MR.com,Sumbar-Terkait larangan terhadap awak media oleh oknum dalam mencari informasi menyangkut pelaksanaan proyek rehabilitasi Rumah Dinas Ketua DPRD Sumbar kemarin Minggu (22/8/2021) dilokasi pekerjaan. Oknum tersebut diduga melarang media masuk dengan menyebut nama Ketua DPRD Sumbar Supardi.
Oknum tersebut mengatakan media yang bisa masuk kelokasi pekerjaan hanya media yang ada didaftar nama Ketua DPRD Sumbar.
Saat dikonfirmasi kepada Supardi mengatakan hal itu tidak benar. "ooh...nggak ada itu, semua bisa melihat" demikian Supardi mengatakan kepada media ini via telpon,Senin(23/8/2021).
Selanjutnya Ketua DPRD Sumbar itu mengatakan, saya lagi di Payakumbuh ada acara boleh tau siapa nama yang melarang itu, apa ada fotonya?,saya cek dulu...!,.
"Rumah Dinas(rumdis) laga kosong, tidak ada orang, dan proyek terpisah dengan rumdis," tutup Ketua DPRD Sumbar fraksi Gerindra tersebut.
Berita terkait : Media Dilarang Liput Pelaksanaan Proyek Rehabilitasi Rumdin, Oknum Sebut Daftar Wartawan Untuk Masuk Sudah Ditentukan Ketua DPRD Sumbar
Menanggapi hal tersebut, seorang pengamat hukum Yatun SH bersuara sumbang dengan mengatakan ada sandiwara dalam pelaksanaan proyek rehabilitasi Rumdin itu.
" Oknum melarang awak media masuk selain media yang ada didaftar Ketua DPRD Sumbar, Supardi. Namun anehnya Supardi sendiri tidak mengenal siapa nama oknum itu sendiri," ujar Yatun, Senin(23/8/2021) di Padang.
Yatun menilai ada sandiwara terjadi didalam pelaksanaan proyek rehabilitasi rumdin tersebut. Karena, kedua belah pihak yang seharusnya bisa berkoordinasi, seakan saling lempar bola.
" Bagi kontraktor, seharusnya mereka lebih koperatif lagi terhadap awak media yang ingin himpun informasi untuk dijadikan konsumsi publik. Sebab, anggaran untuk pekerjaan rumdin tersebut bukanlah uang pribadi melainkan uang rakyat yang harus dipertanggung jawabkan kepada rakyat," ujar Yatun.
Selain itu, dengan tidakan yang terindikasi secara sengaja menghalangi-halangi pers dalam mencari informasi oleh oknum itu, jelas mereka telah kangkangi Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, ulas Yatun.
" Kemudian kepada Ketua DPRD Sumbar, agar bersikap tegas terhadap kinerja kontraktor tersebut yang diduga tidak transparan. Karena beliau merupakan wakil dari masyarakat khususnya dari Sumbar, yang seharusnya ikut dalam mengawasi pekerjaan tersebut," tandasnya.
Transparansi anggaran sudah menjadi keharusan dilaksanakan pemerintah dalam menjalankan program kerjanya. Dimulai sejak awal sampai akhir sebuah proyek yang dilaksanakan pemerintah. Mulai dari perencanaan, pelaksanaan tender, sampai pelaksanaan proyek," ungkapnya.
Pengamat hukum tersebut melanjutkan, pembangunan infrastruktur atau yang lainnya di era reformasi dan otonomi daerah dewasa ini mensyaratkan adanya feedback atau umpan balik dari semua elemen masyarakat yang ada untuk mengontrolnya.
Sesuai amanat Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Nomor 14 Tahun 2008 dan Perpres Nomor 54 Tahun 2010 dan Nomor 70 Tahun 2012, dimana mengatur setiap pekerjaan bangunan fisik yang dibiayai oleh negara wajib transparan, ulas Lawyer tersebut.
"Bagaimana tidak, reformasi dan desentralisasi dibuat berdasarkan harapan untuk mengurangi korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di segala sendi kehidupan berbangsa dan bernegara," tutup Yatun.
Hingga berita terbit media masih upaya konfirmasi pihak terkait lainnya.*rl/Mon*