MR.COM, PASBAR - Beberapa waktu lalu masyarakat Kinali dihebohkan terkait adanya salah seorang pasien warga SKB, Jorong Langgam, Kecamatan Kinali, Pasaman Barat (Pasbar), Sumatera Barat (Sumbar) inisial L meninggal di Puskesmas Kinali yang diduga akibat adanya keterlambatan penanganan dari petugas Puskesmas tersebut.
Dimana menurut cerita yang beredar saat pasien L membutuhkan pertolongan dan kuat dugaan Dokter yang bertugas tidak ada di lokasi, sehingga mengakibatkan pasien L meninggal dunia akibat adanya keterlambatan penanganan.
Sehubungan adanya kejadian tersebut media ini mencoba mengkonfirmasi perihal tersebut langsung ke Kepala Puskesmas (Kapus) Kinali Dokter Widodo, kamis (13/07).
Dokter Widodo menjelaskan bahwa pada hari Rabu tgl (21/06) lalu pasien pertama kali datang ke puskesmas dengan tujuan berobat, namun setelah di cek oleh dokter dan disarankan pasien rawat inap namun pihak keluarga menolak dan membawa pasien pulang.
"Sebelum pasien di bawa pulang oleh keluarganya pihak Puskesmas sempat membuat berita acara atau pernyataan dari pihak keluarga seandainya pasien di bawa pulang maka pihak Kamu dari Puskesmas lepas dari tanggungjawab jika ada terjadi sesuatu terhadap pasien," ujar Dr. Widodo.
"Surat pernyataan penolakan tindakan medis tersebut ditandatangani oleh pihak keluarga yang bernama Mahdalena, dimana dalam surat tersebut menyatakan penolakan untuk di berikan tindakan medis berupa pemasangan infus dan tindakan rawat inap terhadap pasien", lanjut Widodo.
Lebih lanjut Kapus menjelaskan bahwa Ke-esokan harinya, kamis (22/06) pasien dan keluarga kembali ke puskesmas karena penyakit pasien di duga bertambah dan pihak keluarga bersedia pasien di rawat inap.
Dr. Widodo juga menjelaskan perihal BPJS yang dikatakan tidak aktif pada saat pertama pasien datang dan pasien terpaksa berobat sebagai pasien umum yang juga dikenakan biaya Rp. 25.000,- dan pada saat berobat kedua kali nya BPJS nya kemudian aktif.
"Pertama pasien datang dia membawa kartu BPJS namun tidak bawa KTP maupun KK, saat petugas mencek nomor BPJS tersebut namun hasil yang keluar BPJS tersebut sudah tidak aktif dan karena berobat tidak pakai BPJS otomatis pasien di kenakan biaya umum yang telah di tetapkan oleh pihak Puskesmas sebesar Rp 25,000", jelas Dr.Widodo.
Pada kedatangan pasien dan keluarga yang kedua kalinya pasien juga membawa Kartu BPJS namun nomor BPJS yang pertama berbeda dengan yang kedua, setelah di cek oleh petugas yang piket saat itu BPJS pasien di nyatakan aktif.
"Jadi bisa jadi hal tersebut terjadi karena pasien memiliki BPJS dua dan saat pertama datang pasien kemungkinan membawa BPJS yang sudah tidak aktif dan datang yang kedua kali BPJS yang aktif", terang Widodo.
"Sementara terkait soal Dokter jaga yang ceritanya beredar bahwasanya Dokter tersebut tidak ada itu tidak benar, Dokter itu ada dan berada di rumah Dinas Dokter masih di lingkungan Puskesmas juga", jelas Kapus tersebut.
"Sebagai bentuk kepedulian Kami dari pihak puskesmas dan Saya sebagai Kepala Puskesmas, Kami telah datang ke rumah Almarhumah yang sebelum nya dikatakan pasien yang tidak kami layani dengan baik. Saya sebagai Kepala Puskesmas pada kesempatan itu juga meminta maaf kepada keluarga Almarhumah atas ketidak nyamanan nya terhadap pelayanan Kami di Puskesmas", jelas Dr.Widodo kembali.
Hal senada juga disampaikan oleh Kadis Dinkes Hajran Huda dan sebagai Kadis yang menaungi Puskesmas Kadis juga menjelaskan bahwa terkait yang terjadi pihak nya juga sudah melakukan pemanggilan kepada pihak Puskesmas dan terutama Kapus Dr. Widodo serta minta penjelasannya.
"Kita sudah lakukan pemanggilan dan juga minta penjelasan terkait kejadian yang ada serta kita juga sudah meminta bukti-bukti terkait BPJS yang sudah tidak aktif serta yang aktif, juga kita telah minta surat pernyataan penolakan perawatan yang ditanda tangani keluarga korban", ujar Hajran Huda.
"Kalau soal masalah yang katanya ada pungutan Rp. 25.000,- tersebut, semua nya kami serahkan kepada inspektorat, kalau ada panggilan dari inspektorat kami akan kooperatif dan akan datang", tutup Kadis. (DDR)