Opini
Ditulis Oleh : Reni Rosmawati
Member Akademi Menulis Kreatif
Mitra Rakyat.com
Tidak bisa dipungkiri, peluang terjadinya kesalahan atau pelanggaran dalam sistem khilafah pasti ada, hal ini karena sistem khilafah adalah sistem basyariah (kemanusiaan) bukan nubuwwah sebagaimana saat Rasul Saw memimpin. Meskipun demikian, bukan berarti harus menolak serta menyamakan khilafah dengan sistem demokrasi, atau menyamakan sistem khilafah dengan sistem pemerintahan yang diterapkan di Arab Saudi. Itu adalah hal yang keliru dan serampangan. Khilafah adalah sistem pemerintahan yang menerapkan syariat Islam secara kaffah (menyeluruh) lewat Institusi Daulah Khilafah sementara sistem pemerintahan Arab Saudi adalah Monarki Absolute yang menerapkan aturan Islam secara parsial (sebagian).
Baca tulisan sebelumnya : Sistem Khilafah Tidak Ada Dalam Islam, Benarkah?(1)
Jika kita telusuri dari berbagai kitab yang ditulis oleh para ulama, maka kita akan menemui bahwa penjelasan mengenai Khilafah banyak dibahas dalam Al Qur’an, meskipun Al-Qur'an tidak memerincinya secara mendalam. Dalil-dalil tentang kewajiban mengadakan khilafah dan menegakkannya bisa dilihat rinciannya sebagai berikut:
1. Dalil Alquran
Allah SWT berfirman: "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku yang menjadikan Khalifah di muka bumi” (TQS al-Baqarah [2]: 30).
Imam al-Qurthubi (w. 671 H), ahli tafsir yang sangat otoritatif, menjelaskan, “Ayat ini merupakan hukum asal tentang wajibnya mengangkat khalifah.” Bahkan, ia kemudian menegaskan, “Tidak ada perbedaan pendapat mengenai kewajiban (mengangkat khalifah) ini di kalangan umat dan para imam mazhab, kecuali pendapat yang diriwayatkan dari al-‘Asham (yang tuli tentang syariah) dan siapa saja yang berpendapat dengan pendapatnya serta mengikuti pendapat dan mazhabnya.” (Lihat, Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, Juz I/264).
Dalil Alquran lainnya, antara lain QS an-Nisa’ (4) ayat 59; QS al-Maidah (5) ayat 48; dll (Lihat, Ad-Dumaiji, Al–Imâmah al–‘Uzhma ‘inda Ahl as–Sunnah wa al–Jamâ’ah, hal. 49).
2. Dalil as-Sunnah
Di antaranya sabda Rasulullah Saw:
"Siapa saja yang mati, sedangkan di pundaknya tidak ada bai'at (kepada imam/khalifah), maka ia mati jahiliyah” (HR Muslim).
Berdasarkan hadits di atas, menurut Syeikh ad-Dumaiji, mengangkat seorang imam (khalifah) hukumnya wajib (Lihat, Ad-Dumaiji, Al-Imâmah al-‘Uzhma ‘inda Ahl as-Sunnah wa al-Jamâ’ah, hal. 49).
Nabi Saw juga mengisyaratkan, bahwa sepeninggal beliau harus ada yang menjaga agama ini, dan mengurus urusan dunia, dialah khulafa’, jamak dari khalifah (pengganti nabi, karena tidak ada lagi nabi sesudah Nabi Muhammad Saw).
3. Dalil Ijma' Sahabat
Kedudukan Ijma' Sahabat adalah sebagai dalil syariah setelah Alquran dan as-Sunnah. Ini berarti ijma' sahabat sangatlah kuat, bahkan merupakan dalil yang qath’i (pasti). Para ulama ushul menyatakan, bahwa menolak ijma' sahabat bisa menyebabkan seseorang murtad dari Islam. Karena itu, Ijma' Sahabat yang menetapkan kewajiban menegakkan khilafah tidak boleh diabaikan, atau dicampakkan seakan tidak berharga, karena bukan Alquran atau as-Sunnah. Padahal, Ijma' Sahabat hakikatnya mengungkap dalil yang tak terungkap (Lihat, as-Syaukani, Irsyadu al-Fuhul, hal. 120 dan 124).
Berkaitan dengan itu Imam al-Haitami menegaskan:
"Sungguh para Sahabat—semoga Allah meridhai mereka—telah bersepakat bahwa mengangkat seorang imam (khalifah) setelah zaman kenabian berakhir adalah wajib. Bahkan mereka menjadikan upaya mengangkat imam/khalifah sebagai kewajiban paling penting. Faktanya, mereka lebih menyibukkan diri dengan kewajiban itu dengan menunda (sementara) kewajiban menguburkan jenazah Rasulullah saw” (Lihat, Al-Haitami, Ash-Shawâ’iq al-Muhriqah, hlm. 7).
Bahkan seluruh ulama Aswaja, khususnya imam empat mazhab (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Hanbali), sepakat, bahwa adanya khilafah, dan menegakkannya ketika tidak ada, hukumnya wajib.
Lebih dari itu, menurut Syeikh ad-Dumaji, kewajiban menegakkan Khilafah juga didasarkan pada kaidah syariah:
"Selama suatu kewajiban tidak terlaksana kecuali dengan sesuatu maka sesuatu itu wajib pula hukumnya.”
Sudah diketahui, bahwa banyak kewajiban syariah yang tidak dapat dilaksanakan oleh orang-perorang, seperti kewajiban melaksanakan hudûd (seperti hukuman rajam atau cambuk atas pezina, hukuman potong tangan atas pencuri), kewajiban jihad untuk menyebarkan Islam, kewajiban memungut dan membagikan zakat, dan sebagainya. Pelaksanaan semua kewajiban ini membutuhkan kekuasaan (sulthah) Islam. Kekuasaan itu tiada lain adalah khilafah.
Dari sini, maka jelaslah bahwa sistem negara khilafah ada di dalam Al-Qur'an, meskipun Al-Qur'an tidak menjelaskannya secara rinci, namun Hadits, Ijma' Sahabat, dan Ulama Aswaja telah menjelaskannya. Sebagaimana ayat tentang shalat, Al-Qur'an tidak menjelaskan secara rinci tentang tata cara shalat, namun Hadits dan perbuatan Rasulullah yang menjadi penjelasnya.
Maka dari itu, Menolak khilafah, menganggapnya sebagai ancaman dan menghalangi tegaknya khilafah adalah suatu kesalahan besar. Mestinya tidak ada yang perlu ditakuti dari khilafah. Tidak ada alasan yang dapat diterima akal sehat untuk menolak Khilafah. Karena Khilafah adalah syariat Allah SWT, maka sebagai hamba-Nya kita tidak boleh merasa keberatan. Bukankah kita semuanya adalah makhluk ciptaan-Nya?
Wallahu a'lam bi ash-shawwab