MR.COM, PASBAR - Puluhan Masyarakat Kapunduang, Padang Bintungan, Jorong Bandua Balai, Kecamatan Kinali, Kabupaten Pasaman Barat (Pasbar), Propinsi Sumatera Barat (Sumbar) beramai-ramai datangi lokasi Galian C yang ada aliran sungai Batang Timah, pada Sabtu(30/3/2024) waktu lalu.
Kedatangan warga tersebut bentuk penolakan terhadap adanya aktivitas galian C yang disinyalir tidak memiliki izin dari pemilik lahan, karena lahan tersebut berada didalam tanah ulayat atau tanah kaum keluarga mereka.
Hal tersebut ditegaskan oleh Sari Ameh yang merupakan Bundo Kanduang daerah setempat. Sari Ameh mewakili masyarakat mengatakan, bahwa Masyarakat Kapunduang, menolak keras adanya aktivitas pertambangan tersebut karena lokasi yang jadi pertambangan adalah tanah keluarga mereka.
"Saya selaku Bundo Kanduang bersama masyarakat merasa dirugikan dengan adanya aktivitas Galian C yang beroperasi di daerah kami, karena lokasi yang di jadikan tambang Galian C oleh CV. Imas, Kordinat IUP nya adalah lahan keluarga kami, sebagai masyarakat yang punya tanah ulayat kami menolak adanya kegiatan yang dilakukan oleh saudara Rian," ujar Sari Ameh.
Kegiatan tambang ini tidak ada komunikasi dan koordinasi dengan kami sebagai pemilik lahan maupun dengan masyarakat. Ada kesan saudara Rian mengkerdilkan kami sebagai masyarakat dan pemangku adat daerah ini, imbuhnya.
Sari Ameh menjelaskan, bahwa sebelum ini dirinya sudah menjumpai pengelola galian C tersebut atas nama Rian dengan tujuan agar aktivitas galian C tersebut di hentikan. Namun, lanjut Sari Ameh, sampai saat ini keinginan kami masyarakat tidak di indahkan, makanya dirinya bersama masyarakat turun ke lokasi tersebut.
"Jika kegiatan penambangan ini masih berjalan, maka saya bersama masyarakat akan turun lagi dengan masa yang lebih banyak dari hari ini, selain itu dalam waktu dekat kami akan membawa persoalan ini ke Aparat Penegak Hukum(APH), atau pihak yang berwenang dalam menangani persoalan ini," tegas Sari Ameh.
Selanjutnya kata Sari Ameh, dia juga pernah menegaskan kepada Direktur CV. Imas(Riyan.red), apabila tidak mengindahkan permintaan mereka itu, mereka akan melaporkan kepada pihak yang berwajib dan ke Dinas ESDM Provinsi Sumatera Barat, masyarakat akan terus memantau dan melaporkan perkembangan terkait galian C tersebut, ujarnya.
“Kami akan terus memberikan informasi terkini mengenai perkembangan kasus ini. Semoga aspirasi kami masyarakat dapat didengar dan menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan terkait Aktivitas Galian C tersebut," ujar Sari Ameh.
Sementara, seorang warga setempat RBN yang juga ikut aksi penolakan tersebut mengatakan, bahwa aktivitas galian C ini diduga dibeking oleh salah seorang oknum polri aktif yang sering terlihat di lokasi Galian C.
Menurut RNB, Oknum anggota Polri tersebut berani membeking, disinyalir karena diperintahkan oleh salah seorang Perwira dijajaran Polres Pasbar.
Sementara itu, pihak pengelola Galian C Rian saat dikonfirmasi via telepon 081365999XXX hingga berita diterbitkan belum memberikan penjelasannya.
Sementara ditempat terpisah,media juga melakukan konfirmasi kepada Wakapolres Pasbar, Kompol. Chairul Amri Nasution melalui telpon seluler nya, kamis (04/03). Wakapolres tersebut menyampaikan bahwa tidak tahu soal beking-bekingan tersebut.
Selain itu, Wakapolres Chairul Amri juga membantah, bahwa kalau ada oknum polri dari Polres Pasbar ditemui dilokasi Galian C di Kampung Kapunduang, itu merupakan kegiatan pengamanan.
Biasanya itu adalah Sprint langsung dari Kapolres guna pengamanan, ungkap Wakapolres, ujar Wakapolres.
"Tidak benar adanya beking-bekingan yang dilakukan oleh jajaran Polres Pasbar terhadap Galian C tersebut, apa lagi lokasi yang dikatakan telah pernah didatangi oleh Bareskrim Polri serta telah ada beberapa alat yang ditangkap," tegas Kompol Chairul.
Dilanjutkan Chairul, kalaupun ada anggota dalam suatu kegiatan, itu biasanya melalui Sprint atau surat perintah langsung dari Kapolres guna melakukan pengamanan,"tegas Wakapolres Pasbar menyampaikan.
Untuk diketahui, Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara pada pasal 158 disebutkan bahwa orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama lima (5) tahun dan denda paling banyak Rp.100.000.000.000.
Termasuk juga setiap orang yang memiliki IUP pada tahap eksplorasi, tetapi melakukan kegiatan operasi produksi, dipidana dengan pidana di penjara. Pihak berwenang setempat juga diharapkan segera merespons aspirasi masyarakat dan menemukan solusi terbaik untuk masalah ini.
Hingga berita ini ditayangkan, media masih dalam upaya mengumpulkan data-data dan konfirmasi pihak terkait lainnya.
(Tim)