Opini
Oleh: Enok Sonariah
Ibu Rumah Tangga dan Pegiat Dakwah
Mitra Rakyat.com
Pemberian vaksin atau vaksinasi telah digelar di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Inggris dan Kanada. Sementara di Indonesia sendiri tengah mempersiapkan kedatangan vaksin sinovac dari Beijing, Cina.
Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung mulai melakukan pendataan terhadap fasilitas kesehatan yang ada di Kabupaten Bandung sebagai penerima vaksin.
Menurut Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi Dinkes Kabupaten Bandung, Edi Kusno bahwa fasilitas kesehatan yang akan didata terlebih dahulu adalah Puskesmas dan Rumah Sakit milik pemerintah. Berikutnya klinik-klinik yang bekerjasama dengan BPJS.(dara.co.id 22/12/2020)
Sebelumnya pemerintah menentukan, nantinya vaksin ada yang berbayar dan ada yang gratis. Untuk para tenaga medis direncanakan gratis sedangkan yang lainnya berbayar. Sebagaimana harga rapid test yang ternyata tidak murah, maka keberatan akan vaksinpun banyak disampaikan masyarakat.
Pada akhirnya presiden Jokowi memutuskan untuk menggratiskan pemberian vaksin untuk seluruh kalangan masyarakat.
Menjadi kekhawatiran bagi masyarakat ternyata bukan hanya masalah harga, berikut bagaimana keamanannya? Hal ini semestinya diperhatikan oleh pemerintah demi keamanan rakyatnya.
Bagaimana masyarakat tidak ragu, Cina yang memproduksi vaksin sinovac kemudian menjualnya ke Indonesia, malah membeli dari Jerman? Ada apa dengan sinovac? Walaupun presiden berusaha meyakinkan masyarakat, bahwa beliau sendiri yang akan divaksin pertamakalinya, sepertinya tidak bisa menepis keraguan yang terlanjur menghampiri sanubari.
Selain keamanan, karena Indonesia mayoritas penduduknya adalah Muslim, yang mesti terikat dengan ajaran agamanya, maka kehalalan vaksin tidak boleh diabaikan. Sinovac berasal dari Cina, sedangkan Cina adalah negara komunis, maka sangat beralasan ragu terhadap kehalalannya.
Dalam pandangan Islam, Cina bukan hanya sekedar negara komunis, tapi sudah terkategori negara kafir harbi fi'lan, yaitu negara yang memusuhi, menyerang dan membunuh orang Islam. Buktinya telah menyiksa, dan membunuh umat Islam etnis Uighur. Maka dari itu bermuamalah (seperti membeli vaksin) dari Cina jelas diharamkan.
Bagaimana seharusnya? Kalaupun harus impor, rambu-rambu Islam tidak dilabrak begitu saja. Kehalalan, keamanan serta asal negara yang memproduksi mesti menjadi pertimbangan utama.
Adapun harga, sudah semestinya digratiskan, karena kesehatan, keamanan, pendidikan wajib ditanggung oleh negara. Lebih baiknya lagi negeri ini mampu memproduksi vaksin sendiri bukan mendahulukan impor, agar tidak tergantung pada negara lain. Terlebih vaksin saat ini bukan hanya demi kesehatan tapi juga penuh konspirasi bagi negara-negara maju.
Masyarakat selalu menunggu yang terbaik. Akankah harapan di atas tetcapai?. Sepertinya masih jauh bahkan bisa jadi mustahil. Mengingat negeri ini tidak menerapkan sistem Islam/khilafah, tetapi sistem kapitalisme sekular yang meminggirkan ketentuan agama (Islam) dari kehidupan.
Wallahu a'lam bu ash shawwab