Opini
Ditulis Oleh : Sri Gita Wahyuti A. Md
Aktivis Pergerakan Muslimah dan Member AMK
Mitra Rakyat.com
Dalam keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia no 14/KPTS/HK. 140/M/2/2020, tentang Komoditas Binaan Kementerian Pertanian disebutkan bahwa tanaman ganja termasuk ke dalam daftar komoditas binaan tanaman obat. Sama dengan 65 tanaman obat lainnya seperti jahe, lempuyang, sambiloto dan brotowali.
Padahal, dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Narkotika, disebutkan bahwa ganja tergolong narkotika golongan 1. Sama dengan sabu, opium, heroin dan kokain. Izin penggunaannya hanya dibolehkan dalam hal-hal tertentu seperti pengobatan medis. Bagi orang yang memproduksinya, atau mendistribukannya diancam hukuman pidana penjara. Maksimal seumur hidup bahkan hukuman mati. Sementara itu bagi penyalahguna diancam pidana paling lama 4 tahun.
Hal ini tentu saja menimbulkan polemik di tengah-tengah masyarakat. Pasalnya walaupun tanaman ganja masih termasuk tanaman yang dilarang pemerintah untuk dibudidayakan tanpa ijin. Namun pada kenyataannya sudah banyak ditemukan ladang ganja di berbagai daerah.
Masyarakat khawatir akan ada oknum yang tidak bertanggung jawab melegalkan barang haram tersebut. Karena meski ganja secara umum merupakan barang terlarang, tetapi bisa menjadi legal asal dengan tujuan tertentu.
Terlebih, perdagangan ganja secara legal memang berpotensi meraup keuntungan milyaran dolar. Sebagaimana terjadi di Uruguay dan Kanada. Pada Juni 2020, nilai perdagangan besar ganja di Kanada sebesar CA$ 96, 1 juta. Ini tentu sangat menggiurkan.
Keputusan Menteri Pertanian ini memperjelas bahwa sistem sekuler memang tidak mampu menghasilkan kebijakan yang dapat memberikan jaminan rasa aman dan kemaslahatan fisik bagi masyarakat. Dampak buruk dan jangka panjang seharusnya menjadi bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan.
Sebagaimana pada Sistem Islam, Islam memiliki seperangkat aturan yang dapat menyelesaikan seluruh permasalahan umat. Kebijakan yang ditetapkan atas masyarakat disandarkan kepada hukum syara bukan pada untung rugi semata.
Islam dengan tegas memisahkan antara yang hak dengan yang batil, antara yang halal dengan yang haram. Dalam Islam, benda haram tidak boleh ditetapkan sebagai komoditas yang diambil keuntungannya.
Wallahualam bishshawwab