MR.com, Padang| Cerita dibalik perjalanan proyek Pembangunan Sarana dan Prasarana Pengendalian Banjir Batang Lembang, Solok. Proyek dibawah Kementerian PUPR, Ditjen SDA senilai Rp14.515.540.000. Sumber dana APBN TA 2022 terus menjadi perbincangan hangat di berbagai kalangan masyarakat.
Diduga, Kepala BWSS V Padang Dian Kamila bersama Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Sungai dan Pantai Eka Irawan sebagai oknum pejabat publik tidak "koperatif" dalam menanggapi konfirmasi media.
Saat dikonfirmasi media pada Kamis (25/8/2022) terkait dugaan pelanggaran yang terjadi pada proyek tersebut. Sebagai pejabat publik, Dian Kamila disinyalir "bungkam" tidak ingin menanggapi konfirmasi media via telepon dengan nomor ponsel 0813-4932-1xxx.
Begitu juga Eka Irawan sebagai PPK seolah "enggan" memberikan informasi yang benar atau penjelasan terhadap pertanyaan media melalui konfirmasi terhadap pelaksanaan proyek tersebut
"Terima kasih atas dugaan temuan ini saudara, sebelum saya menjawab pertanyaan saudara, sebelumnya saya ingin menanyakan sesuatu,"demikian Eka mengatakan mengawali komunikasi dengan media.
Itu indikasi temuan yang saudara sampaikan apakah ada foto dan bukti setiap pertanyaan saudara dan apa saudara ada ke lapangan?,tanya Eka kembali.
Begitu seterusnya, malah ada indikasi ancaman atau peringatan yang dilontarkan PPK tersebut dalam melalui pesan singkat yang dia kirimkan via ponsel 0811-6800-xxx ,"awas jangan sampai berita hoax, bisa berabe nantinya," demikian Eka mengatakan.
"Informasi yang di sampaikan itu bisa benar atau tidak kan?. Kalau benar kehadiran akan di jawab kalau tidak berarti isu atau hoaxs bisa jadi perkara besar nanti," tuturnya.
Dan selanjutnya, PPK tersebut mengatakan dan berjanji akan berikan jawaban konfirmasi media secara tertulis. Namun hingga hari ini dan berita ditayangkan, jawaban konfirmasi yang Eka Irawan janjikan tidak kunjung diberikan kepada media.
Terkait hal itu, Hendrizon SH penggiat hukum dan Aktivis Anti Korupsi Sumatera Barat menilai ada spekulasi yang diduga dilakukan oleh pejabat publik dimaksud dalam upaya menghambat masyarakat memperoleh informasi secara utuh menyangkut proyek negara yang sedang dikelola mereka.
"Spekulasi untuk menghindari tersebar luasnya informasi miring terkait pekerjaan yang sedang dilakukannya," kata Hendrizon pada Jum'at (26/8/2022) di Padang.
Seharusnya pejabat publik dimaksud tinggal berikan jawaban konfirmasi sesuai pertanyaan yang dilontarkan media. Jangan ada sikap yang berbau diskriminatif terhadap wartawan baik secara fisik atau non fisik dalam menjalankan tugas mereka, kata Hendrizon.
Sebab, para jurnalis dalam berkerja dibekali serta di lindungi saat menjalankan tugas jurnalistik sesuai amanat UU No 40 Tahun 1999 dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang merupakan pedoman dalam menyajikan informasi kepada masyarakat luas, terangnya.
Sementara memberikan informasi secara utuh kepada publik yang sifatnya tidak mengancam keamanan stabilitas negara. Merupakan kewajiban setiap pejabat publik, tanpa terkecuali Kepala BWSS V Padang dan PPK nya tersebut, ucap Hendrizon.
"Pejabat atau pimpinan lembaga publik harus siap membuka diri dan tidak menutup pintu terhadap upaya masyarakat dalam memperoleh informasi. Bila tidak, mereka bisa terancam sanksi pidana dan denda," ungkap Aktivis Anti Rasuah itu.
Dijelaskannya, ada ancaman pidana bagi pimpinan badan pemerintah yang melanggar UU KIP diatur dalam Pasal 52 UU No 14 Tahun 2008. "Menurut pasal itu, badan publik yang sengaja tidak menyediakan informasi akan dikenai pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda Rp 5 juta," tandasnya.
Menurut Hendrizon, publik berhak mendapatkan informasi atas dasar permintaan sesuai dengan UU itu. ''Kalau permintaan informasi tersebut diabaikan dan ditolak, kemudian melalui proses mediasi tetap tidak ada keterbukaan, bisa dituntut,'' jelasnya.
Pengacara itu menegaskan, UU KIP tersebut menjamin hak masyarakat untuk memperoleh informasi bagi publik. Siapa pun yang akses informasinya dihambat tanpa kecuali bisa melaporkannya langsung ke KIP pusat maupun KIP daerah.
"Jika publik meminta informasi tentang menyangkut APBD atau APBN, itu kan bukan informasi yang dikecualikan seperti dalam pasal 17, yaitu ancaman terhadap keamanan negara. Jadi, harus dipenuhi,'' tegas Hendrizon.
Selain itu, tindakan yang diduga dilakukan pejabat publik tersebut akan menimbulkan asumsi negatif di lingkungan masyarakat luas. Ada apa, kenapa pihak tersebut seperti enggan berikan informasi terkait pekerjaannya itu, tuturnya.
Masyarakat hanya menuntut hak mereka untuk memperoleh seluruh informasi terkait pengelolaan keuangan negara, jadi tidak perlu di halang-halangi, pungkasnya.
Kemudian hal ini disinyalir dapat mencoreng atau nodai citra baik BWSS V Padang yang merupakan salah satu instansi yang berintegritas bebas Korupsi, Pungli dan Gratifikasi dalam menjalankan tugas yang selama ini menjadi kebanggaan.
Sementara, Kepala Satker SNVT PJSA IAKR, Yusma Elfita mengatakan, sesuai hasil monitoring, kegiatan di Batang Lembang sudah dilakukan sesuai prosedur dan spektek yang tertuang dalam dokumen kontrak.
"Bahkan dari Direktorat Kepatuhan Internal Ditjen SDA juga sudah melakukan pengecekan ke lapangan," jelasnya singkat.
Masyarakat atau publik hanya menginginkan transparansi informasi- informasi yang akurat terhadap pengelolaan keuangan negara yang dilakukan BWSS V Padang, sekaligus bentuk pengawasnya.
Hingga berita diterbitkan, PPK Eka Irawan masih belum bisa memberikan jawaban konfirmasi secara tertulis seperti yang disebutkan sebelumnya. Media masih upaya mengumpulkan data-data dan konfirmasi pihak-pihak terkait lainnya.(cr/tim)