MR.com, Kab.Solok|Perjuangan keras Anggota Komisi V DPR RI, Athari Gauthi Ardi dalam mengupayakan agar masyarakat Kabupaten Solok mendapatkan fasilitas jalan yang layak dan berkualitas, sepertinya ternoda ulah perbuatan oknum nakal yang terlibat didalam pelaksanaannya.
Pasalnya, pembangunan jalan Kapujan-Rimbo Data berada dibawah kewenangan Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Sumatera Barat (BPJN Sumbar) itu terkesan lemah terhadap pengawasan dari PPK 2.5, Satker PJN Wil 2.
Proyek yang dikerjakan PT.Arpex Primadhamor senilai Rp35.991.122.000, itu dalam pelaksanaannya terindikasi labrak aturan dan dikerjakan tidak sesuai spesifikasi teknis. Aturan yang dilabrak terkait Undang- undang(UU) tentang Migas, tentang Pertambangan dan tentang K3.
Dikatakan labrak UU tentang Migas, karena merunut pada informasi yang dirangkum tim investigasi media ini saat dilokasi pekerjaan pada Senin(6/11/2023). Untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar yang digunakan sebagai penggerak alat-alat berat dan kendaraan operasional lain pada proyek tersebut diduga kuat merupakan BBM bersubsidi.
Hal ini disampaikan oleh satu warga yang tinggal di Nagari Sungai Nanam, Kabupaten Solok sendiri. Warga yang tidak inginkan identitasnya untuk dituliskan itu mengatakan, kalau BBM yang digunakan untuk alat berat dan kendaraan operasional lainnya tersebut kuat dugaan BBM jenis solar bersubsidi.
" BBM jenis solar yang digunakan pada proyek ini merupakan BBM bersubsidi. Sementara pemasok BBM bersubsidi tersebut diduga oknum aparat negara, tapi siapa oknum itu saya tidak kenal secara pribadi,"terang warga itu seraya menunjukkan tumpukan dirgen yang berada teras rumah salah satu warga.
Disinyalir rumah tersebut disewa oleh kontraktor (PT.Arpex Primadhamor) sebagai direksikeet sekaligus tempat tinggal para pekerja yang datang dari luar Nagari Sungai Nanam.
Selanjutnya, rekanan terindikasi menggunakan material batu ilegal. Masih menurut kepada keterangan warga dari tersebut, batu yang dipakai merupakan batu yang ada disekitar alam Nagari Sungai Nanam yang disinyalir tidak memiliki izin resmi dan lengkap dari pemerintah.
"Batu yang digunakan untuk pembangunan saluran drainase dan penahan dinding tebing itu, mereka ambil atau tambang dari alam yang ada sekitar daerah ini," pungkas warga itu
Selanjutnya saat dilokasi media melihat pekerja tidak memakai Alat Pelindung Kerja(APK) yang lengkap saat melakukan kegiatan. Diduga pihak PT. Arpex Primadhamor kangkangi UU tentang K3, karena rekanan terindikasi tidak memfasilitasi pekerjanya dengan APK yang lengkap.
Hal tersebut diakui salah satu pekerja yang sedang makan di salah satu warung yang berada dekat dengan lokasi mereka bekerja. Kata pekerja yang juga tidak mau namanya untuk disebutkan itu mengatakan, kalau mereka tidak ada difasilitasi oleh kontraktor APK yang lengkap.
"Tidak pernah kontraktor memberikan APK yang lengkap kepada para pekerja disini termasuk saya. Sejak saya mulai bekerja hingga sekarang, tidak ada APK itu mereka berikan kepada kami," terang pekerja dengan jelas saat dikonfirmasi.
Bahkan kuat dugaan kalau pelaksanaan proyek negara itu tidak menggunakan jasa konsultan supervisi atau pengawas. Karena, selain tidak ada nama perusahaan konsultan supervisi diplang proyek. Hal tersebut juga dikuatkan oleh sikap tertutup yang terindikasi tidak kooperatif oleh seorang pekerja yang mengaku dari pihak konsultan pengawas.
Pekerja yang menggunakan rompi hijau itu terkesan gelisah saat dikonfirmasi awak media. Saat ditanya apa nama perusahaan konsultan supervisi tempat dia pekerja, pekerja tersebut terkesan enggan untuk memberitahukannya.
Bukannya hanya nama perusahaan yang tidak mau dia beritahu, untuk namanya sendiri pun sepertinya pekerja tersebut juga lupa, karena juga tidak mau mengenalkan dirinya sendiri saat ditanya media. Dan kemudian pekerja yang menggunakan rompi hijau itu selanjutnya tergesa-gesa menghindari media dengan alasan mau makan siang.
Secara speks dan teknisnya, pelaksanaan proyek jalan itu diduga tidak sesuai dengan spesifikasi teknis yang seharusnya. Karena, pada badan jalan yang akan dilakukan pengaspalan, terlihat prime Coat dicurahkan diatas genangan air yang ada dibadan jalan tersebut.
Selain itu material timbunan yang digunakan disinyalir tidak sesuai Spesifikasi teknis. Jelas terlihat pada pengerasan jalan tersebut bahan yang digunakan batu yang berukuran besar dan diduga tidak masuk tes labor dan quary yang berizin.
Lain pihak, saat dikonfirmasi kepada Iksan yang disebut-sebut sebagai pelaksanaan lapangan dari PT. Arpex Primadhamor terkait hal itu via telpon 0852-6322-9xxx. Iksan mengatakan kalau dugaan tersebut tidak.
"Untuk pekerjaan pasangan batu, kami serahkan kepada subkon, di spk kami tuangkan quarry yang berizin. Dan BBM kami datangkan dari kantor kami pak," kata Iksan
Pada proyek ini kami pakai jasa konsultan pengawas, lanjut Iksan.Tapi sayangnya Iksan menyebutkan tanpa bisa menjelaskan apa nama perusahaan konsultan pengawas tersebut.
Seterusnya menyangkut spesifikasi teknis. Kata Iksan, dia mengerjakan prime coat sebelumnya dikompresor dulu.
"Kalau untuk APK, sebelum bekerja sudah kami serahkan kepada mandornya," demikian Iksan memaparkan.
Sementara saat dikonfirmasi kepada PPK 2.5, di Satker PJN Wil 2, Agusman, hanya mengatakan terimakasih atas informasinya kepada media ini.
Hingga berita ditayangkan, media masih upaya mengumpulkan data-data dan konfirmasi pihak-pihak terkait lainnya.(cr)