Opini
Oleh: Purwaningsih, S.Si., M.Sc.
(Praktisi Kesehatan dan Pemerhati Masalah Sosial)
Mitra Rakyat.com
Apakah anda selalu mengikuti perkembangan yang terupdate tentang peningkatan jumlah kasus konfirmasi psitif Covid-19? Kebijakan apa saja yang telah dilakukan Pemerintah terkait kondisi ini? Sampai saat ini belum menunjukkan penurunan kasus yang signifikan, bahkan dari hari ke hari jumlah konfirmasi positif kian meningkat.
Sementara kebijakan new normal (tatanan normal baru) sudah di depan mata. Sebelumnya telah dikeluarkan kebijakan berdamai dengan Covid-19 dan adanya relaksasi kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) saat angka pasien Covid-19 masih tinggi.
Persiapan New Normal, Harus Perhitungan Matang
Saat ini kasus terkonfirmasi positif Covid-19 mencapai 25.773. Terdiri dari 17.185 (66.678%) dirawat, 1.573 (6,103%) meninggal, 7.015 (27,218%) sembuh (Kompas.com, 30/5/2020). Jumlah kasus yang dilaporkan
Kementrian Kesehatan di Indonesia hingga saat ini belum mempresentasikan jumlah kasus yang sebenarnya. Angka sesungguhnya bisa jauh lebih tinggi. Prediksi dari Badan Inteligen Negara (BIN) yang dipaparkan oleh Doni Monardo dalam rapat kerja dengan komisi IX DPR, virus yang berasal dari Wuhan, China tersebut.
Menurut Dr. Hans Henri P Kluge, Direktur regional WHO untuk Eropa memberikan panduan untuk negara-negara yang akan menyiapkan new normal antara lain harus memastikan telah terbukti bahwa transmisi Covid-19 telah dikendalikan.
Realitanya kondisi Indonesia terkait upaya melawan Covid-19 masih jauh dari kata berhasil. Masih banyak masyarakat yang belum patuh terhadap protokol kesehatan. Jika pemerintah memaksakan pelaksanaan new normal baru dimungkinkan akan terjadi lonjakan kasus baru serta akan berdampak negatif terhadap sektor kesehatan dan ekonomi.
Demikian prediksi yang telah dikemukakan oleh pakar kesehatan dan kebijakn publik. Mestinya saat ini yang menjadi fokus pemerintah terkait kebijakan new normal adalah bagaimana protokol kesehatan itu apakah sudah betul-betul diterapkan.
Menurunkan kasus konfirmasi positif Covid-19 adalah suatu keniscayaan sebelum menuju new normal. Pemerintah harus bisa memastikan bahwa berbagai tempat publik seperti sekolah, perkantoran, pelabuhan, bandara, tempat ibadah, dan lain-lain sudah benar-benar menerapkan protokol pencegahan terhadap Covid-19.
Politikus PDIP, Nabil Haroen anggota Komisi IX Fraksi PDIP meminta pemerintah terbuka terhadap kurva penularan kasus Covid-19 di Indonesia. Menurutnya transparasi data menjadi kunci keberhasilan dan kebijakan. Jika data-data yang dibuka itu sesuai dengan fakta, dapat dipertanggungjawabkan, dan sesuai dengan kaidah sains, maka akan lebih mudah dalam analisa kebijakan serta memetakan langkah selanjutnya (KumparanNEWS, 29/5/2020).
Suatu kebijakan yang yang dirancang dengan hati-hati, penanganan Covid-19 dapat belangsung maksimal maka akan bisa menuju tahapan new normal dengan prosedur kesehatan dan keamanan yang ketat.
Mestinya kita bisa belajar dari negara lain yaitu negara-negara yang telah berhasil melawan Covid-19.
Atas dasar itu negara tersebut menerapkan new normal. Perlu persiapan yang matang dan kajian yang cermat mengingat beberapa persyaratan new normal itu tidak mudah.
Kebijakan yang buru-buru sikap pemerintah terkesan memaksakan pelaksanaan new normal karena kasus Covid-19 masih tinggi. Lagi-lagi Pemerintah mengeluarkan kebijakan gegabah. Jangan sampai melahirkan kebijakan yang grusah grusuh supaya tidak terjadi situasi yang tidak kita inginkan.
Belum lama ini menyoal tentang kebijakan berdamai dengan Covid-19 dan relaksasi kebijakan PSBB saat angka kasus Covid-19 masih tinggi.
Mengeluarkan kebijakan pada momentum yang tidak tepat rentan menimbulkan peluang akan perdebatan tentang gelombang Covid-19 kedua.
Penegakan protokol kesehatan yang tidak optimal serta jumlah tenaga medis dan Rumah Sakit Darurat Covid-19 yang masih kurang akan mengakiatkan gelombang kedua semakin parah. Jangan sampai rumah sakit dan tim medis kita tumbang karena gelombang baru pasien Covid-19 dan kesalahan kebijakan.
Dalam Berita metro pagi, 31 Mei 2020 disebutkan bahwa saat ini RS. Daya Makassar untuk sementara menutup pelayanan umum dikarenakan 5 petugas medis dinyatakan positif Covid-19.
Pengujian terhadap spesimen Covid-19 baik secara tes rapid maupun PCR masih sangat jauh dari harapan. Jadi peaknya belum dapat diketahui. Hal ini dikarenakan tidak semua laboratorium mampu meakukan pelayanan terkait pengujian tersebut karena membutuhkan protokol yang sangat spesifik. Harus dibantu dengan menerapkan kedisiplinan masyarakat yang sangat ketat dan ketegasan sanksi untuk mempercepat proses lahirnya kebijakan yang dapat memberi manfaat bagi semua pihak.
Netty Prasetyarini anggota Komisi DPR fraksi PKS berujar bahwa kita belum melewati titik puncak pandemi Covid-19. Memaksakan menerapkan kebijakan new normal, itu merupakan kebijakan yang tidak masuk akal. Kebijakan ini harus ditolak karena sangat terburu-buru dan mengkhawatirkan.
Jumlah kasus sangat tinggi dan belum ada penurunan yang signifikan (Okezone, 28/5/2020).
Sebagaimana yang telah disampaikan oleh Achmad Yurianto juru bicara gugus tugas percepatan Covid-19 tanggal 30 Mei 2020 bahwa ada 5 provinsi yang masih terjadi penularan di tengah masyarakat dan penmabahan kasusnya masih tinggi yaitu Provinsi DKI, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan.
Indonesia masih carut marut menghadapi berbagai macam masalah di beberapa daerah terkait kasus Covid-19. Hal tersebut seharusnya menjadi salah satu pertimbangan penerapan new normal lebih baik ditunda dan perlu dicermati lebih dalam lagi. Jangan sampai berakibat fatal demi tujuan memulihkan ekonomi dan kegiatan bisnis segera kembali normal.
Sangat berbeda dengan kondisi negara-negara yang sudah memasuki fase new normal adalah Malaysia dan Korea Selatan. Berikutnya Italia dan Selandia Baru. Negara-negara tersbut memang kondisi kasus Covid-19 telah mereda (Liputan6.com, 18/5/2020).
Islam Menjawab Permasalahan
Islam hadir dalam menjawab berbagai macam permasalahan, pun ketika pandemi Covid-19. Walaupun Nabi Muhammad SAW bukan seorang dokter, melalui bimbingan Allah SWT untuk selalu mengingatkan umatnya menjaga kebersihan.
Sebagai umat islam tentu menerapkan disiplin yang tinggi terhadap aturan dalam hal ini menjaga kebersihan. Hal tersebut sebagai wujud ketaatan tinggi pada Sang Pencipta dan Rasul-Nya. Pemerintah tidak perlu menerapkan sanksi kedisiplinan. Seharusnya umat akan sangat mematuhinya. Menjaga kebersihan adalah bentuk ibadah sebagai bonusnya adalah wabah penyebaran pandemi Covid-19 dapat ditekan.
Rasulullah SAW pernah bersabda: Wabah tha’un adalah kotoran yang dikirimkan oleh Allah terhadap sebagian kalangan Bani Israil dan juga orang-orang sebelum kalian. Kalau kalian mendengar ada wabah tha’un di suatu negeri, janganlah kalian memasuki negeri tersebut.
Namun, bila wabah tha’un itu menyebar di negeri kalian, janganlah kalian keluar dari negeri kalian menghindar dari penyakit itu.” (HR Bukhari-Muslim).
Dalam Shahih Bukhari dan Muslim, diriwayatkan dari Hafshah binti Sirin bahwa ia menceritakan, Anas bin Malik berkata, “Rasulullah SAW bersabda: Orang yang mati karena wabah tha’un adalah mati syahid.”
Adapun kebijakan yang ditempuh untuk menghindari wabah tersebut yaitu menyuruh penduduk sehat pergi menyingkir ke bukit – bukit. Kebijakan ini dinamakan isolasi atau lockdown saat ini.
Rasulullah SAW juga menganjurkan untuk isolasi bagi yang sedang sakit dengan yang sehat agar penyakit yang dialaminya tidak menular kepada yang lain. Hal ini sebagaimana hadist: “Janganlah yang sakit dicampurbaurkan dengan yang sehat.” (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah). Kebijakan tersebut dinamakan isolasi saat ini.
Rasulullah juga menganjurkan untuk bersabar setiap menghadapi wabah penyakit. Rasulullah SAW bersabda; “Tha’un merupakan azab yang ditimpakan kepada siapa saja yang Allah kehendaki. Kemudian Dia jadikan rahmat kepada kaum Mukminin.” (HR. Bukhari).
Pesan yang tidak kalah penting dari Rasulullah SAW ketika tertimpa musibah wabah adalah tetap membangun prasangka baik dan berdoa dan tetap berikhtiar sekuat tenaga. Rasulullah SAW bersabda:” tidaklah Allah SWT menurunkan penyakit, kecuali Dia juga menurunkan penawarnya ( HR Bukhari ).
Sehingga, secara teoritis dan praktis, Islam memiliki seperangkat aturan dalam menyikapi pandemi untuk menjamin kesehatan dan keselamatan rakyat.
Jadi, mengapa kita tidak mengambilnya sebagai protokol pencegahan penyakit? Wallahu a’lam bisshawab.