Insiden Jembatan Sikabu Salah Siapa?
Opini
Oleh Chairur Rahman(Wartawan)
Mitra Rakyat.com
Pekerjaan beresiko tinggi apabila dikerjakan tidak sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja (KAK). Maka ini akan menjadi bumerang bagi mereka untuk berhadapan dengan penegak hukum. Namun berbeda hal nya dengan proyek jembatan Sikabu yang telah tumbalkan satu nyawa dan empat orang luka parah.
Sebelumnya, pada proyek pembongkaran jembatan lama Sikabu telah terjadi kecelakaan kerja. Jembatan lama yang dibongkar roboh dan 5 orang pekerja jadi korbannya. Menurut pakar kontruksi, jembatan roboh merupakan kesalahan dari kontraktor.
Karena mereka melakukan pekerjaan diduga tidak sesuai dengan KAK. Pekerjaan pembongkaran jembatan itu mestinya dilakukan dengan dukungan alat seperti,Concrete mixer, Crane, Pile Driver, dan Hammer.
Berita terkait : Diduga Ada "Main Mata" Rekanan dan Pihak Lain, Akibatkan Pembongkaran Jembatan Makan Korban
Ironisnya, untuk pembokaran jembatan ini kuat dugaan tidak menggunakan dukungan alat seperti yang tertera pada KAK seperti : Concrete mixer dalam kondisi baik kapasitas 0.3 – 0.6 M3 sebanyak 2 unit, Crane dalam kondisi baik dengan kapasitas 35 Ton 2 unit dan Pile Driver + Hammer kondisi baik dengan kapasitas 35 Ton 1 unit tidak berada di lokasi saat pembongkaran jembatan tersebut.
Bahkan personil inti yang dimiliki untuk melaksanakan pekerjaan ini seperti site manejer, pelaksana dan Quality Control yang mempunyai sertifikat ahli dan K3 untuk keamanan kerja, wajib selalu hadir dilapangan.
Namun tidak demikan hal nya dengan proyek ini, diduga site manejer, pelaksana, Qulity Control dan pengawas K3 jarang berada dilapangan.
Dengan demikian ini bisa disebut salah satu penyebab kecelakaan. Sementara pengerjaan proyek infrastruktur mesti memperhatikan peraturan perundangan-undangan di bidang konstruksi terutama aspek keamanan, keselamatan, dan kesehatan kerja bagi para pekerja konstruksi, seperti yang diamanatkan UU No.2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
Porsi kerja yang di luar kemampuan manusia menjadikan proyek terkesan dikerjakan asal-asalan. Tidak heran jika satu-per satu mulai bermunculan kecelakaan.
Undang -Undang Jasa Konstruksi sebenarnya sudah mengatur tentang aspek keamanan, keselamatan, kesehatan pekerjaan konstruksi bangunan. Begitu pula UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Pengerjaan konstruksi bangunan secara garis besar diatur dalam UU Jasa Konstruksi, terutama mengenai standar keamanan dan keselamatan kerja bagi pekerja di bidang kontruksi bangunan ataupun jembatan termasuk mengatur syarat keahlian para pekerja sektor ini.
Merujuk Pasal 4 ayat (1) huruf c UU Jasa Konstruksi, pemerintah memiliki tanggung jawab atas terselenggaranya jasa konstruksi yang sesuai dengan standar keamanan, keselamatan, kesehatan dan keberlanjutan.
Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 2017,TENTANG
JASA KONSTRUKSI, pada Pasal 96 menyebutkan:
(1)Setiap Penyedia Jasa dan/atau Pengguna Jasa yang tidak memenuhi Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa:
a.peringatan tertulis;
b.denda administratif;
c.penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi;
d.pencantuman dalam daftar hitam;
e.pembekuan izin; dan/atau
f.pencabutan izin.
(2)Setiap Pengguna Jasa dan/atau Penyedia Jasa yang dalam memberikan pengesahan atau persetujuan melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa:
a.peringatan tertulis;
b.denda administratif;
c.penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi;
d.pencantuman dalam daftar hitam;
e.pembekuan izin; dan/atau
f.pencabutan izin.
Harusnya mereka yang melakukan pelanggaran diberi sangsi. Ini malah seakan mendapat dukungan dan diintruksikan untuk melanjutkan. Dimana peraturan yang telah dibuat pemerintah.
Dimana keberadaan penegak hukum yang ditunjuk negara sebagai penggerak agar supremasi hukum dapat dijalankan.
Bahkan pihak seperti Kalaksa BPBD Padang Pariaman, terkesan tutup mata saat dikonfirmasi media. Begitupun PT. Maidah Rekajaya selaku vendor dari pemerintah Kabupaten Padang Pariaman pada proyek dana hibah itu.
Mestinya mereka bekerja sesuai tupoksi masing-masing dan mengikut aturan yang telah dibuat. Untuk meminimalisir terjadinya kecelakaan dan kerugian negara pada proyek pembangunan infrastruktur itu. Dan agar harapan semu masyarakat untuk mendapatkan keadilan tidak terus berlanjut.