MR.com,Pasbar| Terindikasi tidak transparan, pembangunan seawall yang dimotori Dinas Sumber Daya Air dan Bina Kontruksi (SDABK) Provinsi Sumatera Barat disinyalir akan timbulkan kecurigaan publik.
Proyek tersebut terindikasi "siluman", karena tidak memiliki identitas lengkap dan jelas dan diduga berjalan tidak sesuai rencana awal, tidak sesuai speks dan labrak aturan.
Menurut informasi yang dirangkum media, seharusnya pembangunan seawall ini dilakukan di daerah Suak Maligi. Namun sampai saat ini didaerah tersebut diduga belum ada sedikitpun kegiatan pembangunan seawall yang dimaksud.
Tetapi, pembangunan dilakukan di daerah Muara Tanjuang, daerah Pondok Pohon Seribu, Kecamatan Sasak Ranah Pasisia, Kabupaten Pasaman Barat.
Tentu hal ini akan menimbulkan pertanyaan mendalam dan krusial dilingkungan masyarakat, khususnya masyarakat Pasaman Barat.
Semakin mencurigakan, kalau pekerjaan tersebut berjalan tidak transparan, karena tidak memilki papan informasi (plang proyek) sebagai identitas pekerjaan dilokasi.
Selain itu, proyek negara dibawah monitor Dinas SDABK Sumbar tersebut diduga menggunakan material batu jeti ilegal dan tidak sesuai spesifikasi.
Ukuran batu jeti yang kecil dan disinyalir didatangkan dari quarry atau tambang galian C yang tidak miliki izin lengkap.
Terpantau dilokasi pekerjaan batu yang digunakan didominasi dengan ukuran batu tergolong yang disinyalir kecil tidak dan tidak sesuai speks.
Dan tim awak media juga sempat mengikuti iring-iringan dumtruck yang mengangkut batu jati dengan ukuran yang tergolong kecil untuk pembangunan seawall.
Sebelumnya, menyangkut hal tersebut media sudah melakukan konfirmasi kepada Rahmad Yuhendra yang akrab disapa Eng. Kemudian Eng mengatakan pembangunan batu grip atau seawall direncanakan di daerah Suak.
"Pembangunan seawall atau batu grib yang di Muaro tanjuang tersebut senilai kurang lebih 800 juta. Diambilkan dari rencana awalnya di daerah Suak," kata Eng pada Kamis(29/9/2022) via telepon.
Pembangunan seawall didaerah tersebut bertujuan agar nanti bisa dianggarkan kembali untuk pembangunan lainnya di Muara Tanjuang, katanya.
Sedikit Eng menjelaskan secara spesifikasi teknis. Katanya, pembangunan batu grib tersebut dilakukan dengan sistim Dua(2) lapis, dimana lapis pertama menggunakan batu kecil dan lapis kedua batu besar.
"Batu yang kita gunakan memiliki diameter 50 cm - 60 cm. Dimana kita pakai 2 lapis, lapis pertama bawah menggunakan batu yang kecil dan kemudian lapis atas atau lapis kedua ukuran batu yang lebih besar", jelas Eng.
Kemudian sebelum dilakukan penyusunan batu, pada dasarnya diberi atau di hampar alas yang biasa disebut geotex, imbuhnya.
"Kalau ada atau banyak ditemukan batu-batu yang tidak sesuai dengan ukuran atau speksnya, kita akan memanggil konsultan pengawas, dan dalam waktu dekat kita akan tinjau kelapangan," tegasnya.
Menyangkut, tidak adanya plang proyek dilokasi pekerjaan, dan nama perusahaan berikut nama kontraktor pelaksananya, hingga saat ini belum ada penjelasan yang lengkap dari Eng sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pada proyek tersebut.
Lain pihak, saat media mengkonfirmasikan kepada pihak yang menyebut dirinya sebagai konsultan pengawas dari PT. Putra Tunggal mengatakan bahwa plang proyek sengaja tidak di pasang karena lokasi pembangunan tersebut berbeda dengan yang ada di plang, kata pengawas itu singkat.
Hingga berita terbit media masih mengumpulkan dan upaya konfirmasi pihak-pihak terkait lainnya.
Penulis (Dedi Rimba)