MR.com,Kab.Solol|Proyek negara yang digawangi Direktorat Jendral Perhubungan Darat, Balai Pengelola Transportasi Darat (BMTD) wilayah Sumatera Barat menuai sorotan tajam masyarakat.
Pasalnya proyek yang berlokasi di Kabupaten Solok itu diduga tidak transparan terhadap anggarannya. Kemudian, kontraktor pelaksana disinyalir tidak melengkapi para pekerja nya dengan fasilitas Alat Pelindung Diri (APD) disaat melakukan kegiatan.
Hal ini mengundang sorotan dan berbagai tanggapan negatif dilingkungan masyarakat. Diantaranya, Ketua LSM Aliansi Warga Anti Korupsi (Awak) Sumbar, Defrianto Tanius.
Menurut pengakuan Defrianto Tanius, ia telah menyampaikan informasi secara langsung kepada Kepala BPTD Wilayah Sumbar.
"Dan selanjutnya meminta izin untuk terus membantu melakukan monotoring terhadap kegiatan di Lubuk Selasih,"terangnya pada Kamis (19/5/2022) di Padang.
Hal ini dilakukannya sebagai bentuk upaya mencegah terjadinya kerugian terhadap keuangan negara dan mencapai tepat mutu dan tepat waktu.
Diakui Defrianto sikap Deni Kusdiyana selaku Kepala BPTD Sumbar yang sangat terbuka terhadap publik menjadi dasar LSM AWAk untuk mendukung seluruh kegiatan BPTD Wilayah Sumbar.
"Kita ingin ikut mengsukseskan agar seluruh kegiatan BPTD saat Deni Kusdiyana menjadi pimpinan berhasil dan dapat dimanfaatkan sesuai perencanaan," kata Defrianto.
Menyangkut tidak ditemukannya plang proyek di lokasi pekerjaan. Defrianto menilai ada indikasi sengaja pihak kontraktor dalam menyembunyikan informasi terkait besar anggaran yang dipakai pada proyek tersebut.
"Seharusnya pihak kontraktor memasang papan informasi (plang proyek) sejak awal dimulai pekerjaan sampai terakhir," ungkap Ketua LSM Awak Sumbar itu.
Sebab, ini merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap pelaksana pengelola anggaran negara yang di sampaikan melalui undang-undang salah satunya Undang-undang No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan informasi Publik (KIP)" ujar Defrianto.
Jadi, kata Defrianto, kalau pihak kontraktor tidak memasang plang proyek saat melakukan pekerjaan kemudian dibiarkan oleh konsultan pengawas dan instansi terkait.
"Kita khawatir sudah terjadi konspirasi pada pelaksanaan proyek tersebut. Munculnya tanggapan negatif terhadap pelaksanaan proyek tersebut ditengah kalangan masyarakat pun tidak bisa disalahkan" ujarnya.
Kemudian menyangkut kelengkapan fasilitas pendukung Alat Pelindung Diri (APD) yang diduga masih belum didapat oleh para pekerja.
Menurut Defrianto, mendapatkan perlindungan dari saat melakukan pekerjaan merupakan hak para pekerja. Dan itu harus dipenuhi oleh kontraktor, ujarnya.
Tidak tertutupi kemungkinan masih ada kecurangan-kecurangan lainnya di lakukan kontraktor. Seperti pemakaian material besi yang tidak SNI, teknik pembesian dan spesifikasi tanah urug yang digunakan, tandasnya.
"Apakah tanah urug didatangkan dari tambang atau galian c yang memiliki izin," ucap Defrianto.
Mestinya pelaksanaan proyek ini menjadi contoh bagi penyedia jasa lainnya. Untuk bekerja sesuai kaedah dan aturan yang berlaku. Sebab anggaran yang digunakan mungkin bersumber dari APBN, pungkasnya.
Hingga berita diterbitkan media masih menunggu jawaban atas konfirmasi yang media lakukan kepada Refi yang disebut sebagai kontraktor pelaksana dan Deny Kusdiyana selaku Kepala BPTD Sumbar dan upaya konfirmasi pihak terkait lainnya.(cr/tim)