MR.com, Kabupaten Solok| Kontroversi terhadap pembangunan sarana dan prasarana pengendalian banjir dan sedimen Batang Bangko dan Batang Suliti sebesar Rp.14.116.399.500.00, mulai bermunculan dilingkungan masyarakat Sumatera Barat.
Meskipun dinyatakan sudah selesai, bahkan digadang-gadangkan sudah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, tetapi masih saja menorehkan cerita miring dibalik pelaksanaannya.
Pelaksanaan proyek nagara yang dimotori Dirjen SDA, melalui Balai Wilayah Sungai Sumatera V Padang (BWSS V Padang) itu saat ini tengah menuai sorotan tajam publik. Pasalnya ada dugaan penggunaan material setempat berkedok addendum.
Dirangkum dari beberapa sumber serta dilansir dari artikel yang ditulis beberapa media online di Padang, kalau pelaksanaan proyek negara tersebut menggunakan material pasir dan batu (sirtu) diduga diambil dari lokasi aliran sungai yang dikerjakan, yaitu Batang Bangko dan Batang Suliti.
Bahkan ada artikel yang menulis pengakuan dari Arbindo yang disebut sebagai pengawas lapangan dar PT. Graha Bangun Persada. Arbindo mengakui penggunaan material setempat dilakukan setelah ada addendum dari BWSS V Padang.
Menyangkut hal itu, seorang pengamat pembangunan di Sumatera Barat, Ir. Indrawan, angkat bicara pada Senin(16/12/2024) saat berada di kediamannya yang berlokasi di Kota Padang.
Masih segar diingatan kita peristiwa saling tembak antara sesama penegak hukum terjadi di kabupaten Solok Selatan baru-baru ini, yang diduga akibat dari tambang ilegal, demikian Indrawan mengawali perkataannya.
Peristiwa tersebut seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi kita, begitu ganasnya dampak dari pengelolaan tambang ilegal, ucapnya.
Fokus pada persoalan yang diduga ada pada proyek Batang Bangko dan Batang Suliti. Dia mengatakan, menggunakan material setempat pada proyek negara suatu perbuatan melawan hukum.
Karena ada dugaan rekanan sudah melakukan penambangan ilegal dengan ancaman pidana berupa kurungan penjara, jelasnya.
"Undangan-undang jelas menyebutkan, siapa saja yang melakukan penambangan tanpa mengantongi izin lengkap diancam dengan kurungan penjara dan denda miliar rupiah, begitu juga pihak yang menampung material tersebut," ujarnya.
Dijelaskan Indrawan, yang disebut sebagai penambang ilegal pada proyek dimaksud yakni kontraktor yang diduga telah mengambil material sirtu yang ada dilokasi pekerjaan.
Demikian juga dengan penampung barang ilegal bisa dikatakan pihak dari BWSS V Padang, karena terindikasi telah memberikan izin untuk menggunakan material tersebut.
Secara umum dampak negatif dari pengambilan material dilokasi pekerjaan terhadap lingkungan adalah, dapat terjadinya pencemaran air di sepanjang hilir sungai.
Selanjutnya, dapat terjadinya erosi dan sedimentasi terhadap sungai, terjadi gerakan tanah atau longsoran, terganggunya flora dan fauna, kemudian dapat terganggunya kesehatan masyarakat serta berdampak terhadap perubahan iklim mikro, ulas Indrawan.
Selain itu, lanjut Indrawan, pengambilan material setempat juga dapat mengurangi anggaran atau biaya operasional pada kegiatan proyek. Karena dengan pengambilan material yang ada dilokasi dapat mengurangi untuk anggaran untuk operasional pengangkutan material sendiri, tegasnya.
"Biaya operasional pada proyek tentunya akan berkurang atau hilang dari yang ada di RAB dalam kontrak kerjasama. Pengambilan material juga akan berpengaruh pada Pendapatan anggaran Daerah (PAD), secara pengambilan material setempat tidak serta-merta dikenakan pajak," papar Indrawan.
Begitu banyak dampak negatif terhadap pengambilan material yang ada dilokasi pekerjaan yang tidak mungkin dapat diuraikan satu persatu, ujarnya.
Untuk menghindari dari dampak negatif tersebut, pemerintah sudah menerbitkan bermacam peraturan seperti undang-undang dan peraturan-peraturan lainnya, tegas Indrawan lagi.
Tetapi aturan tersebut sepertinya tidak diindahkan oleh pihak-pihak terkait, malah ada dugaan pihak tertentu sengaja mengeluarkan kebijakan dengan mengatasnamakan kepetingan negara atau masyarakat, tandasnya.
Tentunya kami sebagai masyarakat sangat berharap kepada pihak pelaksana agar dapat memberikan alasan serta penjelasan yang kongkrit terkait dugaan penggunaan material setempat dengan kedok dapat addendum dari pihak BWSS V Padang, tutur Indrawan.
Dan kami juga berharap kepada pihak penegak hukum sesuai dengan kewenangan pada tugasnya dalam memberantas dan menindak pelaku melawan hukum yang ada di negara ini, pungkasnya.
Dilain pihak, Arbindo sebagai pihak dari PT.Graha Bangun Persada saat dikonfirmasi via telepon +62 812-7656-9xxx terkait hal tersebut, hingga berita disiarkan belum memberikan penjelasan dan tanggapannya.
Begitu juga Parno sebagai owner dari PT.Graha Bangun Persada saat dikonfirmasi via telepon +62 812-6639-6xxx juga belum memberikan klarifikasinya.
Media masih dalam mengumpulkan data-data dan upaya konfirmasi pihak terkait lainnya sampai berita ini disiarkan.(cr)