Oleh : Khansa Al Hakiimah
Ummu Warrabatul Bayt dan Pegiat Dakwah
Mitra Rakyat.com
Ketika topik yang sama banyak dibahas oleh beberapa media mengenai tenaga medis yang gugur akibat terpapar virus Covid-19, selain itu ada fakta lain yang menyakitkan lagi. Ketika keluhan mereka diabaikan kepada siapa lagi mereka meminta keadilan. Miris memang tapi inilah yang terjadi, para tenaga medis kesejahteraannya seolah tak dipedulikan.
Beberapa waktu lalu sebagaimana dikutip dari laman Kompas.com ada aksi mogok kerja yang dilakukan para tenaga medis di RSUD Ogan Ilir, Sumatera Selatan, berakhir pada pemecatan. Sebelum pemecatan terjadi, sebanyak 60 tenaga medis di RSUD Ogan Ilir yang berstatus honorer melakukan protes dengan menggelar aksi mogok kerja.
Alasan yang mereka sampaikan, di antaranya terkait ketersediaan alat pelindung diri (APD) minim, ketidakjelasan insentif dari Pemkab, tidak ada rumah singgah bagi tenaga medis yang menangani pasien Corona, dan gaji hanya sebesar Rp 750.000 per bulan.
Dengan aksi para tenaga medis tersebut Bupati dan manajemen RSUD Ogan Ilir berdalih tuntutan yang disampaikan para tenaga medis tersebut dianggap mengada-ada. Meski ada ratusan tenaga medis yang dilakukan pemecatan, mereka menilai tak memengaruhi layanan yang diberikan. Sebagai penggantinya, akan dilakukan perekrutan tenaga medis baru. (Jumat, 15/05/2020)
Dari aksi protes tersebut, DPRD Ogan Ilir tak diam, Ketua Komisi IV DPRD Ogan Ilir Rizal Mustopa mengaku sudah mendesak Bupati untuk melakukan evaluasi terhadap manajemen RSUD. Beliau mengatakan “Intinya pemenuhan apa yang dituntut oleh tenaga paramedis itu seharusnya sudah menjadi kewajiban Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir, sebab masalah itu sudah diajukan, termasuk masalah insentif juga sudah diajukan RSUD Ogan Ilir jauh hari sebelum kejadian ini.
Pertanyaannya, kenapa tenaga kesehatan itu bisa mogok?“ tanya Rizal. Namun pihak Rumah Sakit membantah karena menganggap bahwa tudingan terkait dengan para tenaga medis tersebut tidak benar.
Direktur RSUD Ogan Ilir Roretta Arta Guna Riama membantah tudingan yang disampaikan para tenaga medis yang melakukan mogok kerja. Ia berdalih, tuntutan para tenaga medis terkait dengan rumah singgah dan insentif tambahan bagi yang menangani pasien Corona sudah disediakan.
Setelah adanya aksi mogok kerja itu, sedikitnya ada 109 tenaga medis dipecat dengan tidak hormat. Bupati Ogan Ilir Ilyas Panji Alam mengatakan, tenaga medis yang dipecat itu di antaranya 45 perawat, 1 perawat mata, 3 sopir, dan 60 bidan di RSUD Ogan Ilir sudah diberhentikan.
Saya yang menandatangani surat pemberhentiannya,” kata Ilyas saat dikonfirmasi di Kantor Badan Amil Zakat Nasional Ogan Ilir, (21/5/2020).
Melihat fakta di atas bahwasannya para tenaga medis merasa pemenuhan haknya tidak terpenuhi dengan jelas, lalai, bahkan menunda hak yang seharusnya diberikan tepat waktu, selain itu kondisi mereka pun seolah tidak diperhatikan sebagai tenaga medis garda terdepan yang menangani kasus virus Corona ini.
Minimnya perhatian pemerintah dan pihak RS terhadap tenaga medis merupakan bukti sistem kapitalis sekuler yang diberlakukan tidak jelas, tidak hanya rakyat, tenaga medis pun merasa kebingungan dengan kebijakan-kebijakan yang tak konsisten dijalankan pemerintah saat ini.
Sehingga wajar jika menyebabkan bentuk protes dan aksi mogok kerja, dalam hal ini tentu saja perlu evaluasi mengapa bisa terjadi.
Islam menempatkan setiap manusia, apa pun jenis profesinya, dalam posisi yang mulia dan terhormat. Orang yang bekerja terletak pada kontribusinya bagi kemudahan orang lain yang mendapat jasa atau tenaganya.
Upah atau gaji adalah hak pemenuhan ekonomi bagi pekerja tenaga medis yang menjadi kewajiban dan tidak boleh diabaikan oleh pihak yang berwenang. Sebegitu pentingnya masalah upah pekerja ini, Islam memberi pedoman kepada para pihak yang mempekerjakan orang lain bahwa prinsip pemberian upah harus adil dan mencukupi.
Seorang pekerja berhak menerima upahnya ketika sudah mengerjakan tugas-tugasnya, maka jika terjadi penunggakan gaji pekerja, hal tersebut selain melanggar kontrak kerja juga bertentangan dengan prinsip keadilan dalam Islam. Selain ketepatan waktu pengupahan, keadilan juga dilihat dari tingkat pekerjaan dengan jumlah upah yang diterimanya.
Bisa saja para tenaga medis melakukan aksi protes dikarenakan jam kerja yang berlebih untuk menangani kasus pasien Covid-19 namun upah yang diberikan tidak sepadan terhadap apa yang mereka kerjakan di luar kemampuan para tenaga medis. Misalnya tambahan pekerjaan ataupun penambahan jam kerja (lembur) di rumah sakit.
Sebaiknya, harus ada kejelasan akad antara para tenaga medis dan pihak RSUD. Yang terpenting adalah kejelasan akad agar para tenaga medis tidak ada yang dikecewakan, bahkan sampai dipecat secara tidak hormat, ini sungguh menyakitkan di mana mereka pun butuh pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Apa yang dialami tenaga medis dalam konsisi pandemi saat ini terjadi akibat sistem. Sistem yang diberlakukan negara bukanlah sistem Islam sehingga perlakuan serta perhatian pun luput dari riayah pemerintah. Tanggungjawab negara memberikan pelayanan bukan saja kepada masyarakat umum tapi tenaga kesehatan juga yang lebih rentan terjangkit virus ketika keamanan dan APD tidak memadai.
Salah satu bentuk kezaliman di tengah masyarakat saat ini salah satunya adalah tidak memberikan hak-hak para tenaga kerja medis khususnya sesuai dengan yang seharusnya. Rasulullah saw bersabda :
“Berikan-lah kepada buruh/pekerja upahnya sebelum keringatnya kering” (HR. Ibnu Majah, shahih).
Karena menunda hak orang lain padahal mampu adalah kezaliman. .
Rasulullah saw bersabda:
“Menunda penunaian kewajiban padahal mampu adalah kezaliman” (HR. Al-Bukhari & Muslim).
Beberapa kasus di mana rumah sakit tidak terlalu memperhatikan hak tenaga medis dan tidak memperhatikan kenyamanan berkerja.
Ketika para tenaga medis ini berhenti bekerja atau keluar, barulah sadar bahwa mereka adalah aset berharga dalam sebuah rumah sakit, untuk itu hak tenaga medis seharusnya segera ditunaikan dan menjadi perhatian khusus. Ketidakadilan yang dialami tenaga medis saat ini dan juga masyarakat lainnya tidak akan terjadi ketika di tengah umat telah tegak institusi penerapan syariah kaffah.
Pasalnya, riayah serta pelayanan publik di dalam kapitalis sekuler tidak akan memihak rakyat sampai kapanpun selama mereka masih berkuasa dan tidak taat akan syariah Allah.
Karena hal tersebut masih banyak hak-hak tenaga kerja yang belum terpenuhi, standar kesejahteraan tenaga kerja yang masih rendah dan lainnya.
Dalam Islam, hak-hak manusia telah dijamin oleh Allah Swt. Islam adalah solusi dari berbagai macam problema yang ada di dunia ini, tak terkecuali problema dalam bidang ekonomi. Marilah kita sama-sama sadari bahwa sudah saatnya kita untuk kembali ke syariah Islam mencari solusi secara kaffah, mempelajari agama secara kaffah.
Dengan demikian kita lebih siap untuk menjalani kehidupan. Dan segala permasalahan yang rumit ini bisa selesai, bila terwujud institusi Islam dalam naungan khilafah Islamiyah.
Wallaahu a'lam bi ash shawwab