MR.com, Kabupaten Solok| Mengulas proses pelaksanaan pembangunan sarana dan prasarana pengendalian banjir Batang Bangko dan Batang Suliti di Kabupaten Solok oleh PT.Graha Bangun Persada (GBP) yang diduga melenceng dari ketentuan dan aturan.
Walaupun pekerjaan sarana dan prasarana tersebut sudah dilakukan serah terima (PHO) oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), tetapi ada hal yang menarik perlu dikaji ulang dan bahkan patut menjadi perhatian khusus dari penegak hukum.
Dikarenakan dalam proses pembangunan fasilitas umum yang menggunakan uang negara itu terindikasi kontraktor telah memakai material ilegal.
Demikian seorang aktivis dan penggiat hukum, Ricky Putra, S.H mengatakan saat menanggapi konfirmasi media pada Selasa (17/12/2024) di Padang menyangkut hal tersebut.
"Menggunakan material seperti pasir dan batu yang diambil dari lokasi pekerjaan, menurut saya merupakan perbuatan melanggar hukum yang diduga sengaja dilakukan oleh kontraktor, karena rekanan tersebut telah melakukan penambangan dilokasi yang tidak memiliki izin" ujar Ricky.
Baca berita sebelumnya: Proyek Batang Bangko dan Suliti, Arbindo Mengaku Penggunaan Material Setempat Atas Izin PPK di BWSS V Padang
Menurut Ricky, perbuatan kontraktor dalam memanfaatkan sumber daya alam seperti pasir dan batu (Sirtu) yang ada dilokasi pekerjaan bukan menjadi rahasia umum lagi, khususnya dikalangan penyedia jasa konstruksi.
Karena menurutnya, dengan menggunakan material yang ada dilokasi tersebut, kontraktor dapat menuai keuntungan yang lebih meskipun tantangannya kurungan penjara disertai denda miliaran rupiah.
Dan hal tersebut, masih menurut Ricky, mengambil material dilokasi telah melenceng dari komitmen yang sudah disepakati dengan tandatangan yang tertuang di dalam kontrak kerjasama.
Sementara di saat proses lelang tender, Ricky menjelaskan, salah satu syarat yang harus dipenuhi peserta yaitu surat pernyataan memberi dukungan dari penyedia material yang mengantongi izin quarry lengkap.
Tidak sampai disitu, kata Ricky lagi, bahkan pihak panitia lelang atau PPK terkait biasanya melakukan verifikasi terlebih dahulu ke lokasi tambang galian C yang sudah mengantongi izin quarry tersebut.
Advokat muda itu menuturkan, tujuan PPK tersebut untuk memastikan beberapa hal, diantaranya memastikan kesanggupan pihak tersebut dalam menyediakan material yang dibutuhkan selama pekerjaan berjalan, ulasnya.
"Artinya, sebelum pekerjaan fisik dimulai kontraktor harus sudah menyiapkan material-material tersebut sesuai kebutuhan selama pekerjaan berjalan tanpa ada gangguan" tegas Ricky.
Anehnya, kata Ricky, pada proyek negara yang dikelola BWSS V Padang ini, apakah dari awal pekerjaan atau ditengah perjalanan kontraktor terkesan diberikan kebebasan untuk menggunakan material yang ada dilokasi dengan dalih Kontraktor, PPK memberikan addendum, tentunya hal ini sedikit mencurigakan..?, tandasnya.
Ini penyebab timbul dugaan ada kerja sama atau konspirasi jahat antara pihak kontraktor dengan pihak BWSS V Padang, terutama dengan PPK yang bersangkutan, dengan satu tujuan, sama-sama dapat meraut keuntungan, ujar Ricky lagi.
Dia mewakili suara masyarakat berharap kepada pihak penegak hukum seperti, Satuan Krimsus Polda Sumbar, Kejaksaan Tinggi untuk tidak tinggal diam.
"Kita mohon kepada penegak hukum agar dugaan perbuatan melanggar hukum ini dapat ditindak lanjuti, sesuai ketentuan hukum yang berlaku di negara ini, tegas penggiat hukum itu.
Sebab menurutnya, pihak yang bersangkutan terindikasi telah kangkangi Undang-undang No.4 Tahun 2009 yang telah diubah menjadi UU No. 3 Tahun 2020, tentang Pertambangan dan Minerba.
Selain itu, pihak-pihak tersebut dapat diseret ke meja hijau, karena diduga telah melanggar Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi "Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya", papar Ricky Putra.
Karena dengan melakukan penambangan dilokasi pekerjaan dengan alasan apapun, terindikasi pihak-pihak yang bersangkutan telah merugikan negara dan masyarakat, pungkasnya.
Sementara Adi Putra selaku PPK pada proyek tersebut disinyalir lebih memilih "bungkam", karena pihak yang bersangkutan diduga tidak mau menanggapi konfirmasi media terkait pernyataan Arbindo yang menyebutkan penggunaan material setempat atas izin PPK, apakah benar demikian..?.
Begitu juga, Parno yang merupakan owner dari PT. Graha Bangun Persada, diduga Parno juga demikian tidak mau menanggapi konfirmasi media. Sebab sejak kemarin hingga berita ini diterbitkan, pemilik PT. Graha Bangun Persada tersebut diduga tidak mau memberikan keterangannya.
Media masih tahap mengumpulkan data-data serta upaya konfirmasi pihak-pihak terkait lainnya, sampai berita lanjutan ini disiarkan.(cr)