cair(IPAL) yang didampingi pihak rumah sakit. Ada dua alat yang terlihat tidak aktif atau mati. Yaitu alat penyaringan(filter).
Tetapi saat dikonfirmasi kepada Delyasri lagi, alat tersebut masih berfungsi walaupun mati.
Kemudian menyangkut pengolahan limbah Infeksius. Delyasri mengakui memang dari awal rumah sakit tidak memiliki alat itu.
"Memang dari awal kami tidak memiliki alat Incinerator itu. Kenapa tidak memilikinya, karena pihak yang akan membuat incinerator tersebut tidak mendapat izin dari pemerintah provinsi," tegasnya.
Untuk pengelolaan limbah Infeksius, kami menggunakan jasa pihak ketiga yaitu PT. Artama Sentosa Indonesia, terang Delyasri lagi.
Dan PT. Artama Sentosa Indonesia dalam melakukan pengolahan limbah Infeksius tersebut, mereka mengelola di luar pulau Sumatra, tandasnya.
Jadi dalam melakukan pengelolaan limbah-limbah tersebut, kami dari pihak RS Unand sudah menjalankannya sesuai aturan dan SOP, tidak aturan yang kami langgar, pungkasnya.
Bagaimanakah tanggapan ahli dan pengamat lingkungan hidup terkait pengelolaan limbah-limbah tersebut..?.
Hingga berita ditayangkan media masih dalam mengumpulkan data-data dan upaya konfirmasi pihak terkait lainnya.(cr)