Mitra Rakyat.com(Kab.Solok)
Kuat dugaan Unit Kerja Penyedia Barang/Jasa(UKPBJ) Pokja 31 dibawah Pemerintah Kabupaten Solok lakukan tindak pidana penyalahgunaan wewenang dan tidak pidana korupsi.
Demi menangkan jagoannya, disinyalir pokja sengaja kangkangi pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang penyalahgunaan wewenang , dan Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme(KKN).
Hal itu terkait penetapan pemenang tender yang digelarnya beberapa waktu lalu. Penetapan tersebut disinyalir kuat lari dari aturan dan persyaratan yang telah dibuat pokja sendiri yang sarat KKN, kata Hidayat, Senin(26/10/2020) di Solok.
Kenapa demikian, lanjut Hidayat, karena perusahaan yang ditunjuk oleh pokja diduga merupakan kolega terdekat dari salah satu oknum pejabat di Pemkab Solok.
Demi memenangkan perusahaan jagoannya itu, disinyalir pokja menghambat calon pemenang kuat dengan cara mengatakan CV. Manggis Jasa Kontruksi(MJK) tidak mengacu terhadap undang-undang nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batu Bara(Minerba).
Hal itu tertulis dalam jawaban sanggah dari UKPBJ Pokja 31, point 6 huruf b, berbunyi, " mengacu pada UU nomor 3 Tahun 2020 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, dukungan bahan material pasir yang saudara sampaikan tidak bisa kami terima, setelah kami lakukan klarifikasi kepada Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Sijunjung, tidak ada penambangan pasir milik perorangan atau perusahaan memiliki izin tambang".
Kalau demikian kenapa pihak pokja meminta untuk material pasir harus memakai pasir Sijunjung, apakah sebelumnya pokja tidak mengetahui atau menghimpun informasi terlebih dahulu, sebelum dijadikan syarat dalam lelang, ujar Hidayat.
"Dengan begitu pokja terindikasi sengaja membuat pernyataan kontradiktif terhadap spesifikasi teknis dalam dokumen lelang yang mengharuskan penggunaan pasir sijunjung, namun pokja sendiri juga menyatakan pasir sijunjung ilegal sesuai dengan uu no 3 tahun 2020" terang Hidayat.
Sebelumnya spek dokumen pasir yang dipakai, adalah pasir yang ada di Kabupaten Sijunjung atau Muara Labuh dan tanpa ada penjelasan dari pihak pokja harus memiliki izin tambang atau tidak, terang Hidayat.
Kemudian kami pun memenuhi persyaratan tersebut dengan meminta pernyataan tertulis sebagai dukungan dari salah satu pemilik tambang pasir yang ada di Kab. Sijunjung itu.
Hasilnya peringkat Hidayat dengan membawa nama perusahaan CV.MJK menjadi nomor satu terlihat pada Web UKPBJ Pemkab Solok saat itu.
Tanpa diduga-duga pokja ternyata tidak memenangkan CV. MJK, tetapi CV. M.Ghani yang ditunjuk sebagai pemenang tender yang peringkatnya dibawah CV. MJK, ujar Hidayat.
Alasan kenapa CV. MJK tidak jadi pemenang, kata Hidayat, karena dukungan pasir yang diberikannya tidak memiliki izin tambang alias ilegal. Kata pokja dukungan penyedia pasir yang diberikan melanggar undang-undang tentang minerba , tandasnya.
Anehnya, CV. M. Ghani yang ditunjuk sebagai pemenang memberikan surat dukungan hanya dari salah satu toko bangunan yang ada didaerah Solok. Apakah toko bangunan tersebut memiliki surat izin tambang, seperti yang apa diminta pokja sendiri kepada peserta lainnya. Dan apakah pokja meyakini kalau sumber pasir yang ada ditoko itu ada izin tambang nya dan selanjutnya bisa dikatan legal, ucapnya lagi.
Dari surat sanggahan CV. MJK tertanggal 22 September 2020 itu banyak point yang menurut Hidayat tidak relevan.
Merasa telah dibuli dengan cara licik oleh pihak pokja, akhirnya Hidayat membawa persoalan ini keranah hukum melalui jalur Pengadilan Tata Usaha Negar(PTUN) dan akan memasuki sidang kedua Senin depan.
Hingga berita terbit media masih upaya konfirmasi pihak pokja dan pihak terkait lainnya. *roel*